INDUSTRI MUTLAK HIJAU
Kemenperin dan KLH Siapkan Insentif
Industri
hijau atau ramah lingkungan mutlak dikembangkan. Langkah ini akan meningkatkan
daya saing produk industri. Pemerintah sedang mencari insentif agar industri
tersebut semakin tumbuh dan berkembang di Indonesia.
INDUSTRI
HIJAU
Definisi:
Industri
yang telah menerapkan pola penghematan sumber daya dan penggunaan bahan baku
serta energi yang ramah lingkungan serta terbarukan.
Dasar
Hukum:
Peraturan
Presiden Nomor 28 Tahun 2008, Tentang Kebijakan Industri Nasional
Kebijakan
Pemerintah:
1.
Proses pembangunan industri diarahkan untuk menerapkan pembangunan industri
berkelanjutan yang didasarkan pada beberapa aspek, di antaranya pembangunan
lingkungan hidup.
2.
Aspek pembangunan lingkungan hidup dilakukan dengan menerapkan pencegahan dan
pengendalian pencemaran melalui audit dan konservasi energi, pengurangan emisi
gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas efek rumah kaca.
3.
Pemerintah berupaya memberikan fasilitas kepada industri yang menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
INOVASI
HIJAU DALAM INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT SEMI REFINEED CARRAGEENAN (SRC)
Rumput
Laut saat ini menjadi salah satu
komoditi unggulan Indoensia, untuk lebih memberikan
nilai tambah kebutuhan untuk mengolah rumput laut menjadi produk olahan menjadi
suatu yang harus dilakukan dibanding hanya
memproduksi dalam bentuk kering. Produk rumput
laut olahan mulai dari ATC, SRC sampai dengan karaginan saat ini masih terbuka
peluang pasar yang besar baik lokal maupin ekspor. Kondisi ini membuat
pemerintah Indonesia ini mendukung upaya dalam pendirian pabrik pengolahan
rumput laut salah satunya SRC.
Upaya
hilirisasi produk tersebut ada dampak yang
perlu diperhatikan yaitu limbah air limbah
proses yang dihasilkan cukup besar. Limbah
yang bersifat alkali akan berbahaya bagi
lingkungan jika dibiarkan sehingga perlu
suatu kajian untuk mereduksi limbah yang
dihasilkan. Pendekatan inovasi hijau dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa
alternatif yang dikembangkan adaah dengan pemanfaatn
limbah menjadi produk samping yang
mempunyai nilai tambah, dan pemanfaatan air limbah untuk proses
selanjutnya.
Berdasarkan
kajian literatur berdasarkan kemudahan teknologi
dan aspek biaya pemanfaatan limbah menjadi
produk olahan dalam bentuk nata de seaweeds
cenderung dipilih untuk dikembangkan. Kajian terhadap aspek produk secara
pasar masih luas terbuka trend untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan harga
yang murah akan dapat direspon pasar dengan baik dan akan memberikan dampak
minimal terhadap kerusakan lingkungan
APLIKASI INDUSTRI HIJAU
Komoditas
teh sebagai bahan minuman, sudah dikenal di China, sejak tahun 2.700 SM. Jauh
lebih tua dibanding dengan kopi yang baru dikenal sekitar tahun 1.300 M. Dari
dua varietas tanaman teh, yakni Camelia sinensis var. assamica dan Camelia
sinensis var. sinensis, akan dihasilkan beberapa jenis teh. Varietas assamica
umumnya diproduksi menjadi teh hitam (black tea), atau sering pula disebut
sebagai english tea. Sementara varietas sinensis diproduksi menjadi teh hijau
(green tea), teh putih (white tea), dan teh oolong (oolong tea). Teh hitam
kadang-kadang dicampur dengan jeruk nipis (lemon), hingga disebut teh lemon
(lemon tea). Sementara teh hijau, sering dicampur dengan bunga melati hingga
disebut teh wangi (jasmine tea, chinese tea).
Teh
hitam diproduksi dengan tahap pelayuan, penggilingan, oksidasi untuk
mengaktifkan eszim dalam jaringan daun teh tersebut, kemudian pengeringan
(pemanasan), dan sortasi. Hasilnya dibedakan menjadi broken peco (BP), peco
fenning (PF), dan dush. Masing-masing masih dibedakan lagi menjadi kelas 1, 2
dan 3. Teh hijau diproduksi dengan tahapan pelayuan, peremasan, dan
pengeringan, tanpa proses oksidasi. kualitas teh hijau, ditentukan oleh
kualitas pucuk, yang juga bergantung pada lokasi tumbuh. Semakin tinggi lokasi
tumbuh, kualitas puvuk akan semakin baik. Teh oolong, diproduksi sama dengan
tahapan produksi teh hijau, namun dengan tambahan separo proses oksidasi.
Teh
putih adalah pucuk daun teh yang masih kuncup, yang diproses tanpa pelayuan,
peremasan atau penggilingan, dan oksidasi. Kuncup pucuk teh ini langsung
dikeringkan, baik dengan dioven maupun dijemur. Teh putih paling sedikit
produksinya, dan sekaligus juga paling tinggi harganya. Dari beberapa jenis
produk teh ini, teh hitam tidak mungkin diproduksi oleh industri kecil maupun
perorangan. Produksi teh hitam harus dikerjakan dalam pabrik besar dengan
teknologi modern. Yang berpotensi untuk dikerjakan industri kecil maupun
perorangan adalah industri teh hijau, teh oolong dan teh putih. Dari tiga jenis
teh ini, yang pasarnya paling luas dan paling baik adalah teh hijau.
PRINSIP INDUSTRI HIJAU
Kementerian
Perindustrian optimistis mampu mempercepat terwujudnya industri hijau untuk
seluruh sektor di Indonesia. Hal ini karena kesadaran pelaku industri nasional
terhadap efektivitas produksi dan kepedulian lingkungan terus meningkat.
“Terlebih
lagi, saat ini muncul tren di kalangan perusahaan industri berlomba-lomba
meningkatkan kinerja perusahaan di bidang lingkungan dan sosial,” tutur Sekjen
Kemenperin dalam sambutannya pada Launching Penghargaan Industri Hijau Tahun
2016 dan Sosialisasi Pedoman Penilaian Penghargaan Industri Hijau di
Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Menurut
Syarif, pelaku industri nasional mulai beralih dari pendekatan business as
ussual (BAU) yang sekadar mengejar profit, menuju ke sistem produksi yang
lebih terintegrasi dan efisien serta berkelanjutan. “Penerapan prinsip
efisiensi produksi dan peningkatan efektivitas penggunaan sumber daya alam itu
disebut industri hijau,” tegasnya.
Sebagai
bentuk keseriusan terhadap pengembangan industri hijau, Kemenperin telah
menuangkan prinsip tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian khususnya pada Pasal 77-83.
“Secara
khusus, dalam pasal itu disebutkan bahwa untuk mewujudkan industri hijau secara
menyeluruh, pemerintah perlu melakukan beberapa upaya strategis diantaranya
melalui perumusan iklim kebijakan yang mendukung dan pemberian fasilitas,”
paparnya.
PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU
Pembangunan
sektor industri di Indonesia telah berjalan sekitar empat puluh lima tahun
terhitung sejak lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967
dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968. Selama 10
tahun terakhir, industri memberikan kontribusi 25,45-28,96 persen terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan kecenderungan meningkat. Hal ini
sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat pendapatan dari sektor
non-migas dan pertumbuhan sektor industri didorong hingga mencapai 8,5 persen
pada tahun 2014 dan harus terus naik hingga rata-rata sebesar 9,75 persen pada
periode 2020-2025.
Namun
untuk mencapai target pembangunan ekonomi tersebut tidaklah mudah. Terdapat
berbagai tantangan bagi industri nasional untuk lebih berdaya saing seperti
masalah ketersediaan sumber daya yang semakin menipis juga ketergantungan
terhadap bahan baku impor hingga masalah timbulan limbah. Di tingkat global,
tuntutan agar diterapkannya standar industri yang menitikberatkan pada upaya
efisiensi bahan baku, air dan energi, diversifikasi energi, eco-design
dan teknologi rendah karbon dengan sasaran peningkatan produktivitas dan
minimalisasi limbah semakin tinggi. Issue lingkungan saat ini menjadi salah
satu hambatan perdagangan (barriers to trade) untuk penetrasi pasar
suatu negara. Barrier tersebut dilaksanakan dengan cara menerapkan
berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, ekolabel) maupun
persyaratan pembeli (buyer requirement). Oleh karena itu dunia usaha
perlu mengantisipasi hambatan yang diterapkan oleh beberapa negara tujuan
ekspor produk Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.