Teori
ikatan valensi (Valence Bond Theory, VBT) dikembangkan dari teori mekanika
kuantum yang berguna untuk menerangkan proses pembentukan ikatan kovalen secara
lebih baik dibandingkan model rumus titik-elektron Lewis.
Dalam kimia, teori
ikatan valensi atau teori ikatan valens menjelaskan sifat ikatan kimia dalam
suatu molekul dari sudut valensi atom. Teori ini menyimpulkan suatu aturan
bahwa atom pusat dalam suatu molekul cenderung untuk membentuk ikatan elektron
ganda sesuai dengan batasan geometris seperti kurang lebih ditentukan oleh
aturan oktet.
Sejarah
Berdasarkan
teori Bohr, diketahui bahwa teori Lewis-Langmuir tentang ikatan kovalen gagal
menjawab pertanyaan mendasar mengenai alasan mengapa atom membentuk ikatan,
atau mengapa molekul lebih stabil jika ada minimal dua atom yang membentuknya.
Dengan
menggunakan mekanika kuantum, dua fisikawan Jerman Walter Heitler dan Fritz
London (1927) akhirnya berhasil menjelaskan pembentukan molekul hidrogen dengan
penyelesaian persamaan gelombang sistem yang terdiri atas dua atom hidrogen
melalui pendekatan valensi atom.
Sistem
yang digunakan yaitu proton dan elektron dari setiap atom yang berikatan.
Mereka kemudian menghitung energi sistem sebagai fungsi jarak antar atom dengan
asumsi bahwa dua sistem harus menyumbang sama besar pada pembentukan ikatan.
Dari percobaan ini, mereka berhasil menjelaskan dengan kuantitatif terjadinya
ikatan kovalen. Sehingga metode ini memiliki potensi untuk menjelaskan ikatan
kimia secara umum. Berikut gambar hasil percobaan Heitler-London.
Teori Ikatan Valensi
Teori
ikatan valensi merupakan teori mekanika kuantum pertama yang muncul pada masa
awal penelitian ikatan kimia yang didasarkan pada percobaan W. Heitler dan F.
London pada tahun 1927 mengenai pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen.
Selanjutnya, teori ini kembali diteliti dan dikembangkan oleh Linus Pauling
pada tahun 1931 sehingga dipublikasikan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul
“On the Nature of the Chemical Bond”. Dalam jurnal ini dikupas hasil kerja Lewis
dan teori ikatan valensi oleh Heitler dan London sehingga menghasilkan teori
ikatan valensi yang lebih sempurna dengan beberapa postulat dasarnya, sebagai
berikut:
1.
Ikatan
valensi terjadi karena adanya gaya tarik pada elektron-elektron yang tidak
berpasangan pada atom-atom.
2.
Elektron
- elektron yang berpasangan memiliki arah spin yang berlawanan.
3.
Elektron-elektron
yang telah berpasangan tidak dapat membentuk ikatan lagi dengan
elektron-elektron yang lain.
4.
Kombinasi
elektron dalam ikatan hanya dapat diwakili oleh satu persamaan gelombang untuk
setiap atomnya.
5.
Elektron-elektron
yang berada pada tingkat energi paling rendah akan membuat pasangan
ikatan-ikatan yang paling kuat.
6.
Pada
dua orbital dari sebuah atom, orbital dengan kemampuan bertumpang tindih paling
banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat dan cenderung berada pada
orbital yang terkonsentrasi itu.
Ikatan valensi pada
molekul Hidrogen
Dalam
teori ikatan valensi, yang menjadi titik tekannya yaitu fungsi gelombang
elektron-elektron yang berpasangan dibentuk dari tumpang tindih fungsi
gelombang pada masing-masing orbital dari atom-atom yang berkontribusi dan
saling terpisah.
Jika
terdapat satu elektron pada masing-masing dua atom H yang berlainan maka
kemungkinan fungsi gelombang pada tiap sistem adalah sebagai berikut:
Ψ = χA(1)χB(2)...
Ψ = χA(2)χB(1)...
keterangan: χA dan
χB adalah orbital-orbital 1s pada atom A dan B. Sementara angka 1 dan 2
merepresentasikan elektron yang berikatan dengan proton pada masing-masing atom
A dan B.
Ketika
kedua atom H berada pada keadaan yang sangat dekat, kita tidak dapat mengetahui
apakah elektron 1 terikat pada atom A dan elektron 2 terikat pada atom B atau
justru sebaliknya, sehingga deskripsi yang paling mungkin adalah membuat dua
fungsi gelombang pada kedua sistem yang mungkin terjadi. Saat kedua kemungkinan
ini disatukan dalam gelombang superposisi maka penjelasan yang lebih baik
adalah kombinasi linear dari keduanya.
Ψ = χA(1)χB(2) + χA(2)χB(1)...
Fungsi
di atas merupakan fungsi gelombang untuk ikatan H-H. Kedua fungsi ini
berinterferensi konstruktif sehingga terjadi kenaikkan amplitudo di daerah
fungsi gelombang dalam nukleus (inti). Untuk menjelaskan lebih rinci digunakan
prinsip Pauli yang menyatakan bahwa hanya elektron-elektron dengan spin berpasangan
yang dapat dideskripsikan oleh fungsi gelombang di atas. Dari penjabaran di
atas, dapat disimpulkan bahwa pada teori ikatan valensi, fungsi gelombang
dibentuk oleh pasangan spin dari elektron-elektron pada kedua orbital atom-atom
yang berikatan. Ikatan yang terjadi dari tumpang tindih ini adalah ikatan sigma
(б).
Berikut merupakan
contoh formasi ikatan sigma dari orbital s dan p yang saling tumpang tindih:
Penerapan Teori Ikatan
Valensi
A. Penerapan Teori
Ikatan Valensi pada Molekul Diatomik
Teori
ikatan valensi mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua
valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama. Oleh karena efek
penurunan energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik.
Menurut teori ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital
atom dari masing-masing atom.
Penerapan teori
ikatan valensi pada molekul diatomik dapat dilihat pada pembentukan molekul H2
dari atom H seperti yang telah dijabarkan di atas.
B. Penerapan Teori
Ikatan Valensi pada Molekul Poliatomik
Teori
ikatan valensi dapat juga diterapkan dalam molekul poliatomik beriringan dengan
teori hibridisasi molekul[3]. Dalam contoh ini disajikan penerapan teori ikatan
valensi untuk menjelaskan mengenai hibridisasi sp3 pada molekul metana (CH4).
Metana
memiliki atom pusat sebuah karbon yang berkoordinasi secara terahedral. Oleh
karena itu, atom karbon pusat haruslah memiliki orbital-orbital yang simetri
tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi dasar dari karbon adalah :
Dengan
teori ikatan valensi, maka dapat diprediksi bahwa berdasarkan pada keberadaan
dua orbital yang terisi setengah, atom C akan membentuk dua buah ikatan kovalen
membentuk CH2. Namun CH2 merupakan molekul yang sangat reaktif sehingga teori
ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan terbentuknya molekul CH4.
Untuk itu, digunakan teori hibridisasi, dimana langkah awal adalah eksitasi
satu atau lebih elektron valensi C.
Proton
yang membentuk inti hidrogen akan akan menarik salah satu elektron valensi
karbon sehingga menyebabkan eksitasi (pemindahan elektron 2s ke orbital 2p) dan
terbentuklah ikatan berhibrid sp3.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Wahab,
Sustuawati. 2018. Teori Ikatan Valensi. Dalam http://www.academia.edu/17115386/TEORI_IKATAN_VALENSI
, diakses pada 6 Desember 2018.
2.
Maulana,Fajar.
2013. Teori Ikatan Valensi. Dalam http://kamuskimia29.blogspot.com/2013/12/teori-ikatan-valensi.html
, diakses pada 6 Desember 2018.
3.
Ivana,
Letitia. 2015. Teori Ikatan Valensi Dan Teori Orbital Molekul. Dalam http://nandaletitia.web.unej.ac.id/2015/04/01/teori-ikatan-valensi-dan-teori-orbital-molekul/
, diakses pada 6 Desember 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.