Dunia,
saat ini tengah memikirkan untuk menerapkan teknologi hijau untuk mengurangi
dampak dari pemanasan global yang semakin parah dan ketersediaan bahan bakar
fosil yang semakin terbatas. Dikutip dari laman DW.com bahwa “Laporan PBB
menyebut dunia tak terelakkan lagi sedang menuju energi hijau. Negara
berkembang menemukan bahwa memasang energi hijau akan jauh kurang mahal
dibanding hanya mengandalkan bahan bakar fosil. Kata Moslener, negara-negara
yang lebih miskin ingin mendapat keuntungan dari biaya energi yang stabil,
lapangan pekerjaan baru, meningkatkan kualitas udara dan mengurangi kerusakan
iklim dan kesehatan.”
Di
Indonesia sendiri, sebenarnya sudah mulai berkembang konsep energi hijau dan
mulai banyak diterapkan. Salah satu contohnya adalah Gagasan dari Robby dan Michael,
yaitu berupa pengembangan kapal nelayan yang diberi nama green boat merupakan
sarana yang efektif di dalam konteks penggunaan energi matahari dan air
sekaligus menciptakan inovasi teknologi tepat guna penanganan masalah
ketergantungan akan bahan bakar minyak yang terjadi di wilayah pesisir.Dari
hasil penelaahan yang dalam diketahui bahwa inovasi ini juga dapat mengurangi beban
pencemaran pada wilayah perairan laut sehingga pada akhirnya mampu menjaga
kualitas lingkungan. Disamping itu, keunggulan dari inovasi ini adalah
pemanfaatan energi alam yang berasal dari sinar matahari dan air laut secara
efektif dan merupakan teknologi berkelanjutan yang ramah lingkungan (sustainable
technology). Inovasi ini terbilang muti-fungsi dan secara ekonomis dapat
dianggap lebih murah (low cost) bila dibandingkan dengan kapal konvensional
yang masih menggunakan bahan bakar minyak. Saran yang dapat diberikan adalah
diperlukannya penggalian lebih jauh lagi terhadap kearifan lokal terkait dengan
model, ukuran atau hal lainnya sehingga pemanfaatan inovasi ini juga dapat diterima
secara luas di berbagai wilayah di Indonesia. Namum, konsep ini memiliki
kekurangan yaitu peralatan yang cukup mahal pada pembelian awal dan memerlukan
keterampilan khusus dalam perawatan dan perbaikannya karena menggunakan
perangkat kelistrikan dan elektronika yang cukup awam bagi masyarakat nelayan.
Selain
dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, energi hijau juga dapat diatur
supaya lebih efisien. Dikutip dari Alvina dan Rina, Jawa Barat telah menerapkan
konsep energi hijau yaitu GREN. Model perencanaan energi tersebut terdiri atas energi primer, energi sekunder, dan kebutuhan energi. Kebutuhan energi
dipengaruhi oleh asumsi dasar perencanaan, pengaturan target
memengaruhi kebijakan dalam
proses energi sekunder dan
pengguna akhir. Model
ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pembuatan kebijakan energi Jawa Barat
hingga
tahun 2025. Proyeksi pada Skenario GREN mampu mencapai target
KEN
penggunaan
energi baru
dan terbarukan dengan
beberapa perencanaan sebagai berikut. Di sisi pengguna akhir adalah
penggunaan peralatan hemat energi
dengan rata-rata
penurunan penggunaan energi sebesar 0,31%, dan penggunaan
biofuel
sebagai alternatif penggunaan bahan bakar minyak sebesar ±
30%. Sedangkan perencanaan kunci di
sisi pasokan adalah sebagai berikut: PLTA
dengan
teknologi
DAM
berkapasitas 2.312 MW; PLTP berteknologi
Dry Steam Power Plant berkapasitas 905 MW;
PLTS OnGrid berkapasitas 8MW; PLTS teknologi pemusnah sampah berkapasitas 250 MW; PLTB
teknologi
kincir multi-blade savonius berkapasitas 4 MW;
PLTGL teknologi
gelombang
laut
berkapasitas 4 MW;
PLTN generasi IV tipe VHTR
berkapasitas 1.700 MW,
dan PLTU dengan teknologi super
critical dan USC berkapasitas total
2.200 MW.
Dan yang terakhir adalah menggunakan bahan bakar ramah
lingkungan yang merupakan daur ulang. Seperti gagasan dari Christian, yaitu
membuat briket dari limbah pertanian berupa limbah cangkang kakao. Briket arang
ini meiliki kelebihan dibandingkan arang pada umumnya yaitu Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan:
1. Limbah cangkang kakao dapat diolah
sebagai alternative bahan bakar berdasarkan hasil analisis proksimat terhadap limbah cangkang kakao
yaitu kadar air 15,6 %, kadar abu 15,5 %, senyawa volatile 48,5 %, kadar karbon
20,4 %, dan nilai kalor 4045,524 kal/g.
2. Rancang bangun drum kiln telah
dilakukan hingga uji kinerja dengan tiga kali pengulangan, arang yang
dihasilkan memiliki kadar air 4,2% - 7,1%, kadar abu 32,8% - 36,6%, senyawa
volatile 28,0% - 31,2%, dan kadar karbon 29,2% - 32,3%, dan nilai kalor
4969.591 kal/g.
3. Untuk hasil
pengujian briket arang cangkang kakao nilai kadar air 6,45 %, kadar abu 1,11 %,
uji tekan 10,95 kg/cm2, nilai kalor 5069,59 cal/g
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Dunia Menuju Energi Hijau. https://www.dw.com/id/dunia-menuju-energi-hijau/a-16880519
(diakses tanggal 3 Desember 2018)
Sunaris, Michael Louis. Dan Tallar,
Robby Yussac. 2018.GREEN BOAT KONSEP PENGEMBANGAN ENERGI HIJAU PADA DESAIN
KAPAL NELAYAN
http://ejournal.itn.ac.id/index.php/seniati/article/view/1583/1144
(diakses tanggal 3 Desember 2018)
Hidayat, Atep Afia. Dan Kholil, Muhammad. 2018. Kimia
dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Penerbit WR. Yogyakarta
Mala, Alvina nur. dan Mardianti Rina. 2018. Model
Perencanaan Energi Hijau Menggunakan Teknologi Computable general Equilibrium. http://ejnteti.jteti.ugm.ac.id/index.php/JNTETI/article/view/426/347
(diakses tanggal 3 Desember 2018)
Soolany Christian. 2018. PENERAPAN
TEKNOLOGI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CANGKANG KAKAOSEBAGAI ALTERNATIF BAHAN
BAKAR https://ejournal.unugha.ac.id/index.php/jti-unugha/article/view/153/117
(diakses tanggal 3 Desember 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.