.

Senin, 03 Desember 2018

Green Energy


            Dunia, saat ini tengah memikirkan untuk menerapkan teknologi hijau untuk mengurangi dampak dari pemanasan global yang semakin parah dan ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin terbatas. Dikutip dari laman DW.com bahwa “Laporan PBB menyebut dunia tak terelakkan lagi sedang menuju energi hijau. Negara berkembang menemukan bahwa memasang energi hijau akan jauh kurang mahal dibanding hanya mengandalkan bahan bakar fosil. Kata Moslener, negara-negara yang lebih miskin ingin mendapat keuntungan dari biaya energi yang stabil, lapangan pekerjaan baru, meningkatkan kualitas udara dan mengurangi kerusakan iklim dan kesehatan.”
            Di Indonesia sendiri, sebenarnya sudah mulai berkembang konsep energi hijau dan mulai banyak diterapkan. Salah satu contohnya adalah Gagasan dari Robby dan Michael, yaitu berupa pengembangan kapal nelayan yang diberi nama green boat merupakan sarana yang efektif di dalam konteks penggunaan energi matahari dan air sekaligus menciptakan inovasi teknologi tepat guna penanganan masalah ketergantungan akan bahan bakar minyak yang terjadi di wilayah pesisir.Dari hasil penelaahan yang dalam diketahui bahwa inovasi ini juga dapat mengurangi beban pencemaran pada wilayah perairan laut sehingga pada akhirnya mampu menjaga kualitas lingkungan. Disamping itu, keunggulan dari inovasi ini adalah pemanfaatan energi alam yang berasal dari sinar matahari dan air laut secara efektif dan merupakan teknologi berkelanjutan yang ramah lingkungan (sustainable technology). Inovasi ini terbilang muti-fungsi dan secara ekonomis dapat dianggap lebih murah (low cost) bila dibandingkan dengan kapal konvensional yang masih menggunakan bahan bakar minyak. Saran yang dapat diberikan adalah diperlukannya penggalian lebih jauh lagi terhadap kearifan lokal terkait dengan model, ukuran atau hal lainnya sehingga pemanfaatan inovasi ini juga dapat diterima secara luas di berbagai wilayah di Indonesia. Namum, konsep ini memiliki kekurangan yaitu peralatan yang cukup mahal pada pembelian awal dan memerlukan keterampilan khusus dalam perawatan dan perbaikannya karena menggunakan perangkat kelistrikan dan elektronika yang cukup awam bagi masyarakat nelayan.
       Selain dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, energi hijau juga dapat diatur supaya lebih efisien. Dikutip dari Alvina dan Rina, Jawa Barat telah menerapkan konsep energi hijau yaitu GREN. Model perencanaan energi tersebut terdiri atas energi primer, energi sekunder, dan kebutuhan energi. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh asumsi dasar perencanaan, pengaturan target memengaruhi kebijakan dalam proses energi sekunder dan pengguna akhir. Model ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pembuatan kebijakan energi Jawa Barat hingga tahun 2025. Proyeksi pada Skenario GREN mampu mencapai target KEN  penggunaan  energi  baru  dan  terbarukan  dengan beberapa perencanaan sebagai berikut. Di sisi pengguna akhir adalah penggunaan peralatan hemat energi dengan rata-rata penurunan penggunaan energi sebesar 0,31%, dan penggunaan biofuel sebagai alternatif penggunaan bahan bakar minyak sebesar ± 30%. Sedangkan perencanaan kunci di sisi pasokan adalah sebagai berikut: PLTA dengan teknologi DAM berkapasitas 2.312 MW; PLTP berteknologi Dry Steam Power Plant berkapasitas  905  MW;  PLTS  OnGrid  berkapasitas  8MW;  PLTS  teknologi  pemusnah  sampah  berkapasitas  250 MW;  PLTB  teknologi  kincir  multi-blade  savonius berkapasitas 4 MW; PLTGL teknologi gelombang laut berkapasitas 4 MW; PLTN generasi IV tipe VHTR berkapasitas 1.700 MW, dan PLTU dengan teknologi super critical dan USC berkapasitas total 2.200 MW.
Dan yang terakhir adalah menggunakan bahan bakar ramah lingkungan yang merupakan daur ulang. Seperti gagasan dari Christian, yaitu membuat briket dari limbah pertanian berupa limbah cangkang kakao. Briket arang ini meiliki kelebihan dibandingkan arang pada umumnya yaitu Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan:
1. Limbah cangkang kakao dapat diolah sebagai alternative bahan bakar berdasarkan hasil analisis   proksimat terhadap limbah cangkang kakao yaitu kadar air 15,6 %, kadar abu 15,5 %, senyawa volatile 48,5 %, kadar karbon 20,4 %, dan nilai kalor 4045,524 kal/g.
2. Rancang bangun drum kiln telah dilakukan hingga uji kinerja dengan tiga kali pengulangan, arang yang dihasilkan memiliki kadar air 4,2% - 7,1%, kadar abu 32,8% - 36,6%, senyawa volatile 28,0% - 31,2%, dan kadar karbon 29,2% - 32,3%, dan nilai kalor 4969.591 kal/g.
3. Untuk hasil pengujian briket arang cangkang kakao nilai kadar air 6,45 %, kadar abu 1,11 %, uji tekan 10,95 kg/cm2, nilai kalor 5069,59 cal/g



Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Dunia Menuju Energi Hijau. https://www.dw.com/id/dunia-menuju-energi-hijau/a-16880519 (diakses tanggal 3 Desember 2018)
Sunaris, Michael Louis. Dan Tallar, Robby Yussac. 2018.GREEN BOAT KONSEP PENGEMBANGAN ENERGI HIJAU PADA DESAIN KAPAL NELAYAN
Hidayat, Atep Afia. Dan Kholil, Muhammad. 2018. Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Penerbit WR. Yogyakarta
Mala, Alvina nur. dan Mardianti Rina. 2018. Model Perencanaan Energi Hijau Menggunakan Teknologi Computable general Equilibrium.  http://ejnteti.jteti.ugm.ac.id/index.php/JNTETI/article/view/426/347 (diakses tanggal 3 Desember 2018)
Soolany Christian. 2018.  PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CANGKANG KAKAOSEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR https://ejournal.unugha.ac.id/index.php/jti-unugha/article/view/153/117 (diakses tanggal 3 Desember 2018)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.