Kimia Dan Pangan Yang Mematikan
Oleh : arisa savitri eka
pratiwi (G21-Arisa)
Abstrak
Perkembangan dan
pertumbuhan masyarakat yang selaras dengan perkembangan ilmu dan teknologi
kimia sangat pesat dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Pangan adalah
komponen terpenting dalam kehidupan manusia begitu juga dengan kimia. Namun
dalam kaitannya dengan kimia konstektual berbagai isu mengenai kimia pangan
banyak menjadi perhatian publik. Untuk itu manusia diwajibkan lebih peduli akan
makanan yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya.
Kata kunci : pangan,
bahan tambahan pangan, peduli kesehatan.
Isi
Menurut sumarwan (1997), Perkembangan
teknologi pengolahan pangan, disatu pihak memang membawa hal-hal yang positif
seperti: peningkatan pengawasan mutu, perbaikan sanitasi, standarisasi
pengepakan dan labeling serta grading. Namun di sisi lain teknologi pangan akan
menyebabkan semakin tumbuhnya kekhawatiran semakin tinggi resiko tidak aman
bagi makanan yang dikonsumsi. Teknologi pangan telah mampu membuat
makanan-makanan sintetis, menciptakan berbagai macam zat pengawet makanan, zat
additives Berta zat-zat flavor. Zat-zat kimia tersebut merupakan zat-zat yang
ditambahkan pada produk-produk makanan, sehingga produk tersebut lebih awet,
indah, lembut dan lezat. Produk-produk inilah yang disukai konsumen untuk
dikonsumsi. Tetapi dibalik semua itu, zat-zat kimia tersebut mempunyai dampak
yang tidak aman bagi kesehatan. Dalam hal ini jarang sekali disadari konsumen,
sehingga konsumen tetap mengkonsumsinya dan semakin sering mengkonsumsinya,
zat-zat tersebut semakin menumpuk dan akhirnya menjadi racun.
Menurut arifin, dalam (EVY,
2004; RAMIDI, 2004; SUKU DINAS PETERNAKAN JAKARTA UTARA, 2004; BPOM, 2006). Bahan
pangan yang berkualitas baik haruslah aman, sehat dan halal yang berarti bahan
tersebut harus bebas dari kontaminasi bahan yang berbahaya dan mempunyai nilai
gizi yang cukup tinggi, mudah diperoleh di pasar dan memberikan keamanan bagi
pemakai atau konsumen. Dalam rangka menjaga agar bahan makanan berkualitas,
maka diusahakan bahwa pangan tersebut dijauhkan dari penambahan bahan pengawet
yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Laporan yang genjar akhir-akhir
ini mengenai ditemukannya formalin dalam beberapa makanan, telah menimbulkan
keresahan di masyarakat
Formalin adalah larutan
tidak berwarna dan berbau tajam menusuk, mengandung sekitar 30 – 50% formaldehid
(HCHO) dalam air, biasanya ditambahkan metanol 0,5 – 10% sebagai stabilisator
untuk mencegah polimerisasi. Formaldehida dalam bentuk murni (100%) berwujud
dan dipasaran bentuk ini praktis tidak tersedia karena pada suhu dan tekanan
normal mudah mengalami polimerisasi membentuk padatan (WINDHOLZ. 1989; ROE dan
WOOD, 1992). Sebagai bahan kimia formalin digolongkan sebagai bahan kimia
berbahaya karena sangat mudah menghasilkan gas formaldehyde yang beracun. Oleh
karena itu, formalin harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, dalam
ruangan dengan ventilasi yang cukup baik. Kontak dengan formalin secara
berulang akan menyebabkan radang hidung, radang tenggorokan, mual mual,
gangguan pernafasan, menyebabkan batuk khronis, juga dapat menyebabkan radang
paru-paru. Formalin termasuk salah satu karsinogen yaitu penyebab timbulnya
kanker. Kanker pada saluran pernafasan dan kanker mulut telah dilaporkan
sebagai akibat terpapar formalin dalam jangka waktu lama (BARDANA dan
MONTANARO, 1991). Karena formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, maka
seharusnya pangan tidak mengandung formalin. Namun pada isu formalin sebagai
pengawet daging ayam, mie basah, ikan segar, tahu dan sebagainya dipasaran
masih ditemukan. (arifin, 2007).
Menurut Pipit (2005)
ciri-ciri makanan yang mengandung formalin :
Ciri-ciri mi basah yang mengandung formalin:
* Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)
* Bau agak menyengat, bau formalin
* Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal
* Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)
* Bau agak menyengat, bau formalin
* Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal
Ciri-ciri tahu yang mengandung
formalin:
* dak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)
* Tahu terlampau keras, namun tidak padat
* Bau agak mengengat, bau formalin (dengan kandungan formalin 0.5-1ppm)
* dak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)
* Tahu terlampau keras, namun tidak padat
* Bau agak mengengat, bau formalin (dengan kandungan formalin 0.5-1ppm)
Ciri-ciri ikan segar yang
mengandung formalin:
* Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)
* Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna daging ikan putih bersih
* Bau menyengat, bau formalin
* Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)
* Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna daging ikan putih bersih
* Bau menyengat, bau formalin
Masih
rendahnya kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan dan sebaliknya masih banyak
masalah dan kendala yang dihadapi dalam upaya menciptakan keamanan pangan,
antara lain disebabkan karena belum dipahaminya pengertian tentang proses
pengolahan yang baik, penggunaan bahan kimia yang melebihi ambang batas dan
sebagainya. Sehingga masih belum menjamin bahwa makanan yang dikonsumsi oleh konsumen
benar-benar sehat, aman dan halal, Sumarwan (1997)
Kepedulian
manusia akan makanan dan kesehatan sangatlah penting, demi menjaga kesehatan
masyarakat diharapkan lebih peduli terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Makanan
yang sehat akan menghasilkan tubuh yang sehat.
Daftar
pustaka
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia,
Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.