.

Sabtu, 18 Agustus 2018

Klasifikasi Limbah Sungai

KLASIFIKASI LIMBAH SUNGAI




Green chemistry atau “kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Pada awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global setelah Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act yang merupakan kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi. Green chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan. Konsep ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan maupun proses. Bahaya bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry ini meliputi berbagai ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim global, dan penipisan sumber daya alam.


Isu tentang polusi, limbah, pemanasan global sudah sering kita dengar pemberitaannya melalui media baik media cetak maupun media elektronik. Saat sekarang ini terutama menjadi isu yang sangat sensitive di dalam suatu pemerintahan. Peningkatan kandungan polutan yang terus meningkat, membuat pembuat keputusan dan kebijakan, aktifis lingkungan dan juga masyarakat umum mulai memikirkan masa depan bumi ini.
Berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang, Banten, menyebutkan air sungai Cisadane hamper 84 % tercemar limbah domestic yang berasal dari limbah rumah tangga, hotel, rumah makan dan bengkel. Sedangkan 14 % lainnya berasal dari limbah industry dari industry logam dan sisanya 2 % dari limbah lainnya (republika on line 28 Maret 2013).
Antara News melaporkan pencemaran sungai Ciliwung sudah semakin parah akibat limbah yang diduga berasal dari pabrik dan tempat usaha yang berada disekitar sungai di kota Depok. Penelusuran Antara selama dua jam menggunakan perahu karet bersama dengan pemerintah setempat dan komunitasn Ciliwung menemukan bahwa sungai tidak hanya dicemari oleh tumpukan sampah tapi juga oleh limbah dari fabric dan domestic (Antara.com 24 April 2015).
Lain lagi halnya Green Peace Indonesia mendesak industry untuk segera menghentikan pencemaran sungai dengan bahan-bahan kimia berbahaya dan juga mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat dan mengambil tindakan yang tegas terhadap pencemaran dan memberikan informasi terbuka kepada masyarakat mengenai bahan-bahan kimia beracun yang telah mencemari sungai. Pernyataan dari Green Peace Indonesia ini keluar setelah mengadakan pemantauan terhadap sungai Citarum dalam rangka kampanye penyelamatan sungai Citarum dari polusi limbah pabrik.
Dari laporan tersebut di atas, baru dikemukakan tiga sungai yang meliwati lingkungan industry di daerah Jawa Barat, sudah menimbulkan masalah lingkungan di daerah aliran sungai tersebut. Penyelesaian masalah lingkungan dengan sudah tercemarnya aliran sungai akan sulit untuk dilakukan dekontaminasi. Belum lagi masalah sampah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan kota-kota lainnya, menjadi permasalahan tersendiri yang tidak pernah terselesaikan terutama sampah plastik.
Oleh karena itu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan kontaminasi bahan-bahan kimia beracun tersebut harus dimulai dari awal proses yang dilakukan di dalam industry, bukan mengatasi masalah pencemaran yang sudah terjadi di lingkungan. Sebagai contoh sederhana saja, harus dimulai dengan mengganti penggunaan plastik dengan kertas agar mudah menghancurkannya. Penulis ingat benar sewaktu tugak ke luar negeri, mal-mal di luarnegeri itu menggunakan kertas hasil daur ulang untuk membungkus dan mengantongi bahan belanjaan kita dengan kantong kertas.

Beberapa tahun belakangan ini, ilmu kimia sebagai ilmu dasar yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi dan menghentikan timbulnya masalah lingkungan dalam rangka menunjang pembangunan yang berkelanjutan atau pembangunan yang lestari. Kesinambungan dalam perkembangan ilmu dan teknologi harus dimulai dengan berfikir bagaimana untuk memecahkan masalah atau bagaimana mengaplikasikan ilmu kedalam teknologi. Kimia sebagai ilmu dasar materi dan transformasinya, berperanan penting dalam proses ini dan menjembatani ilmu fisika, material dan hayati. Hanya proses kimia yang telah dicapai melalui efisien yang optimal pada proses produksi dan produk yang berkesinambungan. Ilmuwan dan teknokrat yang menemukan, mengembangkan optimasi proses tersebut. Kepedulian, kreatifitas dan pandangan ke depan mereka sangat dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi dan proses kimia dengan efisien.

TUJUAN KIMIA HIJAU
Kimia hijau disebut juga Kimia Berkelanjutan adalah suatu filosofi penelitian dan rekayasa yang menganjurkan perencanaan suatu produk dan proses untuk meminimalisasi atau meniadakan penggunaan senyawa-senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan Kimia Lingkungan adalah cabang ilmu kimia yang  membahas lingkungan hidup dan zat-zat kimia di alam dan Kimia Hijau berupaya mencari cara untuk mengurangi dan mencegah pencemaran lingkungan dari sumbernya.
Sebagai suatu filosofi kimia, Kimia Hijau berlaku untuk Kimia Organik, Kimia AnOrganik, Biokimia, Kimia Analisis dan bahkan Kimia Fisika. Kimia Hijau lebih terfokus kepada terapan pada Industri dan sebenarnya berlaku juga pada cabang Ilmu Kimia Lainnya. Fokus dari Kimia Hijau ini sebenarnya adalah meminimalisasi bahaya dan memaksimalisasi dengan efisien penggunaan bahan-bahan kimia dalam mencapai atau menghasilkan suatu produk.
Pengertian kimia hijau adalah suatu perencanaan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya mulai dari persiapan produksi, proses produksi sampai ke produk yang dihasilkan agar dapat bermanfaat tanpa merusak lingkungan. Untuk dapat tercapainya konsep kimia hijau ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan
2. Menggantikan perekasi kimia dengan katalis
3. Menggunakan bahan-bahan non toksis
4. Menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Mengurangi atau me-efisienkan bahan-bahan kimia yang digunakan
6. Mengurangi atau tidak menggunakan pelarut (bebas pelarut) atau menggunakan pelarut yang dapat di daur ulang
Tidak semua yang di atas itu dapat dilakukan secara bersamaan, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat sehingga tujuan dari kimia hijau ini tercapai yaitu :
mengurangi : – limbah
– material bahan-bahan toksis
– bahaya
– risiko
– energy
– biaya

Pada tahun 2005, Ryoji Noyori dari Jepang telah mempelopori pengembangan sangat penting dalam Kimia Hijau yaitu penggunaan CO2 superkritis sebagai pelarut, larutan berair Hidrogenperoksida untuk oksidasi bersih dan penggunaan Hidrogen dalam sintesis asimetris. Contoh-contoh terapan Kimia Hijau adalah oksidasi air superkritis, reaksi pada air dan reaksi pada media kering.
Biorekayasa atau bioteknik juga dipandang sebagai suatu teknik yang menjanjikan untuk mencapai tujuan Kimia Hijau. Sejumlah bahan kimia penting dapat disintesis oleh organisme terekayasa. Seperti asan Shikimat, sebuah precursor Oseltamivir yang difermentasi oleh Roche di dalam bakteri.
Istilah Kimia Hijau atau Green Chemistry sendiri diperkenalkan oleh Paul Anastas pada tahun 1991.Kimia Hijau tidak untuk mengatasi masalah lingkungan, tetapi adalah suatu pendekatan untuk mencegah terjadinya polusi dan yang penting adalah untuk memperbaiki lingkungan.

Referensi
84 % Air Sungai Cisadane Tercemar Limbah, republika on line, Kamis 28 Maret 2013
Pencemaran Sungai Ciliwung Kian Parah, antara.com, Jumat 24 April 2015
Green Chemistry, United States Environmental Protection Agency, 2006-06-28 yang diakses pada 2011-03-23
Menjejaki penggunaan praktis di dalam sintesis kimia, Ryoji Noyori, J.Chem.Comm., 2005(14), 1807-1811
Chemistry Explained

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.