Bahwa
makin tinggi tingkat kontaminasi akibat polusi udara, maka menyebabkan makin
tinggi pula jumlah penderita kanker.
Sebaran
jumlah penderita kanker ada kaitannya dengan arah angin yang dihembuskan dari
sumber berbagai polutan yang di antaranya bersifat karsinogenik. Dalam hal ini
yang menjadi sumber polutan tak lain adalah sentra industri.
Taka da pilihan
lain, emisi industri harus diturunkan, sehingga penyebaran gas yang bersifat
karsinogenik dapat dihentikan.
Polusi
udara dapat bersumber dari alam atau buatan manusia. Sumber utama pencemaran
udara sebagai dampak dari kegiatan manusia antara lain industri, transportasi
dan produksi listrik. Baik industri, transportasi dan produksi listrik
kebanyakan tidak bersifat ramah terhadap lingkungan. Di dalam ruangan tertutup
(indoor), asap rokok dan kegiatan memasak yang menggunakan bahan bakar,
terutama bahan bakar padat, merupakan sumber utama pencemaran udara. Selain itu
penggunaan material bangunan, perkakas rumah, karpet dan pemakaian insektisida
berpotensi menimbulkan pencemaran kimia dan biologi dalam ruangan tertutup.
Dengan
berbagai semboyannya banyak kelompok masyarakat yang mencoba “menyelamatkan
bumi”. Padahal intinya bukan bumi yang harus diselamatkan, justru kehidupan
umat manusia itulah yang harus diselamatkan. Bagaimanapun bumi hanya sekedar
ekosistem, erannya sebagai habitat manusia dan mahluk lainnya. Dengan demikian,
manusialah yang berkepentingan terhadap bumi, mungkin bumi sama sekali tidak
berkepentingan dengan manusia. Bahkan kalau bumi bisa berbicara, sepertinya
bumi telah muak dengan perilaku manusia, yang sangat membutuhkan bumi tetapi
mensia-siakan, mencampakan bahkan merusaknya secara perlahan-lahan.
Pemborosan sumberdaya alam yang begitu fantastis, itulah prestasi
Pemerintah Indonesia, baik pada era Orde Lama, Orde Baru, maupun era Reformasi
sekarang. Begitu mudahnya perijinan diberikan kepada “konglomerasi pelahap
hutan”, seolah tidak memikirkan hari depan dan kepentingan masyarakat lokal.
Babat abis, deru gergaji mesin dan alat-alat berat pun dengan leluasa merambah
kawasan hutan, bahkan hutan primer yang masih perawan. Berdasarkan data yang
diungkapkan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan (dalam Republika Online, 14 Juni
2010), sedikitnya 12 juta hektar kawasan hutan di Indonesia dalam kondisi
terlantar. Saat ini hutan primer hanya tersisa 43 juta hektar. Menurutnya
jangan ganggu hutan primer, jika mau alih fungsi gunakan hutan terlantar.
Zulkifli mengungkapkan deforestry saat ini mencapai 1,1 juta hektar per tahun,
sedangkan pada masa Orde Baru mencapai 3 juta hektar per tahun.
Jakarta adalah salah satu kota terbesar di dunia, dengan beragam
persoalan klasik sebuah megapolitan. Banjir merupakan persoalan yang selalu
muncul setiap tahun, dengan kata lain dalam setahun sebagian wilayah Jakarta
dan sekitarnya selalu tergenang untuk beberapa pekan.
Air yang menggenang ekosistem Jakarta ketinggiannya bervariasi, malah bisa melebihi tiga meter. Ya, dengan genangan air setinggi itu praktis kehidupan sebagian wilayah ibukota lumpuh total. Banjir di Jakarta tidak terlepas dari keberadaan 13 sungai yang bermuara di pesisir pantai yang masuk wilayahnya, sungai sebanyak itu umumnya berhulu di Kawasan Bogor – Puncak - Cianjur (Bopuncur). Dari kondisi itu saja menunjukkan bahwa solusi banjir Jakarta tidak mungkin hanya mengandalkan aksi dari Pemda DKI, namun harus dikoordinasikan dengan Pemda Kabupaten Bogor, Cianjur dan Provinsi Jawa Barat. Kewenangan Gubernur Joko Widodo hanya menata ruang di wilayahnya. Beberapa upaya dan gagasan seperti membuat terowongan multifungsi, banjir kanal timur, normalisasi kali, dan sebagainya, tidak akan menyelesaikan persoalan jika apa yang ada di hulu kurang penanganannya.
Kenyataannya di kawasan Bopuncur yang meliputi Kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua (Kabupaten Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Kabupaten Cianjur), sudah terjadi pengrusakan hutan dan alih fungsi untuk kawasan pariwisata, atau sekedar pembangunan vila-vila mewah yang kebanyakan dimiliki oleh warga Jakarta. Suatu kondisi yang dilematis, segelintir warga Jakarta membuka kawasan hijau di Puncak dan sekitarnya, kemudian menyulapnya menjadi hunian-hunian mewah, namun kurang ramah lingkungan.
Air yang menggenang ekosistem Jakarta ketinggiannya bervariasi, malah bisa melebihi tiga meter. Ya, dengan genangan air setinggi itu praktis kehidupan sebagian wilayah ibukota lumpuh total. Banjir di Jakarta tidak terlepas dari keberadaan 13 sungai yang bermuara di pesisir pantai yang masuk wilayahnya, sungai sebanyak itu umumnya berhulu di Kawasan Bogor – Puncak - Cianjur (Bopuncur). Dari kondisi itu saja menunjukkan bahwa solusi banjir Jakarta tidak mungkin hanya mengandalkan aksi dari Pemda DKI, namun harus dikoordinasikan dengan Pemda Kabupaten Bogor, Cianjur dan Provinsi Jawa Barat. Kewenangan Gubernur Joko Widodo hanya menata ruang di wilayahnya. Beberapa upaya dan gagasan seperti membuat terowongan multifungsi, banjir kanal timur, normalisasi kali, dan sebagainya, tidak akan menyelesaikan persoalan jika apa yang ada di hulu kurang penanganannya.
Kenyataannya di kawasan Bopuncur yang meliputi Kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua (Kabupaten Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Kabupaten Cianjur), sudah terjadi pengrusakan hutan dan alih fungsi untuk kawasan pariwisata, atau sekedar pembangunan vila-vila mewah yang kebanyakan dimiliki oleh warga Jakarta. Suatu kondisi yang dilematis, segelintir warga Jakarta membuka kawasan hijau di Puncak dan sekitarnya, kemudian menyulapnya menjadi hunian-hunian mewah, namun kurang ramah lingkungan.
Daftar Pustaka :
Afia, Atep.2013.Polusi Udara Kawasan Industri Sebabkan Kanker.
Afia, Atep.2013.Mengendalikan
Pencemaran Udara.
Afia, Atep.2013.Ekosistem
Global Makin Amburadul.
Afia, Atep.2013.Indonesia Boros
Hutan.
Afia, Atep.2013.Solusi Banjir
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.