PENCEMARAN DIDAERAH
JAWA TENGAH
@D18-Rifqi,@ProyekB06
Oleh Rifqi Baihaqi
·
PENCEMARAN TANAH DI KUDUS
Kudus merupakan salah
satu kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki banyak potensi di bidang
Perekonomian. Perkembangan perekonomian di kudus tidaklah lepas dari pengaruh
perindustrian. Beberapa perusahaan industri besar yang ada di Kudus adalah PT.
Djarum (Industri Rokok), Petra, PR. Sukun (Industri Rokok), PT. Nojorono, PT.
Hartono Istana Teknologi (d/h Polytron - Industri Elektronik), dan PT. Pura
Barutama (Industri Kertas & Percetakan). Selain itu di Kudus juga terdapat
ribuan perusahaan industri kecil dan menengah seperti industri rumahan
pembuatan jenang kudus, tahu dan lain sebagainya.
Banyaknya industri yang
berkembang di kota kudus ini tentunya juga berpengaruh pada kondisi lingkungan
di kota kudus. Dengan berkembangnya banyak industri ini menyebabkan berbagai
macam permasalahan lingkungan. Selain pesatnya perkembangan industri di kudus,
padatnya jumlah penduduk serta kemajuan alat transportasi juga memiliki
pengaruh terhadap permasalahan lingkungan di kota kudus. Permasalahan
lingkungan ini meliputi pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah.
Hal ini tentunya tidak lepas dari polutan yang dihasilkan oleh limbah industri
maupun limbah rumaah tangga. Untuk itu, pada makalah pencemaran lingkungan di
kota kudus ini, akan di bahan tentang pencemaran-pencemaran yang ada di kota
kudus.
SUMBER PENCEMARAN
Pencemaran tanah di kota
Kudus banyak diakibatkan oleh sampah-sampah rumah tangga, pasar, industri,
kegiatan pertanian, dan peternakan.
Sampah dapat dihancurkan
oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas, dan air, sehingga terbentuklah
humus. Sampah organik itu misalnya dedaunan, jaringan hewan, kertas, dan kulit.
Sampah-sampah tersebut tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan sampah
anorganik seperti besi, alumunium, kaca, dan bahan sintetik seperti plastik,
sulit atau tidak dapat diuraikan. Bahan pencemar itu akan tetap utuh hingga 300
tahun yang akan datang. Bungkus plastik yang kita buang ke lingkungan akan
tetap ada dan mungkin akan ditemukan oleh anak cucu kita setelah ratusan tahun
kemudian.
Sampah-sampah yang
dihasilkan oleh berbagai kegiatan masyarakat mulai dari kegiatan rumah tangga,
pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan ini menumpuk di beberapa
tempat pembuangan sampah di Kota Kudus. Tumpukan sampah ini tentunya memiliki
dampak yang tidak baik untuk kelestarian lingkungan khususnya tanah. Adanya
berbagai macam jenis sampah ini menjadikan kualitas tanah menjadi menurun.
SOLUSI
·
Memberikan kesadaran terhadap masyarakat
tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai lingkungan
hidupnya.
·
Meminimalkan penggunaan bahan kimia.
·
Memakai plastik berulang kali. Sampah
plastik sulit diurai dan kalau dibakar menimbulkan zat beracun.
·
Memilah antara sampah basah dan sampah
kering dan menyediakan tempat untuk keduanya.
DAMPAK DARI PENCEMARAN
1.
Mengurangi
kesuburan tanah
Dampak pertama yang akan kita rasakan dari
adanya tanah yang tercemar pastinya akan menurunkan kesuburan pada tanah itu
sendiri. seperti yang kita ketahui
sebelumnya bahwasannya tanah ini pada dasarnya mempunyai keunggulan. Salah satu
keunggulan tanah adalah mempunyai nilai kesuburan sehingga banyak tanaman bisa
hidup dengan subur.
Namun ketika tanah ini sudah tercemar
dengan berbagai macam zat yang merugikan (baik zat kimia maupun non kimia), hal
ini akan menurunkan tingkat kesuburan tanah tersebut. Tanah akan menjadi tidak
subur karena zat- zat polutan sudah merusak jaringan kesuburan tanah tersebut.
Akibatnya, banyak tanaman yang tidak akan bisa tumbuh dengan baik.
2.
Membuat
tumbuh- tumbuhan dan makhluk hidup lainnya mati
Masih serangkaian dengan dampak pencemaran
tanah yang akan menurunkan tingkat kesuburan. Hal ini juga akan berakibat pada
masa hidup tanaman. Tamanan yang awalnya tumbuh dengan subur, lama- kelamaan
akan menjadi layu, bahkan akan mati.
Selain tanaman, pencemaran pada tanah ini
juga akan berdampak pada makhluk hidup lainnya (seperti binatang dan manusia).
Zat- zat polutan yang ada di dalam tanah akan masuk ke dalam janrungan
tumbuhan. Dan ketika tumbuhan tersebut dimakan oleh manusia maupun binatang,
maka efek negatifnya dapat tersalurkan pada binatang atau manusia yang memakan
tumbuhan tersebut.
3.
Menyebabkan
pencemaran pada udara
Pencemaran tanah juga akan berdampak pada
pencemaran udara. Hal ini karena zat- zat yang mencemari tanah tersebut
(misalnya sampah) dalam jangka waktu yang lama akan membuat udara yang ada di
sekitarnya menjadi tidak sehat. Akibatnya udara tersebut menjadi tidak nyaman
untuk dihirup. Selain itu, apabila yang membuat pencemaran pada tanah adalah
sampah, maka ketika akan terjadi proses dekomposisi maka akan menimbulkan bau
yang begitu mneyengat. Dan inilah yang disebut dengan pencemaran udara
·
PENCEMARAN UDARA DI TEGAL
Pencemaran
Udara
Pencemaran udara di beberapa Kecamatan di
Kabupaten Tegal karena semakin banyak ditemukan. Pencemaran udara yang terjadi
disebabkan oleh aktivitas sehari-hari masyarakat dan karena lingkungan itu
sendiri. Aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran udara yaitu kegiatan
produksi baju yang menghasilkan debu konveksi di Kecamatan Adiwerna, pengolahan
batu gamping atau kapur di Desa Karangdawa, Kecamatan Margasari, dan penebangan
pohon untuk lahan industri atau pemukiman serta hujan abu akibat aktivitas
gunung Slamet yang meliputi beberapa daerah di Kabupaten Tegal bagian selatan.
Pekerjaan masyarakat Kecamatan Adiwerna
yang mayoritas adalah konveksi menyebabkan udara menjadi tercemar. Hal ini
dikarenakan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat baju menghasilkan
debu-debu atau partikel kecil yang berterbangan di udara yang lebih lanjut
dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA. Berdasarkan data dari Kecamatan
Adiwerna dalam angka tahun 2011, ISPA merupakan salah satu penyakit yang paling
sering dilaporkan di Puskesmas Adiwerna dengan jumlah 27.407. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena sebagian besar rumah untuk tempat tinggal masyarakat
Kecamatan Adiwerna dengan rumah untuk memproduksi baju masih jadi satu. Selain
itu, semakin jarangnya pepohonan yang ditemukan di Kecamatan ini juga
memperparah pencemaran udara yang terjadi. Hal ini tak lain disebabkan oleh
pemukiman penduduk yang semakin padat dan membutuhkan lahan yang lebih luas
untuk membangun rumah sehingga penebangan pohon atau penggusuran lahan
pertanian.
Pengolahan batu kapur merupakan salah satu
sumber pencemaran udara, dengan hasil yang ditimbulkan berupa gas seperti: CO2,
CO, dan partikel debu. Partikel debu batu kapur ini dapat mengganggu kesehatan
bila tertiup manusia, antara lain dapat mengganggu pernapasan, seperti sesak
napas. Dampak negatif yang paling sering dirasakan secara lain adalah
pencemaran udara dari cerobong asap tobong pembakar kapur. Bahan bakar yang
digunakan untuk membakar kapur kebanyakan menggunakan blotong atau ersit, yaitu
residu dari sisa-sisa proses pabrik kimia yang dapat menimbulkan rasa perih di
mata dan sesak napas ketika menghirup asapnya dan jika tersentuh kulit secara
langsung akan terasa terbakar (Setiardi, 2005). Hasil pemeriksaan kapasitas
fungsi paru pekerja pembakaran kapur di Desa Karangdawa oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Tegal tahun 2005, sebanyak 102 orang (49,76%) kapasitas fungsi
parunya tidak normal (Puskesmas Margasari, 2005)
Solusi yang sudah diterapkan oleh sebagian
masyarakat yaitu memisahkan tempat tinggal dan tempat usaha produksi baju,
menciptakan lingkungan tempat kerja yang aman dan sehat yaitu pengaturan suhu
ruang dan cahaya serta udara agar debu konveksi tidak terpusat di satu tempat.
Selain itu rencana yang sudah dilakukan untuk mengatasi pencemaran batu kapur
yaitu pemeriksaan gratis pada masyarakat sekitar tempat pengolahan batu kapur
setiap tahun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal dan pelayanan pengobatan di
Puskesmas Pembantu Desa Karangdawa secara gratis, relokasi industri batu kapur
ke sentra industri kapur di dekat penambangan batu kapur Dukuh Apu, pembuatan bak penampung permanen oleh
pemilik tungku pembakar dari batu bata di ruang beratap untuk penanganan limbah
oli bekas,
Solusi yang dapat diterapkan dengan
pembuatan kebijakan khusus tentang pengolahan batu kapur di Desa Karangdawa
yang selama ini hanya diatur secara umum dalam peraturan Daerah Kabupaten Tegal
No.4 tahun 2002 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Tegal;
pengadaan penanganan limbah pengolahan batu kapur berupa asap atau debu,
pelengkapan semua tungku pembakaran batu kapur dengan filter penangkap debu
yang pernah diujicoba oleh Dinas Perindustrian pada tahun 2005; menggunakan
bahan bakar yang sedikit menimbulkan dampak terhadap lingkungan; mendesign
perletakan pembakaran batu kapur beserta pengolahan limbahnya secara sederhana;
mencari alternatif pengolahan batu kapur lain seperti jenis tungku pembakaran
dengan menggunakan bahan bakar batu bara; pemerintah melakukan penanganan atau
pengelolaan terhadap dampak lingkungan yang terjadi berupa pembuatan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Unit Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL) atau penanganan dampak secara sederhana; kerjasama
antara Pemerintah dan perbankan untuk turut membantu memberikan pinjaman lunak
kepada pemilik tungku untuk merelokasi tungku miliknya ke tempat yang telah ada
dan guna mengganti atau memodifikasi ulang tungku pembakaran batu kapur yang
ramah lingkungan; dan kerjasama pemerintah dengan dinas atau instansi terkait
dan masyarakat serta pemilik tungku untuk melakukan reboisasi dengan menanam pohon
di sekitar tungku pembakaran.
Persampahan merupakan isu penting dalam
masalah lingkungan perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah
berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan peningkatan
pendapatan Pemerintah Daerah yang sepadan untuk pengelolaan sampah kota. Sampah
akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya
(Hadi, 2000). Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah
berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan
kenyamanan untuk hidup sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Degradasi tersebut lebih terpicu oleh pola perilaku masyarakat yang tidak ramah
lingkungan seperti membuang sampah di badan air sehingga sampah akan menumpuk
di saluran air yang ada dan menimbulkan berbagai masalah turunan lainnya.
Sampah padat, salah satu jenis sampah
merupakan material yang terus menerus meningkat dan dibuang oleh masyarakat.
Sampah adalah segala bentuk limbah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia
maupun binatang yang biasanya berbentuk padat dan secara umum sudah dibuang,
tidak bermanfaat atau tidak dibutuhkan lagi (Theisen, 1997).
Berdasarkan data dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kabupaten Tegal tahun 2005-2025, Produksi sampah pada
tahun 2004 rata-rata sebanyak 345 m3/hari, dengan sampah yang terangkat atau
tertangani sebanyak 248,81 m3/hari
(72,12 %). Sebagian besar produksi sampah berasal dari sampah pasar (142,47
m3/hari) dan permukiman 108,90 m3/hari). Dari volume sampah tersebut. 46,20 %
merupakan sampah berupa daun dan 34,15 % merupakan sampah berupa karet atau
plastik. Produksi sampah ini akan terus meningkat jumlahnya seiring dengan
semakin bertambah banyaknya penduduk.
Masyarakat Kabupaten Tegal masih banyak
yang tidak mengetahui bagaimana cara mengelola sampah rumah tangga yang ada.
Banyak dari mereka yang menumpuk sampah-sampah yang ada sampai menggunung dan
setelah itu membakarnya, dan banyak pula yang membiarkannya sampai dipenuhi
oleh lalat, bahkan tak jarang pula sampah yang ikut terbawa saat musim hujan
dan menyebabkan air selokan meluap.
Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika
sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap
manusia dan lingkungan, yaitu :
Dampak
Terhadap Kesehatan.
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang
memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok
bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan
anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan adalah sebagai berikut (Gelbert dkk 1996 : 46-48) :
–
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.
–
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
–
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia).
Cacing ini sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui
makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
Dampak
Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk
ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk
ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam
air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain
berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert
dkk., 1996).
Masalah-masalah pengelolaan sampah yang
dapat saya tangkap dari keadaan lingkungan sekitar saya antara lain:
–
Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk Kabupaten Tegal.
–
Biaya operasional pengelolaan sampah yang semakin meningkat. Sementara
pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil dan tidak sebanding dengan
besaran anggaran yang digunakan untuk pengelolaan sampah.
–
Sarana dan prasarana yang kurang memadai
–
Partisipasi masyarakat yang masih rendah. Parisipasi masyarakat masih
rendah, terutama dalam sub sistem teknis operasional. Masih sedikit masyarakat yang
mau mengelola sampahnya ditingkat sumber (rumah tangga).
–
Belum memiliki teknik pengolahan sampah. Selama ini masih menggunakan
teknik open dumping yang merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya
membuang atau menimbun sampah disuatu tempat
tanpa ada perlakukan khusus atau pengolahan sehingga sistem ini sering
menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.
SOLUSI
Solusi yang sudah diterapkan untuk
mengatasi permasalahan sampah di Kabupaten Tegal yaitu penarikan biaya
retribusi sampah tiap bulannya pada seluruh rumah warga yang menghasilkan
sampah rumah tangga dan pengambilan sampah oleh petugas yang dilakukan secara
periodik yaitu tiga hari sekali. Namun solusi yang sudah ada ternyata tidak
dapat memecahkan permasalahan sampah yang terjadi di Kabupaten Tegal, apalagi
ketika musim hujan dimana sampah-sampah yang ada di rumah warga tidak diambil
oleh petugas secara rutin, bahkan bisa sampai satu minggu kemudian ketika
sampah sudah membusuk dan menimbulkan bau tidak enak serta menjadi sarang lalat
baru diambil oleh petugas. Selain dari ketidakdisiplinan petugas sampah,
rendahnya kesadaran warga dan peran serta dalam menjaga kesehatan lingkungan
salah satunya adalah dengan secara aktif membuang atau mengolah sampah rumah
tangga yang dihasilkannya juga turut memperparah permasalahan sampah yang
terjadi di Kabupaten Tegal. Oleh karena itu, diperlukan solusi lainnya yang
lebih efektif dan efisien untuk mengatasi permasalahan sampah, antara lain:
–
Memperbaiki sistem Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
–
Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah regional di Kecamatan
Suradadi, Kabupaten Tegal.
–
Pembangunan Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) sampah di setiap Kelurahan
atau kecamatan.
–
Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah.
–
Pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingya menjaga
kesehatan lingkungan yang dilakukan dengan cara penyuluhan atau bentuk promosi
kesehatan yang lainnya.
–
Disiplin kerja yang tinggi dalam diri petugas pengambil sampah. Hal ini
dapat diperoleh dengan memberikan upah yang layak dan sepadan dengan jasa yang
diberikannya.
–
Meningkatkan peran serta masyarakat yang sangat mendukung program
pengelolaan sampah suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang
persampahan adalah proses dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen
pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran
prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena
peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat,
masyarakat lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa
dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-CleanUp Bali,
2003). Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah
antara lain pengetahuan tentang sampah atau kebersihan, rutinitas pembayaran
retribusi sampah, dan adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan.
·
PENCEMARAN AIR DI BENGAWAN SOLO
Pencemaran Air
Dalam PP No. 20/1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai :
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Indikator atau tanda
bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda-tanda yang dapat diamati:
- Pengamatan secara fisis, yaitu
pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan),
perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
- Pengamatan secara kimiawi, yaitu
pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
- Pengamatan secara biologis, yaitu
pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air,
terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum
diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion
hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia
(Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical
Oxygen Demand, COD).
Sumber Pencemaran (non
point sources)
Beban Pencemaran dihitung
secara cepat dengan menggunakan rujukan dari World Healt Organization (WHO).
Beban pencemaran adalah jumlah
suatu unsur pencemar
yang terkandung dalam
air atau limbah. Perhitungan beban pencemaran
dilakukan di beberapa Sub DAS yang mengalir ke DAS Bengawan Solo Segment Jawa
Tengah terhadap kegiatan atau usaha skala kecil (rumah tangga) yaitu
peternakan, permukiman, pertanian, dan Industri kecil dengan hasil sebagai
berikut :
a.
Peternakan
Jenis
peternakan terdiri dari ternak sapi, babi, itik dan ayam
b. Pertanian
Kegiatan
pertanian cukup berpotensi sebagai pencemar, penggunaan pestisida dan pupuk
kimia menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Luas lahan pertanian di
wilayah DAS Bengawan Solo adalah 605.174 ha. Sebagian besar berlokasi di
Karanganyar, Sukoharjo dan Sragen. SubDAS yang berpotensi terjadi pencemaran
limbah pertanian adalah SubDAS Grompol, Mungkung, Kenatan, Keduang dan Jlantah.
Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan akan mencemari lingkungan, pencamar
utamanya adalah As, Hg, Sulfida dan Amonia. Pestisida kimia sumber pencemar
utamanya adalah As, Pb, Hg, Cu, Zn dan pH logam berat tersebut masuk kategori
limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3).
c. Permukiman
Sumber
limbah domestic adalah seluruh buangan yang berasal dari kegiatan permukiman
meliputi buangan kamar mandi, dapur air bekas cucian dan toilet. Rata-rata
konsentrasi BOD sebesar 353,43 mg/lt dan COD sebesar 615,01 mg/lt. Sebagian
besar daerah belum memilki sarana pengolahan limbah domestic, meskipun sudah
ada paling hanya mampu melayani 3-4% dari total penduduk, sisanya terbuang ke
lingkungan, hal yang menyebabkan lingkungan semakin menurun kualitasnya
d. Industri Kecil
Jenis
industri skala kecil (rumah tangga) terdiri dari industri tahu, industri
batik, industri tenun, industri alkohol.
Dampak
a) Dari Limbah Peternakan
Limbah
ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong
kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. limbah peternakan
sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk
berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media
yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara
kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat.
Senyawa
nitrogen yang terkandung dalam kotoran ternak adalah sumber polutan yang
mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan
konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses
eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses
nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya
kehidupan biota air. Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai
sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia
yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau
daging yang belum dimasak yang mengandung spora.
b) Dari Limbah Pertanian
Pupuk
dan pestisida biasa digunakan para petani untuk merawat tanamannya. Namun
pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari air. Limbah pupuk
mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang
dan eceng gondok. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali ini menimbulkan
dampak seperti yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen.
Limbah
pestisida mempunyai aktifitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa
aliran air keluar dari daerah pertanian, dapat mematikan hewan yang bukan
sasaran seperti ikan, udang dan hewan air lainnya. Pestisida mempunyai sifat
relatif tidak larut dalam air,tetapi mudah larut dan cenderung konsentrasinya
meningkat dalam lemak dan sel-sel tubuh mahluk hidup disebut Biological
Amplification, sehingga apabila masuk dalam rantai makanan konsentrasinya makin
tinggi dan yang tertinggi adalah pada konsumen puncak. Contohnya ketika di
dalam tubuh ikan kadarnya 6
ppm,
di dalam tubuh burung pemakan ikan kadarnya naik menjadi 100 ppm dan akan
meningkat terus sampai konsumen puncak.
c) Dari Limbah Pemukiman
Limbah
pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah anorganik
serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau
dibusukkan oleh bakteri. Contohnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan
daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau
kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah-sampah ini tidak dapat
diuraikan oleh bakteri (non biodegrable). Sampah organik yang dibuang ke sungai
menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar
digunakan bakteri untuk proses pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang
dibuang kesungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses
fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.
Deterjen
merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Pada saat ini
hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen, padahal limbah deterjen sangat
sukar diuraikan oleh bakteri.Sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama.
Penggunaan deterjen secara besar- besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada
air sungai atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng
gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan
permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya
matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.Jika tumbuhan air
ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen
dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.
d) Dari Industri Kecil
* Industri Tahu
Limbah
industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun
pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan
cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat
dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau
busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai.
Limbah
cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan
mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat
beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat
berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri
ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya
menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan
sakit pernapasan. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari
sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare,
dan penyakit lainnya.
* Industri Batik
Salah
satu sumber limbah adalah industri batik
rumahan. Limbah batik mengandung B3, termasuk warna, BOD, COD itu memang tinggi
sekali dibanding limbah rumah sakit. Pencemaran limbah batik berasal dari
penggunaan zat kimia sebagai pewarna.
SOLUSI
Bagi
pengusaha ternak limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan,
apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak.
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein,
lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau
biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances).
Pemanfaatan
limbah industri ternak diantaranya : Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing
Tanah, Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik, Pemanfaatan Untuk Gasbio, ataupun
sebagai bahan bakar dengan mengubahnya
menjadi briket.
Bagi
para petani yang menggunakan pestisida untuk tanamannya diharapkan menggunakan
dengan seefisien mungkin atau dengan katalain tidak berlebihan, karena sisa
pestisida tersebut akan mencemari air tanah lingkungan pertanian tersebut.
Menangani
Limbah Pemukiman perlu kesadaran dari semua lapisan masyarakat untuk berlaku
bijak dengan limbah rumah tangga yang dihasilkannya.
Pengelolaan
sampah, perubahan gaya hidup dan pola pikir tentang sampah, melakukan 4R Reduce
(pengurangan sampah), Reuse (menggunakan kembali). metode daur ulang dan
Replace (mengganti), serta tidak
membuang sampah terutama di sungai. Sampah padat dari rumah tangga berupa
plastik atau serat sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
dipisahkan, kemudian diolah menjadi bahan lain yang berguna, misalnya dapat
diolah menjadi keset.
DAFTAR
PUSTAKA
a.
http://www.google.com/Pencemaran-Sugai-Bengawan-Solo.html
b.
http://AnneAhira.blogger.html
c.
Mantini, Sri. 2009. Pengantar Kimia
Lingkungan. Semarang: UNNES
d.
Alkadri, et al. 1999. Tiga Pilar
Pengembangan Wilayah. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan
Wilayah-BPPT. Jakarta.
e.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
f.
Gelbert, M., et. al., 1996, Konsep
Pendidikan Lingkungan Hidup dan ”WallChart”, Buku Panduan Pendidikan Lingkungan
Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.
g.
Hadi, S.P. 2000. Pengantar Audit
Lingkungan. Makalah disajikan dalam Kursus Audit Lingkungan Angkatan VII, Pusat
Penelitian Lingkunga Hidup (PPLH). Lembaga Penelitian UNDIP. Semarang, 07-16
November.
h.
Sudrajad, Agung., 2006
Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan
diakses pada tanggal 22 oktober 2012 dari:
http//kamase_ugm@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.