Abstrak
Green chemistry merupakan kajian di bidang kimia yang relatif baru yang memfokuskankajiannya pada penerapan sejumlah prinsip kimia dalam merancang menggunakan atau
memproduksi bahan kimia untuk mengurangi pemakaian atau produksi bahan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan mahluk hidup dan pelestarian lingkungan. Kajian green chemistryini mencakup konsep dan pendekatan yang efektif untuk mencegah pencemaran lingkunganyang diakibatkan oleh proses dan produk bahan kimia beracun dan berbahaya, karena penerapan metode pemacahan masalah secara inovatif terhadap masalah lingkungan.
Isi
Kimia hijau atau green chemistry adalah sebuah paradigma baru yang menggiatkan rancangan proses dan produk yang bisa memperkecil bahkan menghilangkan penggunaan maupun pembentukan bahan kimia beracun dan berbahaya. Sedikit berbeda dengan cakupan bahasan kimia lingkungan yang mengurusi aspek-aspek kimia dalam lingkungan, maka kimia hijau lebih mengarahkan pandangannya pada persoalan mencari metode proses kimia yang lebih ramah lingkungan, mengurangi, dan mencegah polusi serta sumber polusinya.
Bisa dikatakan kimia hijau adalah pengetahuan basi karena hanyalah hasil kolaborasi dari beragam disiplin ilmu kimia yang telah mapan sebelumnya. Tapi yang menjadikan dia bersinar di lingkup disiplin kimia adalah konsepnya. Paradigma kimia hijau ini telah mengundang dan menuntun para ilmuwan untuk mengembangkan inovasi proses kimia yang menggeser, menambah/mengurangi atau memperbaharui proses kimia tradisional-konvensional menjadi lebih ramah terhadap lingkungan maupun manusia tanpa meninggalkan prinsip-prinsip optimasi proses produksi. Berikut ini akan dipaparkan sedikit konsep-prinsip kimia hijau.
Tahun 2005, Ryoji Noyori mengajukan tiga aspek pengembangan kimia hijau, yaitu karbon dioksida superkritis sebagai pelarut hijau, hidrogen peroksida sebagai agen oksidasi hijau, dan penggunaan hidrogen dalam sintesis senyawa asimetris. Aspek-aspek tersebut menjadi jauh lebih beragam seiring dengan berkembang pesatnya gairah ilmuwan bergiat di bidang kimia hijau. Proses kimia dalam reaktor ukuran mikro, proses kimia yang melibatkan cecair ionik (ionic liquids) maupun reaksi kimia dalam pelarut multi fasa adalah sedikit contoh tambahan aspek.
Paul Anastas dan John C. Warnerkemudian mengembangkan 12 prinsip demi mendefinikan kimia hijau.
1. Mencegah terbentuknya sampah sisa proses kimia dengan cara merancang sintesa kimia yang mencegah terbentuknya sampah atau polutan.
2. Merancang bahan kimia dan produk turunannya yang aman yang menghasilkan produk kimia yang efektif tapi tanpa atau rendah efek racunnya.
3. Merancang sintesa kimia yang jauh berkurang efek bahayanya, berarti merancang proses dengan menggunakan dan menghasilkan senyawa yang memiliki sedikit atau tanpa efek beracun terhadap manusia dan lingkungan
4. Memanfaatkan asupan proses kimia dari material terbaharukan. Bahan baku dari produk agrikultur atau aquakultur bisa dikatakan sebagai bahan baku terbaharukan, sedangkan hasil pertambangan dikatakan sebagai bahan tak dapat diperbaharui.
5. Menggunakan katalis. Reaksi yang memanfaatkan katalis memiliki keunggulan karena hanya menggunakan sedikit material katalis untuk mempercepat dan menaikkan produktifitas dan proses daur reaksi.
6. Menghindari proses derivatisasi tehadap senyawa kimia. Artinya menghindari tahapan pembentukan senyawa antara atau derivat ketika melakukan reaksi, karena agen derivat tersebut menambah hasil samping atau hanya terbuang percuma sebagai sampah.
7. Memaksimalkan ekonomi atom dengan jalan merancang proses sehingga hasil akhir mengandung perbandingan maksimum terhadap asupan awal proses sehingga tidak menghasilkan sampah atom.
8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman dengan cara mencoba menghindari penggunaan pelarut, agen pemisah, atau bahan kimia pembantu lainnya. Pelarut digunakan seminimal mungkin dan tidak menimbulkan masalah pencemaran atau kerusakan terhadap lingkungan dan atmosfer. Air adalah contoh pelarut segala (universal solvent) yang ramah lingkungan.
9. Meningkatkan efisiensi energi yaitu melakukan reaksi pada kondisi mendekati atau sama dengan kondisi alamiah, misalnya suhu ruang dan tekanan atmosfer.
10. Merancang bahan kimia dan produknya yang dapat terdegradasi setelah digunakan menjadi material tidak berbahaya atau tidak terakumulasi setelah digunakan.
11. Analisis pada waktu bersamaan dengan proses produksi untuk mencegah polusi. Dalam sebuah proses, dimasukkan tahapan pengawasan dan pengendalian bersamaan dengan dan sepanjang proses sintesis untuk mengurangi pembentukan produk samping.
12. Memperkecil potensi kecelakaan yaitu merancang bahan kimia dan wujud fisiknya yang dapat meminimalkan potensi kecelakaan kimia misalnya ledakan, kebakaran, atau pelepasan racun ke lingkungan.
Green Chemistry bukan sekedar konsep. Cara terbaik memahami Green Chemistry tentu haruslah dari aplikasinya juga. Hal ini penting guna menepis anggapan bahwa Green Chemistry cuma konsep yang bagus . Beberapa penemuan dan aplikasi Green Chemistry yang memenangkan penghargaan dari Presidential Green Chemistry Challenge Awards yang didukung ACS Green Chemistry Institute
1) Vitamin C (asam askorbat) untuk proses pembuatan polimer,
Professor Krzysztof Matyjaszewski dari Carnegie Mellon University telah mengembangkan pelarut yang aman bagi lingkungan. Proses yang ditelitinya disebut “ Atom Transfer Radical Polymerization (ATRP)” yang biasa dilakukan untuk proses pembuatan polimer.Menariknya proses ATRP ini dilakukan dengan Vitamin C (asam askorbat) sebagai pereduksi (reduction agent).Tentu saja hal ini menghemat pemakaian katalis serta aman bagi lingkungan.
2) Gula dan minyak sayur sebagai bahan baku cat
Procter and Gamble mengembangkan cat yang yang dapat diperbaharui. Produsen cat biasanya memakai senyawa alkid sebagai bahan baku cat karena sifatnya tahan lama, mengkilap dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya bahan bangunan, industri metal, alat pertanian dan konstruksi. Namun sayangnya senyawa ini beracun. Oleh karena itu Procter & Gamble menciptakan formulasi cat berbahan baku minyak Sefose® menggantikan bahan baku yang berasal dari turunan minyak bumi. Minyak Sefose® dibuat dari gula dan minyak sayur yang jauh lebih aman bahkan pemakaiannya hanya separuh dari senyawa alkid.
3) Gula pati dan selulosa sebagai bahan bakar.
Virent Energy Systems, Inc. membuat bahan bakar yang berasal dari Gula pati dan selulosa, Cadangan minyak bumi yang terus menipis mendorong perusahaan ini mencari bahan bakar alternatif dari sumber yang dapat diperbaharui. Dengan bahan dasar air dan katalis khusus gula pati dan selulosa dapat diubah menjadi bahan bakar alternatif melalui proses yang hemat energi dan mudah dimodifikasi sesuai kebutuhan. Ini suatu terobosan yang menarik untuk mengimbangi harga minyak bumi yang tidak stabil.
4) Pemakaian enzim untuk pembuatan bahan dasar kosmetik .
Eastman Chemical dikenal sebagai perusahaan yang membuat kosmetik dan perlengkapan mandi . Perusahaan seperti ini seringkali memakai asam kuat dan pelarut yang beracun. Pemakaian bahan–bahan jenis ini membutuhkan proses yang mahal . untuk mengatasi masalah ini Eastman Chemical mengembangkan teknologi pembuatan ester yang biasa digunakan sebagai bahan baku dengan secara enzimatis. Pembuatan ester dengan cara ini ternyata lebih hemat dan aman karena berbahan baku alami.
5) Kacang kedelai sebagai Bahan Pembuatan Toner printer
Umumnya toner printer dibuat dari turunan minyak bumi. Sifatnya yang sulit lepas dari kertas mempersulit proses daur ulang. Perusahaan Battelle bersama Advanced Image Resources dan badan kedelai Ohio. Menciptakan toner yang berasal dari kedelai.Toner kedelai ini memiliki kualitas yang sama dengan toner konvensional selain mudah dihapus dari kertas dan pembuatannya yang hemat energi. Tentu saja ini berita baik karena proses daur ulang jadi lebih mudah .
6) Kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan lem perekat
Lem perekat banyak dipakai di perusahaan kayu dan kertas. Namun lem perekat yang umum dipakai mengandung formaldehid yang diketahui cukup berbahaya dan bisa menyebabkan kanker. Professor Kaichang Li dari Oregon State University bersama perusahaan pengolahan hutan Columbia and Hercules Inc. Mengembangkan bahan perkat berbahan dasar kacang kedelai sebagai pengganti 47 juta pon perekat berbahan dasar formaldehid.
7) Green process ala S.C. Johnson & Son, Inc.
Mulai tahun 2005 S.C. Johnson & Son, Inc, membuat sistem yang mengukur sejauh mana kandungan produk yang mereka buat memiliki pengaruh pada lingkungan dan kesehatan. Sistem ini dinamakan Greenlist™. Dengan sistem ini formulasi dari suatu produk lebih mudah di modifikasi, hasilnya S.C. Johnson & Son berhasil mengurangi 4 juta pon pemakaian polyvinylidene chloride(PVDC) per tahun.
Daftar Pustaka
Anastas, P.,dan Warner, J.C., 1998, Green Chemistry, Theory and Practice, Oxford University Press, Oxford.
Clark,J.H, 1995. Chemistry Of Waste Minimization. Glasgow : Blackie Academic&Profesional.
Doxsee Kenneth M./Hutshison James E. , 2004. Green Organic Chemistry Strategis, Tools, and Laboratory Experiments, United States : Thomson Brooks/Cole.
Shanghi, Rasmi, 2003. ”The Need For Green Chemistry” :Environtment Friendly Alternative. New Delhi :Naroso Publishing House.
Sharma, S.K., Chaudhary,A., dan Singh, R.V., 2008, Gray Chemistry Versus Green Chemistry: Challenges and Opportunities, Rasayan J.Chem., 1, 1, 68-92.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.