Pencemaran air menyebabkan terganggunya semua spesies makhluk hidup yang ada di planet bumi karena hampir 60% spesies hewan dan tumbuhan terdapat dipermukaan atau di dalam air.
Pencemaran
air bukan hanya merugikan bagi biota perairan, namun mencemari seluruh rantai
pangan, yang lebih jauh lagi akan menganggu persediaan pangan bagi manusia.
Pencemaran air juga berpotensi menimbulkan wabah penyakit kolera dan diare,
dimana mikroorganisme penyebab penyakit tersebut tumbuh subur diperairan yang
tercemar. Untuk itu perlu dilakukan penanggulangan pencemaran air salah satunya
dengan Bioremediasi.
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih
untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar
polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang
diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi
tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.
Bioremediasi dibagi menjadi 2 jenis
yaitu :
1. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
·
Biostimulasi : memperbanyak
dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan
cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan
nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka
harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses
dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya
diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di
laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai
bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak
terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi
yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.
·
Bioaugmentasi : penambahan
produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi
dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam
menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit
untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang
dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut
(Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik
bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti
seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang
dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
·
Bioremediasi Intrinsik terjadi secara
alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air atau tanah yang tercemar.
2. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu :
·
In situ : dapat dilakukan langsung di
lokasi tanah tercemar (proses bioremediasi yang digunakan berada pada
tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan
surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi.
·
Ex situ : bioremediasi yang dilakukan
dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu
baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan
memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol
dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah
yang lebih beragam.
Cara
bioremediasi air Wastewater treatment (Pengolahan limbah cair) :
· Air dari rumah tangga yang masuk ke
dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk
kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga
dihasilkan material berlumpur yang disebut sludge. Sedangkan air yang mengalir
keluar disebut effluent yang digunakan untuk aerasi tangki karena bakteri
aerobik dan mikroba lain akan mengkoksidasi bahan organik
yang terdapat effluent.
· Di
dalam tangki ini, air disemprotkan di atas batu atau plastik yang ditutupi
dengan biofilm mikroba pendegradasi sampah yang secara aktif mendegradasi bahan
organik dalam air.
· Effluent
dialirkan melalui system sludge dengan menggunakan
tangki yang mengandung sejumlah besar mikroba pendegradasi sampah yang tumbuh
pada lingkungan yang dikontrol
· Effluent didesinfeksi
dengan klorin sebelum air dialirkan ke sungai atau laut.
· Sludge dialirkan
ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri anaerob yang akan
mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas
karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan
dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan
sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil.
· Sludge ini
kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk.
Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi meliputi :
· ·
Lingkungan / Tanah
Proses
biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan
mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik
menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in
situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi
oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga
penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam
tanah.
·
· Temperatur
Temperatur
yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al.
(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan
yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol
mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan
meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik
menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi
akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya
bioremediasi
·
· Oksigen
Langkah
awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi
substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan
oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme
tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan
oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam
biodegradasi hidrokarbon minyak
·
· pH
Pada
tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang
melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan
kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat
merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro
& mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N
dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3-
dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih
berperan dibandingkan bakteri asam.
·
· Kadar
H2O dan karakter geologi
Kadar
air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air
dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air
50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
·
· Keberadaan
zat nutrisi
Baik pada in
situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak
perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor,
dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme
memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme
sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi
antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh
mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
·
· Interaksi
antar Polusi.
Fenomena
lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas
mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur
mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme.
Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung
sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
Kelebihan
bioremediasi sebagai berikut :
1. Relatif lebih ramah lingkungan
2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah dan mudah diterapkan
3. Bersifat fleksibel
4. Proses
pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang
sempit sekalipun
5. Mengubah
pollutant bukan hanya memindahkannya
6. Proses
degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
7. Sangat aman
digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan
/ tanah
8. Bioremediasi
tidak menggunakan / menambahkan bahan kimia berbahaya
Kekurangan
bioremediasi sebagai berikut :
1. Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi.
2. Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3. Membutuhkan lokasi tertentu.
4. Pengotornya bersifat toksik
5. Padat ilmiah
6. Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal
7. Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8. Persepsi sebagai teknologi yang
belum teruji
Daftar Pustaka :
Priadie,Bambang.2012.TEKNIK
BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR,.Jurnal
Ilmu Lingkungan,Vol 10(1):38-48
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=20142&val=1315&title=TEKNIK%20%20BIOREMEDIASI%20SEBAGAI%20ALTERNATIF%20DALAM%20UPAYA%20PENGENDALIAN%20PENCEMARAN%20AIR
(diakses 5 Agustus 2016)
(diakses 5 Agustus 2016)
(diakses 5 Agustus 2016)
TEKNIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIOREMEDIASI
http://semangatlagi.blogspot.co.id/2014/06/teknik-pengolahan-air-limbah-dengan.html
TEKNIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIOREMEDIASI
http://semangatlagi.blogspot.co.id/2014/06/teknik-pengolahan-air-limbah-dengan.html
(diakses 5 Agustus 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.