Bayu Anggara @K04-Bayu
Risza Kurniawan @K05-Risza
Faisal Rafi @K05-Faisal
TEORI IKATAN
VALENSI
Teori ikatan valensi atau teori ikatan valens menjelaskan sifat ikatan kimia dalam suatu molekul dari sudut valensi atom. Teori ini menyimpulkan suatu aturan bahwa atom pusat dalam suatu molekul cenderung untuk membentuk ikatan elektron ganda sesuai dengan batasan geometris seperti kurang lebih ditentukan oleh aturan oktet.
Teori ikatan valensi atau teori ikatan valens menjelaskan sifat ikatan kimia dalam suatu molekul dari sudut valensi atom. Teori ini menyimpulkan suatu aturan bahwa atom pusat dalam suatu molekul cenderung untuk membentuk ikatan elektron ganda sesuai dengan batasan geometris seperti kurang lebih ditentukan oleh aturan oktet.
SEJARAH
TEORI IKATAN VALENSI
Berdasarkan teori Bohr, diketahui
bahwa teori Lewis-Langmuir tentang ikatan kovalen gagal menjawab pertanyaan
mendasar mengenai alasan mengapa atom membentuk ikatan, atau mengapa molekul
lebih stabil jika ada minimal dua atom yang membentuknya.
Dengan menggunakan mekanika kuantum, dua fisikawan Jerman Walter Heitler dan Fritz London (1927) akhirnya berhasil menjelaskan pembentukan molekul hidrogen dengan penyelesaian persamaan gelombang sistem yang terdiri atas dua atom hidrogen melalui pendekatan valensi atom.
Sistem yang digunakan yaitu proton dan elektron dari setiap atom yang berikatan. Mereka kemudian menghitung energi sistem sebagai fungsi jarak antar atom dengan asumsi bahwa dua sistem harus menyumbang sama besar pada pembentukan ikatan. Dari percobaan ini, mereka berhasil menjelaskan dengan kuantitatif terjadinya ikatan kovalen. Sehingga metode ini memiliki potensi untuk menjelaskan ikatan kimia secara umum. Berikut gambar hasil percobaan Heitler-London.
Dengan menggunakan mekanika kuantum, dua fisikawan Jerman Walter Heitler dan Fritz London (1927) akhirnya berhasil menjelaskan pembentukan molekul hidrogen dengan penyelesaian persamaan gelombang sistem yang terdiri atas dua atom hidrogen melalui pendekatan valensi atom.
Sistem yang digunakan yaitu proton dan elektron dari setiap atom yang berikatan. Mereka kemudian menghitung energi sistem sebagai fungsi jarak antar atom dengan asumsi bahwa dua sistem harus menyumbang sama besar pada pembentukan ikatan. Dari percobaan ini, mereka berhasil menjelaskan dengan kuantitatif terjadinya ikatan kovalen. Sehingga metode ini memiliki potensi untuk menjelaskan ikatan kimia secara umum. Berikut gambar hasil percobaan Heitler-London.
Teori ikatan valensi merupakan teori
mekanika kuantum pertama yang muncul pada masa awal penelitian ikatan kimia
yang didasarkan pada percobaan W. Heitler dan F. London pada tahun 1927
mengenai pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen. Selanjutnya, teori ini
kembali diteliti dan dikembangkan oleh Linus Pauling pada tahun 1931 sehingga
dipublikasikan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “On the Nature of the
Chemical Bond”. Dalam jurnal ini dikupas hasil kerja Lewis dan teori ikatan
valensi oleh Heitler dan London sehingga menghasilkan teori ikatan valensi yang
lebih sempurna dengan beberapa postulat dasarnya, sebagai berikut:
- Ikatan valensi terjadi karena
adanya gaya tarik pada elektron-elektron yang tidak berpasangan pada
atom-atom.
- Elektron – elektron yang
berpasangan memiliki arah spin yang berlawanan.
- Elektron-elektron yang telah
berpasangan tidak dapat membentuk ikatan lagi dengan elektron-elektron yang
lain.
- Kombinasi elektron dalam ikatan
hanya dapat diwakili oleh satu persamaan gelombang untuk setiap atomnya.
- Elektron-elektron yang berada
pada tingkat energi paling rendah akan membuat pasangan ikatan-ikatan yang
paling kuat.
- Pada dua orbital dari sebuah
atom, orbital dengan kemampuan bertumpang tindih paling banyaklah yang
akan membentuk ikatan paling kuat dan cenderung berada pada orbital yang
terkonsentrasi itu.
A.
Penerapan Teori Ikatan Valensi pada Molekul Diatomik
Teori ikatan valensi mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama. Oleh karena efek penurunan energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Menurut teori ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masing-masing atom.
Penerapan teori ikatan valensi pada molekul diatomik dapat dilihat pada pembentukan molekul H2 dari atom H seperti yang telah dijabarkan di atas.
B. Penerapan Teori Ikatan Valensi pada Molekul Poliatomik
Teori ikatan valensi dapat juga diterapkan dalam molekul poliatomik beriringan dengan teori hibridisasi molekul[3]. Dalam contoh ini disajikan penerapan teori ikatan valensi untuk menjelaskan mengenai hibridisasi sp3 pada molekul metana (CH4).
Teori ikatan valensi mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama. Oleh karena efek penurunan energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Menurut teori ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masing-masing atom.
Penerapan teori ikatan valensi pada molekul diatomik dapat dilihat pada pembentukan molekul H2 dari atom H seperti yang telah dijabarkan di atas.
B. Penerapan Teori Ikatan Valensi pada Molekul Poliatomik
Teori ikatan valensi dapat juga diterapkan dalam molekul poliatomik beriringan dengan teori hibridisasi molekul[3]. Dalam contoh ini disajikan penerapan teori ikatan valensi untuk menjelaskan mengenai hibridisasi sp3 pada molekul metana (CH4).
Metana
memiliki atom pusat sebuah karbon yang berkoordinasi secara terahedral. Oleh
karena itu, atom karbon pusat haruslah memiliki orbital-orbital yang simetri
tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi dasar dari karbon adalah :
Dengan
teori ikatan valensi, maka dapat diprediksi bahwa berdasarkan pada keberadaan
dua orbital yang terisi setengah, atom C akan membentuk dua buah ikatan kovalen
membentuk CH2. Namun CH2 merupakan molekul yang sangat reaktif sehingga teori
ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan terbentuknya molekul CH4.
Untuk itu, digunakan teori hibridisasi, dimana langkah awal adalah eksitasi
satu atau lebih elektron valensi C.
Proton
yang membentuk inti hidrogen akan akan menarik salah satu elektron valensi
karbon sehingga menyebabkan eksitasi (pemindahan elektron 2s ke orbital 2p) dan
terbentuklah ikatan berhibrid sp3.
Teori ikatan valensi dan teori
orbital molekul memiliki beberapa konsep dasar yang sama, diantaranya adalah:
- Keduanya sama-sama melibatkan
pembagian elektron-elektron yang ada dalam sebuah atom ataupun molekul
sehingga memiliki paling banyak dua elektron pada setiap pasangnya.
- Kedua teori ini menjadikan
kombinasi dari elektron-elektron yang ada oleh inti masing-masing atom
atau molekul sebagai konsep pembentukkan ikatan
- Berdasarkan pada kedua teori
ini, energi dari orbital-orbital yang saling tumpang tindih merupakan
bentuk perbandingan dan memiliki kesamaan pada bentuk simetrinya.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W., T.L. Overton, J.P. Rourke,
M.T. Weller, and F.A. Armstrong. Inorganic Chemistry, Fifth Edition. Great
Britain: Oxford University Press, 2010.
Gillespie, Ronald J., and Paul L.A.
Popelier. Chemical Bonding and Molecular Geometry, From Lewis to Electron
Densities. New York: Oxford University Press, Inc, 2001.
Ivana, Nanda Letitia. 2015. Dengan artikel
“EORI IKATAN VALENSI DAN TEORI ORBITAL MOLEKUL” dan http://nandaletitia.web.unej.ac.id/2015/04/01/teori-ikatan-valensi-dan-teori-orbital-molekul/
. Diakses pada 2 Desember 2018
Anonim. 2018. Dengan Artikel “TEOR IKATAN
VALENSI” dan http://www.wikiwand.com/id/Teori_ikatan_valensi
. Diakses pada 2 Desember 2018
Wahab, Sustiawati. 2018. Dengan artikel
“TEORI IKATAN VALENSI” dan https://www.academia.edu/17115386/TEORI_IKATAN_VALENSI
. Diakses pada 2 Desember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.