@D23-Abi
Oleh: M. Abi Haykal
Dampak utama dari pemanasan global terjadi antara lain
peningkatan suhu muka laut dan peningkatan tinggi muka air laut, kekeringan dan
banjir, gagal panen, timbulnya wabah penyakit, dan lain-lain. Di Indonesia
besarnya tutupan lahan dari sektor kehutanan yang merupakan isu utama dalam
pemanasan global yaitu dalam hal deforestasi dan perubahan tutupan lahan
menjadi perkebunan, lahan pertanian atau pemukiman. Emisi gas rumah kaca di
Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 2,1 GtCO2e dan akan meningkat menjadi
3,3 GtCO2e pada tahun 2030 (DNPI, 2010) (Gambar 1). Namun demikian dalam
analisis potensi manfaat, Indonesia memiliki peluang penurunan emisi karbon
hingga 2,3 GtCO2e hingga tahun 2030, atau penurunan 72 % dibandingkan trend
saat ini (DNPI, 2010). Dalam rangka mengatasi
peningkatan karbon tersebut, Indonesia memiliki kebijakan makro yaitu
“pembangunan rendah karbon” (low carbon development) yang intinya adalah
bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat terus berlangsung, namun disisi lain emisi
karbon dapat ditekan. Lebih jauh menurut Yuan (2011), pembangunan rendah karbon
adalah bentuk baru pembangunan ekonomi dan politik dengan menekan emisi karbon
dalam mencapai pembangunan berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan
kemasyarakatan.
Teknologi rendah
karbon selalu berkaitan dengan upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi
di wilayah Asia telah membantu berjuta-juta orang miskin, namun laju urbanisasi
dan industrialisasi, peningkatan konsumsi, dan pertumbuhan penduduk telah
memberikan tekanan yang lebih besar terhadap sumber daya alam. Kemajuan ekonomi terancam
oleh resiko kerusakan lingkungan, dan kelangkaan sumberdaya, ketidak merataan,
dan dampak negatif perubahan iklim.
Strategi
pertumbuhan teknologi rendah
karbon dapat mengatasi masalah-masalah tersebut, dan sesungguhnya membuka
peluang untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan membuka kesempatan kerja, dan
dapat berlangsung secara berkelanjutan. Beberapa negara yang saat ini sedang
menunjukkan perkembangan ekonomi yang baik, termasuk Indonesia, Cina, India dan
Thailand telah memulai transisi tersebut menuju model pembangunan ekonomi hijau
dimasa depan. Pemerintah sendiri mengajak seluruh masyarakat
untuk sama-sama terlibat dalam upaya penerapan pembangunan rendah karbon dalam
rangka mendukung keberlanjutan daya dukung lingkungan hidup.
Penerapan teknologi rendah karbon ini
jelas memiliki manfaat yang cukup signifikan yakni menurunkan emisi gas rumah
kaca terutama karbon dioksida, selain itu efek penghematan ekonomi akibat
efisiensi sumber daya dan energi juga dapat dicapai. Sebutlah teknologi
produksi bersih yang memaksimalkan performa kerja proses yang meminimalisir
adanya keluaran limbah dan keluaran bukan output (NPO-Non Product Output).
Dengan adanya efisiensi di bagian proses yang menyebabkan semakin efisiensinya
penggunaan bahan baku dan energi.
Selain
memiliki efek pengurangan GRK yang cukup signifikan, teknologi rendah karbon
memiliki efek pada penjagaan kualitas dan daya dukung lingkungan secara komperhensif.
Karena pada dasarnya, teknologi rendah karbon memiliki dasar pertimbangan
lingkungan atau kita kenal dengan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi
berwawasan lingkungan, green technology dan nama-nama sejenis yang lainnya.
Hanya saja penekanan teknologi rendah karbon adalah pada pengurangan emisi GRK,
itu saja yang mengkhususkannya dari teknologi yang lainnya. Efek penjagaan
keberlangsungan lingkungan tentu menjadi peran yang sangat penting. Bagaimana
pun lingkungan adalah system kompleks tempat manusia beraktifitas, jika rusak,
maka yang menjadi objek yang terancam tentu adalah manusia. Tentu manusia mana
pun tidak ingin hal ini terjadi. Oleh karena itu, penerapan teknologi rendah
karbon menjadi suatu usaha sekaligus harapan tersendiri bagi masyarakat dunia
akan pencegahan bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim-pemanasan global
yang diramalkan sampai akan membuat Indonesia kehilangan beberapa pulau
sekaligus pengurangan luas akibat dari kenaikan permukaan air laut.
DAFTAR
REFERENSI
Seno Adi, dkk. Juni 2011. Analisis Pembangunan Rendah
Karbon Studi Kasus Propinsi Lampung. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi.
Yuan,
Hu, Peng Zhou, Dequn Zhou. 201., What is Low-Carbon
Development? A Conceptual Analysis, Energy Procedia 5 (2011) 1706 – 1712,
IACEED2010, ScienceDirect, Elsevier.
Media Indonesia. 2017. Pembangunan
Rendah Karbon Harus Jadi Arus Utama. Dalam http://www.mediaindonesia.com/news/read/129072/pembangunan-rendah-karbon-harus-jadi-arus-utama/2017-10-26 Diakses pada tanggal 21 November 2017.
Parlina, Iin. 2015. Environmentally sustainable
low carbon technologies: Opportunities for SMEs.
Dalam https://iinparlina.wordpress.com/ragam-teknologi/pusat-teknologi-lingkungan-bppt/environmentally-sustainable-low-carbon-technologies-opportunities-for-smes/ Diakses pada tanggal 21 November 2017
Ferial. 2015. Strategi Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon. Dalam http://ebtke.esdm.go.id/post/2015/01/08/752/strategi.pembangunan.ekonomi.rendah.karbon Diakses pada tanggal 21 November 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.