Oleh: Elena Novian Ramadhani (@T16-Elena)
Program Studi Ilmu Teknik Industri, Fakultas
Teknik, Universitas Mercu Buana.
e-mail : ramadhanielena@gmail.com
ABSTRAK
Ilmu Pangan berkaitan dengan produksi, pengolahan, distribusi,
persiapan, evaluasi, dan pemanfaatan pangan. Dalam hal ini ahli kimia pangan bekerja
dengan tanaman yang telah dipanen untuk makanan, dan hewan yang telah disembelih
untuk makanan.
Ahli kimia pangan
mengkaji bagaimana produk makanan ini diproses, disiapkan, dan didistribusikan.
Sebagai contoh, untuk menjawab tuntutan konsumen, beberapa ahli kimia pangan
terlibat dengan menemukan lemak dan gula pengganti yang tidak mengubah rasa dan
tekstur makanan. Sebenarnya ada tiga komponen utama dalam makanan yang menjadi
perhatian ahli kimia pangan, yaitu: karbohidrat, lemak dan protein (Domel,
2014). Berbagai komponen lain seperti air, vitamin, mineral, enzim, zat aditif,
perasa, dan pewarna makanan, juga menjadi bahan kajian Kimia Pangan.
Kata
kunci : kimia pangan, kimia kontekstual
ABSTRACT
Food
Science is concerned with the production, processing, distribution,
preparation, evaluation, and utilization of food. In this case food chemists
work with plants that have been harvested for food, and animals that have been
slaughtered for food.
Food chemists study how these food products
are processed, prepared, and distributed. For example, to respond to consumer
demands, some food chemists are involved with finding substitutes for fat and
sugar that do not change the taste and texture of foods. Actually there are
three main components in food that are of concern to food chemists, namely:
carbohydrates, fats and proteins (Domel, 2014). Various other components such
as water, vitamins, minerals, enzymes, additives, flavorings, and food
colorings, are also material for the study of Food Chemistry.
Keywords:
food chemistry, contextual chemistry
PENDAHULUAN
Kimia Kontekstual adalah ilmu yang berkaitan dengan
beragam aspek kehidupan manusia. Pengkajian dan pembahasannya sangat tergantung
pada isu atau masalah apa yang sedang menjadi topik yang sedang hangat.
Kimia pangan adalah studi mengenai bagian kimia dan interaksinya dengan komponen biologis dan non-biologis bahan pangan. Substansi biologis misalnya produk daging, sayuran, produk susu, dsb-nya. Mirip dengan biokimia dengan komponen utamanya yaitu karbohidrat, lemak, dan protein namun juga mempelajari komponen lain seperti air, vitamin, mineral, enzim, zat aditif, perasa, dan pewarna makanan. Ilmu ini juga meliputi bagaimana suatu produk pangan merasakan perubahan dampak berbagai kegiatan yang dipekerjakan pemrosesan makanan dan kegiatan yang dipekerjakan untuk meningkatkan maupun mencegah terjadinya perubahan itu.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa saja zat makanan yang membahayakan untuk tubuh kita ?
2.
Apa yang dimaksud Kimia Kontekstual ?
3.
Bagaiman jika kita memakan dan meminum makanan yang mengandung zat berbahaya ?
TUJUAN
1.
Menjelaskan Bahaya Zat Dalam Kimia Pangan
2. Mendefinisikan
Kimia Kontekstual
3. Mendefinisikan
Kimia Pangan
PEMBAHASAN
Kandungan Zat Dalam Kimia Pangan Yang
Harus Diwaspadai
Risiko paparan zat
kimia berbahaya dalam makanan sebetulnya dapat dihindari dan
diminimalkan. Dengan mengenali bentuk paparannya dan menelusuri
kehadirannya melalui informasi label kemasan, maka paparan zat kimia tersebut
dapat ditekan.
Jika ingin menjalani hidup sehat, sebaiknya hindari bahan pangan yang terlalu
banyak mengandung pengawet atau bahan kimia. Membeli produk makanan segar dan
memasak sendiri lebih dianjurkan karena nutrisi dan keamanannya lebih terjaga
dibanding produk instan.
Berikut
adalah 5 jenis zat kimia yang sering ditambahkan dalam produk makanan.
1.
Asam Sorbat
Zat kimia ini termasuk dalam zat
pengawet dan bisa kita temukan dalam makanan kemasan. Sebenarnya asam sorbat
dikategorikan aman oleh badan pengawas obat dan makanan AS (FDA). Kraft Foods
adalah salah satu produsen yang menggunakan zat kimia ini dalam produk keju
mereka, namun baru-baru ini mereka membuat pengumuman akan mengganti zat
pengawet tersebut dengan yang lebih alami, yakni natamycin. Belum jelas apa alasannya,
tetapi para ahli meyakini pengawet alami jelas lebih sehat.
2. Lemak trans
Lemak trans sering dikaitkan dengan
penyakit jantung karena terlalu sering mengonsumsi makanan yang mengandung
lemak trans bisa meningkatkan kadar kolesterol. Sayangnya cukup sulit
menghindari lemak trans karena ia berada pada hampir semua makanan, mulai dari
biskuit, keripik, cake, makanna beku dan masih banyak lagi. Lemak trans dalam
makanan membuat makanan terasa lebih enak dan meningkatkan umur simpan makanan
olahan. FDA sendiri tahun lalu melarang penggunaan lemak trans pada makanan,
kecuali produsen bisa membuktikan lemak trans yang digunakan tidak berbahaya
bagi kesehatan.
2.
MSG
Monosodium glutamat (MSG) merupakan zat
untuk menguatkan rasa dan menghasilkan rasa umami (gurih) pada makanan. Meski
data-data menunjukkan MSG aman, tapi pada orang yang sensitif bisa memicu
migrain dan asma.
3.
Pewarna makanan
Zat pewarna yang dinyatakan aman oleh
badan berwenang memang tidak berbahaya bagi tubuh. Tetapi kini kesadaran hidup
sehat membuat banyak orang beralih pada pewarna alami yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Zat pewarna buatan digunakan untuk membuat makanan terlihat
lebih lezat dan menarik. Jika dikonsumsi sesekali mungkin tidak apa, tetapi
dalam jangka panjang sebaiknya dihindari.
4.
Akrilamida
Akrilamida terbentuk ketika makanan
dipanaskan pada suhu tinggi, entah itu digoreng, dipanggang, atau dibakar.
Penelitian menunjukkan, konsentrasi akrilamida paling tinggi pada makanan yang
digoreng, terutama kentang serta makanan yang dipanggang (sereal dan roti).
Meski belum teruji berbahaya pada manusia, tapi studi pada hewan menunjukkan
zat kimia ini bersifat karsinogenik (memicu kanker).
5.
Pemanis buatan
Pemanis buatan seperti aspartam,
sukralose, sakarin, dan acesulfame potassium tetap memiliki risiko dan efek
samping. Walau penggunaan pemanis buatan dalam minuman atau makanan non kalori
dipercaya bisa memangkas berat badan, namun sebuah riset menunjukkan keduanya
bisa mengakibatkan bobot tubuh naik kembali. Sebuah artikel yang diterbitkan
dalam The Yale Journal of Biology and Medicine pada 2010 menyimpulkan, pemanis
buatan gagal mengnonaktifkan mekanisme food-reward. Artinya, pemanis buatan
justru meningkatkan nafsu makan dan gagal menekan rasa puas usai konsumsi.
Pemanis buatan terbukti ratusan kali lebih manis dibanding gula. Akibatnya
konsumsi pemanis buatan bisa menimbulkan ketagihan.
Hal ini mengindikasikan minuman diet,
yang kerap digembargemborkan tanpa kalori, justru berkontribusi pada obesitas
dan masalah kesehatan lain termasuk diabetes.
KESIMPULAN
Dalam kaitannya dengan Kimia Kontekstual
berbagai isu mengenai Kimia Pangan banyak menjadi perhatian publik. Kasus makanan
yang terdapat pewarna makanan dan MSG memicu banyak sekali penyakit. Zat
makanan tersebut banyak kita jumpai di makan instan atau makanan cepat saji,
maka dari itu kita harus lebih selektif dalam memilih bahan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A. 2010. Kimia
Flavor. Di dalam: Dedi F., Laula N., Anton A., Kuswaya W. Kimia Pangan. Bogor:
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Hlm. 7.2-7.49.
Hidayat, Atep Afia. 2021. Kimia
Kontekstual. Modul Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta:
Universitas Mercu Buana.
Wihardit, K. 2011. Enzim. Di
dalam: Dedi F., Laula N., Anton A., Kuswaya W. Kimia Pangan. Bogor: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka. Hlm. 8.2-8.46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.