SEPTIAWAN
@M11-SEPTIAWAN
Mata Kuliah Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri
Fakultas Teknik Industri, Universitas Mercu Buana
@M11-SEPTIAWAN
Mata Kuliah Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri
Fakultas Teknik Industri, Universitas Mercu Buana
ABSTRAK
Udara adalah
faktor penting dalam kehidupan, namun, di era modern, sejalan dengan perkembangan
pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya transportasi,
telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Dari yang mulanya segar,
kini, kering dan kotor akibat dari terjadinya pencemaran udara karena kendaraan
transportasi. Lewat penggunaan metode kepustakaan, maka, tampak dengan jelas
ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian yang serius, di antaranya; Pemberian izin bagi angkutan umum kecil lebih
dibatasi, sementara, kendaraan angkutan massal, diperbanyak, Kontrol jumlah
kendaraan pribadi, Pembatasan usia kendaraan. Pembangunan MRT, dan pembuatan Electronic
Road Pricing, Pengaturan lalu lintas, rambu-rambu,
dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendaraan. Uji emisi harus dilakukan
secara berkala pada kendaraan umum maupunpribadi.Penanaman pohon berdaun lebar
di pinggir jalan yang lalu lintasnya padat serta di sudut sudut kota.
Kata kunci: pencemaran
udara, emisi gas buang, kehidupan, lingkungan
BAB I PENDAHULUAN
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
tentang pedoman penyediaan dan
pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa RTH merupakan area memanjang/jalur
dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. Menurut Permen PU yang termasuk kedalam
RTH publik/umum adalah taman dan hutan kota, jalur hijau jalan, sepadan sungai,
sepadan pantai, pemakaman, dll. Sedangkan yang termasuk RTH privat/pribadi misalnya
pekarangan rumah, halaman perkantoran, dll. Pemanfaatan data penginderaan jauh
untuk penentuan RTH sudah banyak dilakukan. Penggunaan data Landsat 8 untuk
penentuan RTH DKI Jakarta 2013 dengan metode indeks vegetasi yang dilakukan
Febrianti et al. (2014a) memperoleh informasi tutupan vegetasi di DKI Jakarta
mencapai 9% dari luas seluruh Jakarta. Namun penelitian ini menghitung secara
general tutupan vegetasi tanpa membedakan apakah itu termasuk kedalam rencana
detil tata ruang (RDTR) DKI Jakarta atau tidak.
BAB II PERMASALAHAN
1.Bagaimana
pelaksanaan pengendalian pencemaran udara melalui pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di Kota Jakarta?
2.Apa saja
kendala dalam pengendalian pencemaran udara melalui
pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Jakarta
?
BAB III PEMBAHASAN
1.
Pelaksanaan pengendalian pencemaran
udara melalui pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Jakarta
Terdapat beberapa upaya yang telah
dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk memperbaiki mutu udara wilayah DKI
Jakarta di antaranya melalui:
a.
Uji Emisi
Pemprov DKI
Jakarta berupaya melakukan pengendalian emisikendaraan bermotor
dilakukan
karena pada dasarnya menurut ketentuan hukum yang berlaku, setiap kendaraan
bermotor yang beroperasi di jalan wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi
gas buang. Untuk mencapai hal tersebut, Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta
(DLH DKI Jakarta) membuat kemudahan bagi para pengendara untuk melakukan uji
emisi gratis, misalnya uji emisi kendaraan di Jakarta Pusat (Tugu Proklamasi,
Monas, dan Gelora Bung Karno) secara berturut-turut pada 17-19 Juli 2018, di
Jakarta Utara pada 16-18 Juli 2018, di Jakarta Selatan (TMP Kalibata) pada
24-26 Juli 2018 serta untuk daerah Jakarta Barat dan Jakarta Timur sudah dilakukan
uji emisi pada bulan April 2018. Meskipun demikian, sebenarnya uji emisi gratis
ini adalah spot-check (uji petik emisi), bukan uji emisi sebagaimana yang
dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada.
PP 41/1999
mengatur pemerintah untuk melakukan uji tipe emisi bagi produsen dan/atau
importir
(untuk sumber bergerak tipe baru) dan uji emisi berkala bagi pengendara
dan/atau
pemilik
kendaraan (untuk sumber bergerak tipe lama). Pada kenyataannya, uji tipe emisi
dilakukan,
namun publikasi dari pelaksanaan uji tipe emisi bagi kendaraan tipe baru tidak
tersedia.
Sedangkan, uji emisi berkala justru tidak dilakukan sama sekali. Dengan
demikian,
tidak
diketahui apakah kebijakan ini memiliki target yang jelas, terfokus maupun
terukur untuk menurunkan tingkat pencemaran udara di DKI Jakarta.
b. Car Free Day
Car Free Day
(CFD) diatur dalam Perda 2/2005 dan merupakan salah satu upaya PPU yang
dilakukan
oleh Pemprov DKI Jakarta untuk wilayah DKI Jakarta. Dalam instrumen hukum
tersebut,
CFD disebut dengan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). CFD adalah hari
dimana pada
suatu waktu tertentu, kendaraan bermotor (kecuali Bus Trans Jakarta yang
menggunakan
Bahan Bakar Gas) tidak boleh melintasi kawasan/ruas jalan yang sudah ditetapkan
sebagai lokasi pelaksanaan CFD, dimana pada pelaksanaan HBKB tersebut terdapat
3 kegiatan utama yang dilaksanakan yakni:
1. Penutupan
jalan;
2.
Pengukuran kualitas udara; dan
3. Kegiatan
penunjang lainnya.
CFD
diselenggarakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan dalam rangka
pemulihan mutu udara. CFD atau hari bebas kendaraan bermotor ini selanjutnya
diatur di Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 12 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan
Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Pergub DKI Jakarta 12/2016), Keputusan Gubernur
DKI Jakarta No. 545 Tahun 2016 tentang Penetapan Lokasi, Jadwal dan Tata Cara
Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Provinsi DKI Jakarta
(Kepgub DKI Jakarta 545/2016) serta Keputusan Gubernur No. 509/2016. Guna
mengetahui mutu udara pada lokasi pelaksanaan CFD, dilakukan pengukuran mutu
udara pada setiap pelaksanaan CFD di tingkat provinsi dan kota administrasi.Pengukuran
mutu udaradilakukan terhadap parameter NO2, SO2, HC, CO dan PM. Dalam hal ini, konsentrasi masing-masing parameter
pencemar diperbandingkan antara hari libur, pada saat pelaksanaan CFD maupun
pada saat hari kerja (lihat: Lampiran 4 “Pengukuran Mutu Udara pada Pelaksanaan
CFD”). Meskipun demikian, Pemprov DKI Jakarta tidak menentukan target penurunan
beban kelima parameter pencemar tersebut. Pemprov DKI Jakarta hanya menghitung
selisih konsentrasi masing-masing pencemar pada saat pelaksanaan CFD dan pada
hari kerja.
c. Ganjil-Genap
Kebijakan ini adalah kebijakan Pemprov DKI Jakarta
dalam melakukan pembatasan kendaraan yang mengacu pada angka terakhir dari
nomor plat kendaraan bermotor roda
empat.
Setiap pengendara kendaraan bermotor beroda empat dengan nomor plat ganjil
dilarang melintasi ruas jalan tertentu pada tanggal genap dan setiap pengendara
kendaraan bermotor beroda empat dengan nomor plat genap dilarang melintasi ruas
jalan tertentu pada tanggal ganjil. Kebijakan ini kemudian diperpanjang jangka
berlakunya karena pelaksanaan Asian Para Games 2018 melalui penetapan Pergub
DKI Jakarta No. 92 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap
Menjelang dan Selama Penyelenggaraan Asian Para Games 2018 (Pergub 92/2018)
dengan perubahan kecil
mengenai
ruas jalan kawasan diberlakukannya ganjil-genap (lihat Lampiran 7 “Ruas Jalan
Kawasan Pembatasan Lalu Lintas Jalan dengan Sistem Ganjil-Genap Menjelang dan
Selama Penyelenggaraan Asian Para Games 2018 Menurut Pergub 92/2018”). Oleh
karena menurut hasil evaluasi DLH DKI Jakarta penerapan kebijakan ini dianggap
berdampak positif pada peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang
jalan, maka penyelenggaraan kebijakan ini diperpanjang melalui Pergub DKI
Jakarta No. 106 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem
Ganjil-Genap (Pergub 106/2018) dengan ruas jalan kawasan diberlakukannya
ganjil-genap yang sedikit berbeda dengan yang sebelumnya (lihat Lampiran 8
“Ruas Jalan Kawasan Pembatasan Lalu Lintas Jalan dengan Sistem Ganjil-Genap
Menurut Pergub 106/2018). Dengan diberlakukannya instrumen hukum yang terakhir
ini, kebijakan ganjil-genap diberlakukan mulai tanggal 15 Oktober 2018 sampai
dengan 31 Desember 2018 mulai hari Senin sampai dengan Jumat mulai pukul 06.00
WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB dan mulai pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul
20.00 WIB.
Adapun
menurut hasil peninjauan yang dilakukan oleh Badan Pengelola Transportasi
Jakarta
(BPTJ)
terhadap kinerja ruas jalan sebelum dan setelah perluasan ganjil genap,
diketahui bahwa terdapat perubahan VC Ratioyang signifikan antara sebelum dan
sesudah diberlakukannya ganjil-genap di ruas Jl. M.H Thamrin (Tosari), Jl.
Rasuna Said (GOR Sumantri), Jl. S. Parman (Mall TA) dan Jl. Metro Pondok Indah
(PIM). Kinerja jalan menjadi lebih baik setelah diberlakukannya ganjil-genap
Sementara itu, kinerja jalan alternatif lebih dinamis karena setelah
pemberlakuan sistem ganjil-genap di ruas jalan alternatif relatif menurun .
d. Kawasan Dilarang Merokok
Perda 2/2005 menyatakan bahwa tempat umum, sarana
kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses
belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum adalah
kawasan dilarang merokok.
Pimpinan
atau penanggung jawab tempat umum dan tempat kerja dalam hal ini harus menyediakan
tempat khusus untuk merokok serta menyediakan alat penghisap udara sehingga
tidak menganggu kesehatan bagi yang tidak merokok.Sedangkan dalam angkutan
umum dapat
disediakan tempat khusus untuk merokok dengan ketentuan:
a.
Lokasi tempat
khusus untuk merokok terpisah secara fisik/tidak bercampur dengan
kawasan
tanpa rokok pada angkutan umum yang sama;
b.
Dalam tempat khusus untuk merokok harus dilengkapi
alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai
kawasan dilarang merokok ini diatur secara khusus dalam Peraturan Gubernur DKI
Jakarta No.
50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan
Penegakan
Hukum Kawasan Dilarang Merokok (Pergub 50/2012). Menurut instrumen hukum
tersebut, BPLHD, Walikota/Bupati, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta Perdagangan
(Dinas KUMKMP), Dinas Olahraga dan Pemuda, Satuan Polisi Pamong Praja, Biro
Pendidikan dan Mental Spiritual dan Biro Umum wajib melakukan pengawasan
penaatan kawasan dilarang merokok.
Pengawasan
penaatan kawasan dilarang merokok ini dilakukan berdasarkan tugas pengawasan
yang dilakukan oleh SKPD/UKPD dan Walikota/Bupati, pengaduan masyarakat, temuan
langsung dan informasi dari media massa.
Berdasarkan
data Kawasan Dilarang Merokok di Provinsi DKI Jakarta yang dimiliki DLH DKI
Jakarta untuk periode Januari 2017 hingga Desember 2018, ditinjau dari laporan
penanganan pengaduan, hampir seluruh wilayah administratif DKI Jakarta (77.78%)
tidak menaati kebijakan Kawasan Dilarang Merokok. Kebijakan ini tidak memiliki
target yang terfokus dan terukur untuk menuruni tingkat pencemaran udara di
DKI.
c. Larangan Pembakaran Sampah
Dinyatakan dalam Perda 2/2005, setiap orang atau badan
dilarang membakar sampah di ruang terbuka yang mengakibatkan pencemaran
udara.Dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Sampah (Perda 3/2013) juga diatur bahwa setiap orang dilarang membakar sampah
yang mencemari lingkungan. Sebagai sanksinya, setiap orang yang lalai atau
dengan sengaja membakar sampah yang mencemari lingkungan dapat dikenakan sanksi
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 112 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009) yakni pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah). Sayangnya, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh
DLH DKI Jakarta, kebijakan ini tidak dievaluasi sehingga tidak ada Dokumen
Evaluasi Dampak Kebijakan Larangan Pembakaran Sampah, yang ada hanyalah
penanganan pengaduan saja. Dengan demikian, kebijakan ini juga tidak memiliki
target yang terfokus dan terukur untuk mengendalikan pencemaran udara yang
terjadi di DKI Jakarta.
2.
Kendala Dalam Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara Melalui Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta
Pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara melalui pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di
Jakarta tidak terhindar dari adanya kendala, baik dari pemerintah sendiri maupu
masyarakat. Beberapa kendala dalam pengendalian pencemaran udara melalui
pengelolaan RTH adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melakukan uji emisi kendaraan
dan perawatan terhadap kendaraan
bermotor. Sejauh ini program pengujian emisi kendaraan bermotor telah dijadikan
sebagai salah satu syarat dalam pengurusan izin beroperasi kendaraan bermotor.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya sering dianggap oleh masyarakat sebagai salah
satu syarat yang tidak begitu penting untuk dilakukan. Pengujian emisi dan
perawatan kendaraan bermotor yang
dilakukan secara berkala dapat membantu menekan jumlah zat-zat berbahaya dari
gas buang/emisi yang dilepaskan ke udara ambien, sehingga dapat membantu
program pengendalian pencemaran udara.
2. Kurangnya sarana transportasi umum
yang memadai. Transportasi umum yang ada di wilayah Jakarta baik itu angkutan
umum yang disediakan oleh swasta dan bus angkutan umum Trans Jakarta yang
disediakan pemerintah belum sepenuhnya dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan
sarana transportasi yang mudah diakses, nyaman dan murah tentunya, akan
pertimbangan inilah sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan
pribadi.
3. Kurangnya sosialisasi tentang
pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan RTH kepada masyarakat. Kurangnya
sosialisasi membuat masyarakat tidak mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan
dari pencemaran udara dan kurangnya RTH, sehingga peran serta masyarakat dalam
pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan RTH tidak bisa berjalan secara
optimal.
4. Keterbatasan lahan dan sulit untuk
menentukan lahan yang dapat digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau. Permasalahan
keterbatasan lahan dalam rangka penyediaan RTH dikarenakan tingginya harga
tanah di Jakarta Keterbatasannya anggaran yang disiapkan pemerintah dalam
rangka penyediaan RTH membuat pemerintah tidak dapat memenuhi penawaran yang
diberikan oleh masyarakat. Permasalahan penyediaan lahan ini juga berdampak
pada penyebaran RTH yang kurang merata serta penempatannya yang kurang tepat.
5. Kurangnya perhatian pemerintah Kota
Jakarta dalam perawatan Ruang Terbuka Hijau. Kurangnya perawatan RTH seringkali
terjadi pada musim kemarau, sehingga banyak tanaman yang baru saja ditanam
menjadi tidak terurus dan akhirnya mati kekeringan.
BAB
IV KESIMPULAN
Pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara melalui pengelolaan RTH di Jakarta yang telah
berjalan masih kurang efektif. Penyebab utamanya adalah kurangnya luasan RTH publik
yang dimiliki wilayah Jakarta. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara
melalui pengelolaan RTH di Jakarta, diantaranya berupa : kurangnya kesadaran
masyarakat untuk melakukan uji emisi kendaraan dan perawatan terhadap kendaraan
bermotor, keterbatasan lahan dan sulit untuk menentukan lahan yang dapat
digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau, serta kurangnya perhatian pemerintah Jakarta
dalam perawatan Ruang Terbuka Hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Pasal 11 Peraturan
Gubernur DKI Jakarta No. 12 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan
Bermotor
Hasni, 2010,
Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam konteks UUPA-UUPR-UUPLH,
edisi kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ir. Bambang
Prihartono, MSCE, Ganjil Genap “Katanya & Ternyata, (Jakarta: Badan
Pengelola Transportasi Jabodetabek, 2018), hlm. 47-48.
http://e-journal.uajy.ac.id/9198/1/JURNALHK10270.pdf,
diakses pada hari kamis, 29 Agustus 2019
https://media.neliti.com/media/publications/112707-ID-pencemaran-udara-akibat-emisi-gas-buang.pdf,
diakses pada hari sabtu, 31 Agustus 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.