.

Selasa, 18 Desember 2018

Penerapan Teknologi Hijau di Taman, Sektor Pertanian, Sawah

Oleh: Denny Farazumar Arief Kelana. (@ProyekJ11, @J11-Denny).

Abstrak:
Ragam atau tipe dalam penerapan konsep Green Technology di dunia didasarkan pada prinsip-prisip utama pada Greentech. Konsep Greentech diterapkan untuk membantu manusia dari teknologi yang paling sederhana hingga teknologi yang paling mutakhir untuk mencapai kehidupan yang nyaman, ekonomis dan ramah lingkungan. Pada dasarnya konsep Greentech  yang diterapkan  dalam menciptakan produk adalah untuk meminimalkan bahan baku, mengefisiensikan proses, dan memaksimalkan output produk tetapi menghasilkan sampah yang minimal. Hal ini selaras dengan prinsip yang ada di konsep Greentech. Kali ini saya akan membahas penerapan teknologi hijau khususnya di sektor pertanian yang meliputi sawah dan taman serta berfokus pada energi, bangunan dan chemistry.

Kata Kunci: Penerapan.

Pembahasan:
Wastewater Garden (WWG) adalah teknologi hijau yang digunakan untuk mendaur ulang sisa zat pencemar dari unit pengolahan limbah perumahan, hotel, restoran, atau perkantoran. WWG merupakan 100% ekologis, murah dan mudah dalam pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya. Tanpa memerlukan peralatan mekanis dan bahan kimia, air limbah di daur ulang secara gravitasi ke taman, kebun sayuran, ataupun buah-buahan. WWG pada awalnya dikembangkan untuk melindungi pantai dari pencemaran limbah penduduk. (Nana, 2008).

Adopsi teknologi diharapkan dapat berjalan cepat karena semua komponen teknologi dipilih oleh petani setempat dan hasilnya terbukti lebih tinggi dan menguntungkan. Di samping itu, sosialisasi teknologi yang intensif sangat diperlukan, baik secara formal maupun nonformal (Prasetiaswati, 2010). Prasetiaswati (2010) mengutip Arya (2005), keberhasilan penerapan teknologi dalam pembangunan pertanian diperoleh bila terdapat kemampuan dalam mensinergikan antara kearifan lokal dengan teknologi baru.

Hingga 20 tahun ke depan diperkirakan lahan sawah masih menjadi tulang punggung ketahanan pangan, khusus dalam pengadaan beras nasional. Tanaman padi yang mempunyai aerenkhima bisa hidup dalam keadaan tergenang seperti pada lahan sawah. Di sisi lain, lahan sawah irigasi dimungkinkan untuk penerapan teknologi intensif dengan kenaikan hasil yang signifikan, sehingga produktivitas tanaman dapat mendekati potensi genetiknya. Karena itu tidak mengherankan jika hingga saat ini perhatian, penelitian, dan pengembangan padi, pembangunan infrastruktur, dan penyediaan kredit bagi petani lebih banyak dicurahkan pada ekosistem lahan sawah. (I. Las, 2009).

Penyedian produksi etanol untuk industri energi hijau atau biofuel saat ini masih didominasi dari bahan baku tanaman dengan pola farming energy yaitu berasal dari tanaman yang berfungsi ganda untuk kebutuhan industri pangan dan energi juga seperti tebu, jagung, singkong. Hanya sebagian kecil dari bukan komoditi tanaman pangan akan tetapi ditanam pada lahan potensial tanaman pangan serta dalam proses pemanenan juga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Energi hijau berbasiskan farming energy atau sistem budidaya dimulai melalui beberapa pola tahapan yaitu diawali dengan pembersihan lahan, pengolahan tanah, pembibitan, persemaian, penanaman, pemanenan habis melaui cara potong ataupun cabut selanjutnya kembali ketahap proses semula. Sistem farming energy ini terus terjadi berulangulang setiap tahun dan musim tanam mengakibatkan degradasi terhadap kualitas humus tanah. Sehingga berdampak pada masalah lingkungan yaitu dengan mengorbankan ekosistem alami kearah bentuk lain atau tujuan tertentu dari fungsi aslinya. (Bahry, 2013).

Sehingga muncullah konsep ide yaitu mencari solusi energi hijau yang serasi dengan lingkungan dengan tetap menjalankan fungsi lingkungannya yaitu ditinjau dari ketersedian dan keberlanjutan sumber bahan baku ekosistem alami dengan tetap menjaga fungsi ekologisnya atau diistilahkan “Eco-green Energi”. Hal ini tergambar dari potensi ekosistem hutan mangrove Indonesia yang memiliki pulau dan pantai dengan wilayah pesisir terluas di dunia. Ekosistem mangrove jenis Nipah dimungkinkan untuk dapat dijadikan sumber bahan baku energi hijau potensial berpola pengelolaan konservasi lingkungan dan bernilai ekonomis. Ekosistem hutan mangrove nipah memiliki fungsi sebagai proteksi kawasan pesisir pantai, penahan angin, gelombang dan tsunami, intrusi air asin, sumber oksigen, penyerap CO2 dan nursery ground sekaligus memiliki nilai sebagai sumber bahan baku energi hijau bioetanol. (Bahry, 2013).

Kesimpulan:
Penerapan “Teknologi Hijau” dibina secara arif dan bijak, seperti reboisasi, pemanfaatan dan pengoptimalan ruang terbuka hijau, sehingga keberlangsungan makhluk hidup dan lingkungan akan terus terjaga. (H. Asriningpuri, dkk., 2015).

Daftar Pustaka:

3 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.