.

Senin, 11 Oktober 2021

MENGENAL KIMIA PANGAN DALAM KIMIA KONTEKSTUAL

 


Oleh: Elena Novian Ramadhani (@T16-Elena)

Program Studi Ilmu Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana.

e-mail : ramadhanielena@gmail.com

 

 

 





 

 

ABSTRAK

Ilmu Pangan berkaitan dengan produksi, pengolahan, distribusi, persiapan, evaluasi, dan pemanfaatan pangan. Dalam hal ini ahli kimia pangan bekerja dengan tanaman yang telah dipanen untuk makanan, dan hewan yang telah disembelih untuk makanan.

 Ahli kimia pangan mengkaji bagaimana produk makanan ini diproses, disiapkan, dan didistribusikan. Sebagai contoh, untuk menjawab tuntutan konsumen, beberapa ahli kimia pangan terlibat dengan menemukan lemak dan gula pengganti yang tidak mengubah rasa dan tekstur makanan. Sebenarnya ada tiga komponen utama dalam makanan yang menjadi perhatian ahli kimia pangan, yaitu: karbohidrat, lemak dan protein (Domel, 2014). Berbagai komponen lain seperti air, vitamin, mineral, enzim, zat aditif, perasa, dan pewarna makanan, juga menjadi bahan kajian Kimia Pangan.

 

Kata kunci : kimia pangan, kimia kontekstual

 

ABSTRACT          

Food Science is concerned with the production, processing, distribution, preparation, evaluation, and utilization of food. In this case food chemists work with plants that have been harvested for food, and animals that have been slaughtered for food.

 Food chemists study how these food products are processed, prepared, and distributed. For example, to respond to consumer demands, some food chemists are involved with finding substitutes for fat and sugar that do not change the taste and texture of foods. Actually there are three main components in food that are of concern to food chemists, namely: carbohydrates, fats and proteins (Domel, 2014). Various other components such as water, vitamins, minerals, enzymes, additives, flavorings, and food colorings, are also material for the study of Food Chemistry.

 

Keywords: food chemistry, contextual chemistry

 PENDAHULUAN

Kimia Kontekstual adalah ilmu yang berkaitan dengan beragam aspek kehidupan manusia. Pengkajian dan pembahasannya sangat tergantung pada isu atau masalah apa yang sedang menjadi topik yang sedang hangat.

Kimia pangan adalah studi mengenai bagian kimia dan interaksinya dengan komponen biologis dan non-biologis bahan pangan. Substansi biologis misalnya produk daging, sayuran, produk susu, dsb-nya. Mirip dengan biokimia dengan komponen utamanya yaitu karbohidrat, lemak, dan protein namun juga mempelajari komponen lain seperti air, vitamin, mineral, enzim, zat aditif, perasa, dan pewarna makanan. Ilmu ini juga meliputi bagaimana suatu produk pangan merasakan perubahan dampak berbagai kegiatan yang dipekerjakan pemrosesan makanan dan kegiatan yang dipekerjakan untuk meningkatkan maupun mencegah terjadinya perubahan itu.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja zat makanan yang membahayakan untuk tubuh kita  ?

2. Apa yang dimaksud Kimia Kontekstual ?

3. Bagaiman jika kita memakan dan meminum makanan yang mengandung zat berbahaya ?

 

TUJUAN

1.   Menjelaskan Bahaya Zat Dalam Kimia Pangan

2. Mendefinisikan Kimia Kontekstual

3. Mendefinisikan Kimia Pangan

 

PEMBAHASAN

Kandungan Zat Dalam Kimia Pangan Yang Harus Diwaspadai

Risiko paparan zat kimia berbahaya dalam makanan sebetulnya dapat dihindari dan diminimalkan.  Dengan mengenali bentuk paparannya dan menelusuri kehadirannya melalui informasi label kemasan, maka paparan zat kimia tersebut dapat ditekan.

Jika ingin menjalani hidup sehat, sebaiknya hindari bahan pangan yang terlalu banyak mengandung pengawet atau bahan kimia. Membeli produk makanan segar dan memasak sendiri lebih dianjurkan karena nutrisi dan keamanannya lebih terjaga dibanding produk instan.

 Berikut adalah 5 jenis zat kimia yang sering ditambahkan dalam produk makanan.

1.      Asam Sorbat

Zat kimia ini termasuk dalam zat pengawet dan bisa kita temukan dalam makanan kemasan. Sebenarnya asam sorbat dikategorikan aman oleh badan pengawas obat dan makanan AS (FDA). Kraft Foods adalah salah satu produsen yang menggunakan zat kimia ini dalam produk keju mereka, namun baru-baru ini mereka membuat pengumuman akan mengganti zat pengawet tersebut dengan yang lebih alami, yakni natamycin. Belum jelas apa alasannya, tetapi para ahli meyakini pengawet alami jelas lebih sehat.

 

2. Lemak trans

Lemak trans sering dikaitkan dengan penyakit jantung karena terlalu sering mengonsumsi makanan yang mengandung lemak trans bisa meningkatkan kadar kolesterol. Sayangnya cukup sulit menghindari lemak trans karena ia berada pada hampir semua makanan, mulai dari biskuit, keripik, cake, makanna beku dan masih banyak lagi. Lemak trans dalam makanan membuat makanan terasa lebih enak dan meningkatkan umur simpan makanan olahan. FDA sendiri tahun lalu melarang penggunaan lemak trans pada makanan, kecuali produsen bisa membuktikan lemak trans yang digunakan tidak berbahaya bagi kesehatan.

2.      MSG

Monosodium glutamat (MSG) merupakan zat untuk menguatkan rasa dan menghasilkan rasa umami (gurih) pada makanan. Meski data-data menunjukkan MSG aman, tapi pada orang yang sensitif bisa memicu migrain dan asma.

3.      Pewarna makanan

Zat pewarna yang dinyatakan aman oleh badan berwenang memang tidak berbahaya bagi tubuh. Tetapi kini kesadaran hidup sehat membuat banyak orang beralih pada pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Zat pewarna buatan digunakan untuk membuat makanan terlihat lebih lezat dan menarik. Jika dikonsumsi sesekali mungkin tidak apa, tetapi dalam jangka panjang sebaiknya dihindari.

4.      Akrilamida

Akrilamida terbentuk ketika makanan dipanaskan pada suhu tinggi, entah itu digoreng, dipanggang, atau dibakar. Penelitian menunjukkan, konsentrasi akrilamida paling tinggi pada makanan yang digoreng, terutama kentang serta makanan yang dipanggang (sereal dan roti). Meski belum teruji berbahaya pada manusia, tapi studi pada hewan menunjukkan zat kimia ini bersifat karsinogenik (memicu kanker).

5.      Pemanis buatan

Pemanis buatan seperti aspartam, sukralose, sakarin, dan acesulfame potassium tetap memiliki risiko dan efek samping. Walau penggunaan pemanis buatan dalam minuman atau makanan non kalori dipercaya bisa memangkas berat badan, namun sebuah riset menunjukkan keduanya bisa mengakibatkan bobot tubuh naik kembali. Sebuah artikel yang diterbitkan dalam The Yale Journal of Biology and Medicine pada 2010 menyimpulkan, pemanis buatan gagal mengnonaktifkan mekanisme food-reward. Artinya, pemanis buatan justru meningkatkan nafsu makan dan gagal menekan rasa puas usai konsumsi. Pemanis buatan terbukti ratusan kali lebih manis dibanding gula. Akibatnya konsumsi pemanis buatan bisa menimbulkan ketagihan.

Hal ini mengindikasikan minuman diet, yang kerap digembargemborkan tanpa kalori, justru berkontribusi pada obesitas dan masalah kesehatan lain termasuk diabetes.


 

KESIMPULAN

Dalam kaitannya dengan Kimia Kontekstual berbagai isu mengenai Kimia Pangan banyak menjadi perhatian publik. Kasus makanan yang terdapat pewarna makanan dan MSG memicu banyak sekali penyakit. Zat makanan tersebut banyak kita jumpai di makan instan atau makanan cepat saji, maka dari itu kita harus lebih selektif dalam memilih bahan makanan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A. 2010. Kimia Flavor. Di dalam: Dedi F., Laula N., Anton A., Kuswaya W. Kimia Pangan. Bogor: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Hlm. 7.2-7.49.

Hidayat, Atep Afia. 2021. Kimia Kontekstual. Modul Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta: Universitas Mercu Buana.

Wihardit, K. 2011. Enzim. Di dalam: Dedi F., Laula N., Anton A., Kuswaya W. Kimia Pangan. Bogor: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Hlm. 8.2-8.46.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.