Vaksin (dari
kata vaccinia,
penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan
kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang
digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit yang disebabkan
oleh bakteri atau virus, sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Vaksin dapat berupa
galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan, sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil
pemurniannya (protein, peptida, partikel
serupa virus, dsb.).
Edward Jenner menyadari bahwa mereka
yang telah terinfeksi oleh cacar sapi (cowpox) sebelumnya, maka tidak akan
terkena smallpox (Variola
vera). Pada tahun 1796, Edward Jenner menggunakan sapi yang diinfeksi dengan
cacar sapi (variolae vaccinae) untuk membuat vaksin yang melindungi
masyarakat dari smallpox. Ia menginokulasi seorang anak dengan cowpox dan
kemudian menginfeksinya dengan smallpox. Anak tersebut tetap sehat, karena
telah terkena cowpox sebelumnya. Inokulasi cowpox menyebabkan yang sakit lebih
sedikit daripada inokulasi smallpox.
Seorang anak yang
terinfeksi oleh smallpox (Variola vera) di Bangladesh, 1973.
EFEKTIFITAS
Dalam
sejarah, vaksin adalah yang terefektif untuk melawan dan memusnahkan penyakit infeksi. Bagaimanapun, keterbatasan
dari efektifitasnya ada. Kadang-kadang,
perlindungan gagal, karena sistem kekebalan yang diberi vaksin tidak memberikan
tanggapan yang diinginkan atau malah tidak ada sama sekali. Kurangnya tanggapan
terjadi, karena faktor-faktor klinis, misalnya diabetes, penggunaan steroid, infeksi HIV atau
usia. Bagaimanapun hal ini juga terjadi karena faktor genetik, jika sistem
kekebalannya tidak memiliki sel B strain yang dapat menghasilkan antibodi yang bereaksi efektif dan mengikat antigen dari patogen.
Bahkan jika yang divaksinasi mengembangkan
antibodinya, proteksinya mungkin tidak cukup; kekebalan mungkin berkembang
terlalu lambat, antibodi mungkin tidak dapat menumpas antigen sepenuhnya, atau
bisa juga terdapat berbagai strain patogen, tidak semuanya bergantung pada
sistem rekasi kekebalan.
Vaksinasi
ulang (Adjuvants) umumnya digunakan untuk meningkatkan tanggapan kekebalan,
terutama untuk usia lanjut (50-75 tahun ke atas), di mana tanggapan kekebalan
untuk vaksin sederhana mungkin melemah. Keefektifitasan
vaksin bergantung pada beberapa faktor:
·
penyakit itu sendiri (vaksin untuk penyakit A lebih ampuh
daripada vaksin untuk penyakit B)
·
starin dari vaksin (beberapa vaksin spesifik terhadapnya, atau
sekurangnya kurang efektif melawan strain tertentu dari penyakit)
·
tanggapan yang berbeda terhadap vaksin; sejumlah individu tidak
memberikan tanggapan pada vaksin tertentu, berati mereka tidak memproduksi
antibodi bahkan setelah divaksin dengan benar.
·
berbagai macam faktor seperti etnis, usia, atau kelainan
genetik.
Jika individu yang divaksin tetap
sakit, maka penyakitnya lebih jinak dan tidak mudah menyebarkan penyakit
daripada pasien yang tidak divaksin.
Hal-hal yang harus
dipertimbangkan untuk keefektifitasan program vaksinasi:
1. membuat
model yang lebih hati-hati untuk mengantisipasi damapak dari sebuah kampanye
imunisasi pada epidemiologi penyakit dalam jangka menengah dan panjang
2. pemantauan
terus menerus pada penyakit tersebut setelah penggunaan vaksin baru
3. tetap
menjaga tingkat imunisasi yang tinggi, bahkan ketika penyakit sudah jarang
ditemukan
Pada tahun 1958, terdapat 763,094
kasua tampek di Amerika Serikat; walaupun hanya 552 orang yang meninggal. Setelah pemakaian vaksin baru, jumlah
kasus menurun hingga kurang dari 150 kasus per tahun (mediannya 56). Di awal tahun 2008, terdapat 64 kasus
terduga tampek. 54 penderita mendapatkannya dari luar AS, dan hanya 13% yang
benar-benar terkena di AS; 63 dari 64 orang tersebut belum pernah divaksinasi
tampek atau tidak yakin telah divaksinasi sebelumnya.
MENUMBUHKAN KEKEBALAN
Sistem
kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan
"mengingat"-nya. Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:
1. Menetralkan
bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
2. Mengenali
dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak
3. Jika
tetap sakit, maka sakitnya akan jauh lebih ringan
Vaksin yang dilemahkan digunakan
untuk melawan tuberkulosis, rabies, dan cacar; agen yang telah mati digunakan untuk mengatasi kolera dan tifus; toksoid digunakan untuk melawan difteri dan tetanus.
Meskipun vaksin sejauh ini tidak
virulen sebagaimana agen "sebenarnya", bisa menimbulkan efek samping
yang merugikan, dan harus diperkuat dengan vaksinasi ulang beberapa tiap tahun.
Suatu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan vaksinasi
DNA.
Pemberantasan Penyakit
Berbagai
penyakit seperti polio telah dapat dikendalikan di negara-negara maju dan juga Indonesia melalui penggunaan
vaksin secara massal (rubella dilaporkan telah musnah dari AS). Cacar nanah telah berhasil
dieradikasi/dimusnahkan dari seluruh dunia, makanya tidak ada lagi vaksinasi
cacar nanah (harap bedakan dengan cacar air).
Sepanjang mayoritas masyarakat
telah diimunisasi, penyakit infeksi akan sulit mewabah. Pengaruh ini disebut herd
immunity. Beberapa kalangan, terutama yang melakukan praktik pengobatan
alternatif, menolak untuk mengimunisasi dirinya atau keluarganya,
berdasarkan keyakinan bahwa efek samping vaksin merugikan mereka.
SISTEM PEMBERIAN VAKSIN
Terdapat beberapa cara baru dalam pengembangan pada sistem pemberian
vaksin, yang diharapkan akan lebih efisien dalam pemberiannya. Metode-metode
yang mungkin termasuk liposome dan ISCOM (immune stimulating complex). Sistem pemberian vaksin yang baru adalah pemberian
melalui oral, seperti vaksin polio (juga vaksin kolera). Dengan pemberian
melalui oral, maka tidak ada risiko mengkontaminasi darah. Vaksin oral padatan
telah terbukti lebih stabil dan tak perlu terlalu dibekukan; kestabilan
mengurangi kebutuhan pendinginan terus menerus, yang biasanya pada rentang suhu
tertentu tergantung produsennya, yang pada akhirnya mengurangi biaya
keseluruhan. Akhirnya, penggunaan jarum mikro tampaknya menjadi solusi masa
depan.
Seorang anak mendapat vaksinasipolio (poliomyelitis). Vaksin ini diberikan secara oral, hanya
beberapa tetes cairan yang berasa manis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
^ a b Stern
AM, Markel H (2005). "The
history of vaccines and immunization: familiar patterns, new challenges". Health
Aff 24 (3): 611–21. doi:10.1377/hlthaff.24.3.611.PMID 15886151.
2.
^ Grammatikos, Alexandros P.; Mantadakis, Elpis;
Falagas, Matthew E. (June 2009). "Meta-analyses on Pediatric Infections
and Vaccines". Infectious Disease Clinics of North America 23 (2):
431–57. doi:10.1016/j.idc.2009.01.008. PMID 19393917.
3.
^ Neighmond, Patti (2010-02-07). "Adapting
Vaccines For Our Aging Immune Systems". Morning Edition (NPR). Diarsipkan dari versi asli tanggal
2012-09-05. Diakses tanggal 2014-01-09.
4.
^ Schlegel et al. (August 1999). "Comparative efficacy of
three mumps vaccines during disease outbreak in eastern Switzerland: cohort
study". BMJ 319 (7206): 352.doi:10.1136/bmj.319.7206.352. PMC 32261. PMID 10435956. Diakses
tanggal 2014-01-09.
5.
^ Préziosi, M.; Halloran, M.E. (2003). "Effects of
Pertussis Vaccination on Disease: Vaccine Efficacy in Reducing Clinical
Severity". Clinical Infectious Diseases (Oxford
Journals) 37 (6): 772–779. doi:10.1086/377270.
6.
^ Orenstein WA, Papania MJ, Wharton ME (2004). "Measles
elimination in the United States". J Infect Dis 189 (Suppl
1): S1–3. doi:10.1086/377693. PMID 15106120.
7.
^ a b c "Measles—United
States, January 1 – April 25, 2008". Morb. Mortal. Wkly. Rep. 57 (18):
494–8. May 2008. PMID 18463608.
8.
^ Morein B, Hu KF, Abusugra I (2004). "Current
status and potential application of ISCOMs in veterinary medicine". Adv
Drug Deliv Rev 56 (10): 1367–82. doi:10.1016/j.addr.2004.02.004.PMID 15191787.
9.
^ Giudice EL, Campbell JD (2006). "Needle-free
vaccine delivery". Adv Drug Deliv Rev 58 (1):
68–89. doi:10.1016/j.addr.2005.12.003. PMID 16564111.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.