@D18-Rifqi, @ProyekB09
Oleh Rifqi Baihaqi
Green Industry adalah
sebuah istilah yang dikenal melalui International Conference on Green Industry
in Asia di Manila, Filipina tahun 2009, atas kerjasama antara United Nations
Industrial Development Organization (UNIDO), United Nations Economic and Social
Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP), United Nations Environment
Programme (UNEP), International Labour Organization (ILO), dan dihadiri 22
negara termasuk Indonesia. Salah satu output dari pertemuan tersebut adalah
dokumen Manila Declaration on Green Industry in Asia. Deklarasi Manila tersebut
bersifat nonlegally binding, dan merupakan komitmen bersama negara-negara di
Asia dalam upaya penanganan masalah lingkungan hidup melalui efisiensi
penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi gas karbon utamanya disektor
industri. Efisiensi sumberdaya dapat dilakukan dengan menerapkan 3R (reduce,
reuse, dan recycle) yang merupakan inti dari cleaner production, sedangkan
rendah karbon dapat dicapai dengan menerapkan CO2 emission reduction yang
sejalan dengan Clean Development Mechanism (CDM); effisiensi energi dan
diversifikasi dalam rangka mendapatkan energi terbarukan. Green Industry adalah
komitmen setiap industri untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan akibat
proses produksi dan produk yang dihasilkannya melalui efisiensi penggunaan
sumberdaya secara terus menerus serta bersifat rendah karbon yang diterapkan
pada pemilihan bahan baku, proses produksi, produk akhir, dan pelayanan di
suatu kegiatan/industri.
Green
industry merupakan konsep pengembangan industri yang berkelanjutan secara
ekonomi, lingkungan, dan sosial, dimana setiap jenis industri berpotensi untuk
“green”. Dalam Rencana Aksi Deklarasi Manila, telah dirumuskan langkah-langkah
yang diperlukan untuk mereduksi intensitas penggunanan sumberdaya alam dan
emisi karbon dari sektor industri di Asia, serta memonitor upaya-upaya dalam
skala nasional. Dalam deklarasi tersebut, pilar-pilar yang tercakup dalam green
industry adalah produksi bersih produk dan layanan yang berwawasan lingkungan
serta pertumbuhan dan daya saing. Secara menyeluruh, konsep green industry
merupakan cara pengembangan sektor industri yang berkesinambungan, baik secara
ekonomi, lingkungan, maupun sosial (EPS, 2009). Industri-industri yang dapat
menerapkan green industry adalah industri yang bergerak di sektor
“environmental good” dan jasa, meliputi : industri pendaur ulang, pengolah
limbah, pemusnah limbah, pengangkut limbah, konsultan lingkungan, industri
pengolah air limbah, pengendali pencemaran udara, peralatan pengolah limbah,
industri manufaktur dan instalasi peralatan energi yang terbarukan, konsultan
energi, laboratorium khusus pengukuran dan analisa lingkungan, dan industri
yang memproduksi teknologi bersih. Menurut OECD, konsumsi sumber daya alam per
kapita di wilayah Asia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju
(OECD). Sedangkan dilihat dari intensitas konsumsi sumber daya untuk menghasilkan
satu satuan GDP sebesar dua kali dari intensitas konsumsi sumber daya di Eropa
dan Amerika Utara. Dengan demikian, masih ada peluang untuk meningkatkan
efisiensi sumber daya di Asia. Dengan melakukan efisiensi sumber daya terutama
di sektor industri antara lain melalui 3R dan penggunaan low carbon resources,
maka akan menurunkan biaya produksi sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan daya saing internasional serta mencapai target di bidang
lingkungan yaitu penurunan emisi CO2.
2
Strategi Mewujudkan Industri Hijau
Menteri Perindustrian
Saleh Husin mengungkapkan ada 2 (dua) strategi dalam mewujudkan industri hijau.
Pertama,mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau (greening
of existing industries). Kedua, membangun industri baru dengan menerapkan
prinsip-prinsip industri hijau (creation of new green industries). Hal tersebut
disampaikan Menperin dalam paparannya pada acara Tropical Landscapes Summit: A
Global Investment Opportunity di Jakarta, Selasa (28/4).
Pengembangan industri
yang sudah ada menuju industri hijau,dilakukanmelalui berbagai upaya antara
lain: (1) Rencana penerapan 5 standar industri hijau yaitu industri tekstil,
ubin keramik, semen, baja, serta pulp dan kertas; (2)Katalog bahan baku ramah
lingkungan untuk industri tekstil, ubin keramik, dan makanan; (3) Pedoman umum
dan teknis konservasi energi dan pengurangan emisi gas CO2; (4) Panduan teknis
untuk studi kelayakan untuk implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan
Emisi CO2; (5) Panduan pengolahan limbah
cair, bahan berbahaya dan beracun (B3);
Selanjutnya, (6) Panduan
produksi bersih; (7) Program restukturasi mesin untuk industri gula, industri
tekstil dan produk tekstil serta industri kulit dan alas kaki yang telah
dilakukan sejak tahun 2007;serta (8) Pemberian penghargaan Industri Hijau sejak
tahun 2010 dan pada tahun 2014 telah diberikan penghargaan kepada 256
perusahaan.
Sedangkan, untuk
pembangunan industri baru akan diterapkanprinsip-prinsip Industri Hijau dalam
proses produksinya seperti penggunaanbahan baku, energi, dan air yang efisien.
“Insentif yang bisa diberikan untuk industri yang telah menerapkan industri
hijau berupa peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) perusahaan
industri, dukungan promosi, serta penyediaan tenaga ahli audit energi, air dan
bahan baku,” tegas Menperin.
Lebih lanjut Menperin
menjelaskan mengenai konsep industri hijau, yang mengutamakan efisiensi dalam
proses produksi dengan karakteristik sebagai berikut: penggunaan material,
energi, dan air denganintensitas yang rendah; penggunaan energi alternatif;
melakukan minimisasi limbah dan pemenuhan baku mutu lingkungan; menggunakan
teknologi rendah karbon dan SDM yang kompeten.
“Dengan penerapan industri hijau melalui penggunaan
teknologi rendah karbon, tentunya akan memberikan dampak penghematan energi,
air dan bahan baku. Selain itu juga akan meningkatkan produktivitas dan
menghasilkan limbah yang lebih sedikit,” papar Menperin.
Dapat disampaikan, pada
tahun 2050, diperkirakan dunia akan membutuhkan 55 persen air lebih banyak, 60
persen tambahan makanan, 70 persen lebih energi dan 100 persen tambahan energi
listrik. Hal ini diperkuat dengan laporan dari United Nations Environment
Programme (UNEP) tahun 2014 yang menyatakan bahwa: (a) akan dihasilkan lebih
dari 36 miliar metrik ton karbondioksida yang dapat menyebabkan peningkatan
temperatur sebesar 3 derajat celcius atau lebih pada akhir abad ini; (b)
terjadi defisit kebutuhan air bersih, mengingat kebutuhan air bersih akan
mencapai 2 miliar kilometer kubik, sementara ketersedian jumlah air bersih yang
ada di bumi sekitar 1,4 miliar kilometer kubik; (c) kebutuhan energi
diperkirakan menjadi 3 kali lipat dari jumlah energi yang digunakan saat ini;
(d) populasi diperkirakan akan melampaui 9 miliar, dan (e) 60 persen dari ekosistem
yang ada akan rusak dan tidak dapat diperbaharui.
“Saat ini sumber daya
alam semakin berkurang, permintaan semakin tumbuh akibat pertumbuhan populasi,
mesin dan sistem produksi kurang efisien, adanya kesepakatan tentang lingkungan
hidup global dan terjadinya degradasi lingkungan. Hal ini menyebabkan kita
tidak bisa lagi melaksanakan proses business as usual. Oleh karena itu,
industri hijau adalah salah satu solusi yang diharapkan,” tegas Menperin.
Pemerintah indonesia
telah memiliki tekad yang kuat dalam pembangunan yang berkelanjutan melalui
program industri hijau. Menperin mengharapkan, pengembangan industri hijau
mendapatkan dukungan dari semua pihak termasuk investasi yang diperuntukkan
dalam modifikasi teknologi bahkan mengembangkan teknologi baru yang bisa
memberikan efisiensi dan produktivitas yang tinggi.
“Disinilah yang kami
maksudkan investasi hijau bisa mengambil peran. Dengan langkah-langkah yang
kami lakukan telah menunjukan bahwa kebijakan Pemerintah Indonesia selaras
dengan arah kebijakan Green Investment yang saat ini menjadi kecenderungan
dunia,” pungkas Menperin.
Strategi
Industri hijau :
•Mengembangkan kerjasama
internasional terkai tperumusan kebijakan dan pendanaan dalam pembangunan dan
pengembangan industry hijau;
•Memperkuat kapasitas
institutional untuk mengembangkan industry hijau;
•Membangun koordinasi
antara pemerintah, masyarakat dan sector swasta;
•Mempromosikan/
mensosialisasikan kebijakan dan regulasi teknis yang berkaitan dengan industry
hijau(meliputi bahan baku, proses produksi, teknologi dan produk yang ramah
lingkungan).
•Meningkatkan kemampuan
SDM, transfer teknologi, dan memperkuat R&D
Pengembangan Industri
Hijau membutuhkan dukungan dari semua pihak,,yaitu pelaku industri,pemerintah
dan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Kementrian Perindustrian RI, (2012),
Kebijakan Pengembangan Industri Hijau(
Green Industry Workshop Efisiensi Energi di IKM 27
Maret 2012 ,Jakarta
·
Achmad Faishal ,Hukum Lingkungan
Pengaturan Limbah Dan Paradigma Industri Hijau,
Pustaka Yustisia , Februari – 2016
·
Anonim. 2016. Kemenperin Dorong Pengembangan
Industri Hijau. Indonesia: Kemenperin
·
Anonim. 2016. Menperin Terbitkan Pedoman
Standar Industri Hijau. Indonesia: Kemenperin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.