Dalam kehidupan
sehari-hari udara merupakan faktor yang sangat penting, tetapi semakin
meningkatnya pembangunan di pusat-pusat kota maka mengakibatkan kualitas udara
mengalami perubahan. Pada zaman dahulu udara di pusat-pusat kota adalah bersih,
karena dahulu banyak pohon-pohon yang masih segar. Tetapi semenjak adanya
pembangunan di pusat-pusat kota maka kondisi udara menjadi kering dan kotor.
Pembangunan di pusat-pusat kota serta melonjaknya jumlah kendaraan bermotor,
maka mengakibatkan meningkatnya kepadatan di lalulintas sehingga kualitas udara
pun semakin memprihatinkan (Soedomo, 2001).
Sulfur oksida terdiri
dari sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3). Kedua bahan pencemar ini
dapat menyebabkan pencemaran udara. Perbedaan keduanya adalah pada sulfur
dioksida merupakan gas yang tidak berwarna, berbau tajam namun tidak terbakar
di udara. Sedangkan sulfur trioksida mempunyai struktur komponen yang tidak
reaktif. Senyawa kimia dari sulfur dioksida adalah rumus SO2 tersusun dari 1
atom sulfur dan 2 atom oksigen. Zat ini dihasilkan terutama dari letusan gunung
berapi dan beberapa proses industri. Bahan bakar minyak juga banyak mengandung
unsur sulfur, sehingga pembakarannya dapat menghasilkan SO2 kecuali sulfurnya
telah dihilangkan sebelum dilakukan pembakaran.
Sumber utama SO2 adalah
88,3 % dari industri, 7,6 % dari transportasi. Jika dalam sistem filtrasi di
industri lebih baik maka akan terjadi penurunan terhadap kepekatan SO2. Efek
pencemaran udara yaitu penipisan lapisan ozon, asap, hujan asid dan pemanasan
bumi (Desvina, 2012).
Berdasarkan statistik
deskriptif yang dipantau di area suka jadi pekanbaru, maka diperoleh hasil bahwa
rata-rata data sulfur dioksida adalah 21.643 ug/m3 dengan ukuran
sampelnya 108. Nilai minimum kepekatan sulfur dioksida adalah 17.560 ug/m3,
sedangkan nilai maksimum kepekatan sulfur dioksida yaitu 36.530 ug/m3 (desvina,
2012).
Sedangkan penelitian
yang didapat dari industri makanan yang menggunakan briket sebagai pembakaran,
penelitian dilakukan di 4 desa yang berjarak 100 m sampai 150 m dari industri
tersebut,hasil yang didapat bahwa responden yang tidak mengalami keluhan
saluran pernafasan lebih banyak yaitu 35 responden (60,3%), sedangkan yang
mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 23 orang (39,7%) (Ertika et.al,
2013).
Menurut (Wijiarty
et.al, 2016) Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di Terminal Bus Pulogadung Jakarta
Timur rata-rata sebesar 133,78 μg/m3 dengan konsentrasi maksimum 164,41 μg/m3 dan
minimum 101,72 μg/m3.
Pengaruh utama polutan
Sulfur Oksida terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi
Sulfur Oksida sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang
sensitive iritasi terjadai pada konsentrasi 1-2 ppm. Sulfur Oksida dianggap
polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita
yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular. Sulfur
dioksida bersifat iritan kuat pada kulit dan lendir, pada konsentrasi 6-12 ppm
mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernafasan bagian atas, dan pada
kadar rendah dapat menimbulkan spesme tergores otot-otot polos pada bronchioli,
speme ini dapat menjadi hebat pada keadaan dingin dan pada konsentrasi yang
lebih besar terjadi produksi lendir di saluran pernafasan bagian atas, dan
apabila kadarnya bertambah besar maka akan terjadi reaksi peradangan yang hebat
pada selaput lendir disertai dengan paralycis cilia, dan apabila pemaparan ini
terjadi berulang kali, maka iritasi yang berulang-ulang dapat menyebabkan
terjadi hyper plasia dan meta plasia sel-sel epitel dan dicurigai dapat menjadi
kanker.
Penelitian yang
dilakukan oleh (Indrasti et.al, 2005) menemukan cara menghilangkan gas Sulfur
Oksida dengan teknik biofilter menggunakan Thiobacillus sp pada media serbuk
gergaji, kompos dan tanah.
DAFTAR PUSTAKA :
Desvina, A.P., 2012. PERAMALAN PENCEMARAN UDARA OLEH SULFUR DIOKSIDA DI PEKANBARU
DENGAN MODEL AR, Jurnal Sains Teknologi
dan Industri, Vol. 9, No. 2.
Ertika, R.F., Naria, E., Ashar, T., 2013. ANALISIS KADAR GAS SULFUR
DIOKSIDA (SO2) DI UDARA AMBIEN PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN YANG MENGGUNAKAN
BRIKET BATUBARA DAN KELUHAN SALURAN PERNAFASAN PADA MASYARAKAT DI DESA BAKARAN
BATU KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG, Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.
Indrasti, N.S., Yani, m., Manik, S.P., 2005. PENGHILANGAN GAS SO2 (SULFUR DIOKSIDA) DENGAN TEKNIK BIOFILTER
MENGGUNAKAN Thiobacillus sp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJI, KOMPOS DAN TANAH,
Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Sarudji, D., 2004. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap konsentrasi sulfur dioksida (SO2) udara ambient di atas jalan-jalan
raya di kota Surabaya, Jurnal Kedokteran
YARSI, Vol. 12 (2) : 60-65.
Wijiarti, K., Hanani, Y., Yunita, N.A., 2016. ANALISIS
RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN SULFUR DIOKSIDA (SO2) UDARA AMBIEN PADA
PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL BUS PULOGADUNG, JAKARTA TIMUR, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 4, No.
4.
tulisan yang sangat menarik. terima kasih
BalasHapus