.

Sabtu, 07 Oktober 2017

"Kami Butuh Kasih Sayang" , Ucap Hutan di Jambi



@D26-Niko
oleh: Niko Prayoga


 
 Masalah lingkungan mulai ramai dibicarakan sejak diselenggarakannya konferensi PBB tentang lingkungan Hidup di Stocholm, Swedia pada tanggal 15 juni 1972. Di Indonesia, tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dengan diselenggarakan seminar pengelolahan lingkungan hidup dan pembangunan nasional oleh universitas Padjajaran di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972.
 
Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertambahan penduduk), sebab ditingkat  pertambahan penduduk yang tinggi, kebutuhan pangan, bahan bakar, pemukiman dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain juga akan meningkat pula, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan besar pada kualitas lingkungan hidup terutama negara berkembang seperti Indonesia, dimana tingkat ekonomi dan tingkat penguasaan teknologi masih rendah. 
Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler. Setiap aktivitas manusia, sedikit atau banyaknya akan mengubah lingkungan hidupnya. Secara umum terdapat beberapa faktor yang menentukan sifat lingkungan hidup, diantaranya :
·         Jenis dan jumlah masing-masing unsur lingkungan hidup tersebut
·         Interaksi antar unsur dalam lingkungan tersebut
·         Kelakuan dan kondisi unsur lingkungan
·         Faktor non-material.
            Berbagai persoalan lingkungan masih terus mewarnai tanah sumatera sepanjang tahun 2012 kali ini catatan khusus dari jambi seperti yang dirilis oleh lembaga KK Warsi, yang menorehkan beberapa catatan kelam pengelolahan kebijakan lingkungan di provinsi Jambi. Berbagai masalah mulai dari pembalakan liar dan kasus kebakaran hutan.
Menurut Hidayat dan Kholil (2017) menyatakan bahwa pencemaran lingkungan merupakan  efek dari perubahan yang tidak diinginkan dalam lingkungan, yang secara langsung berpengaruh buruk terhadap kondisi tumbuhan, hewan, dan manusia.
Pencemaran dibagi menjadi 2 kelompok, antara lain:
1.      Pencemaran air
2.      Pencemeran udara
Salah satu persoalan di Jambi adalah kebakaran lahan yang menyebabkan pencemaran udara. menurut Henry C. Perkins 1974 dalam Kristanto Philip menyatakan bahwa pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa kontaminan didalam atmosfir diluar, seperti antara lain debu, busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan atau hewan maupun benda, atau tanpa alasan yang jelas sudah mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme maupun benda. 
Pencemaran udara berdasarkan sumbernya, antara lain:
1.      Pencemaran udara primer
Pencemaran di udara yang ada dalam bentuk hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu.
Pencemaran udara primer digolongkan menjadi 5 kelompok:
·         Karbonmonoksida
·         Nitrogen Oksida
·         Hidrokarbon
·         Sulfur Oksida
·         Partikel
2.      Pencemaran udara sekunder
Pencemaran yang sudah berubah tertentu antara dua atau lebih kontaminan atau polutan.
Menurut Fakhrana, Rinaldy Sofwan 2015 menyatakan bahwa indeks standar pencemaran udara (ISPU) di provinsi Jambi (13/9), telah mencapai angka 408 atau berada pada level berbahaya. Kepala pusat data dan informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulisnya mengatakan jarak pandangan tertinggi di Jambi pagi tadi hanya 600 meter, sedangkan jarak pandang terendahnya 500 meter dengan titik api setidaknya di 84 titik. Keadaan bahaya ini juga tercemin dari jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang sudah mencapai angka 28.948.
Menurut Santoso Bangun 2015 menyatakan bahwa indeks standar populasi udara (ISPU) di Jambi hari ini masuk kategori sangat berbahaya. Sebab sejak pukul 10.00 WIB di daerah ISPU mencapai angka 691, angka tersebut dibilang berbahaya karena rentang angka ISPU normal 0-50.Kenaikan ISPU hingga 100% ini akibat kebakaran hutan dan lahan di kecamatan Nalotantan Kabupaten Merangin, Jambi yang sulit dipadamkan.
Menurut Irene Sarwindaningrum dan Irma Tambunan (2015) menyatakan kualitas udara di Jambi memburuk seiring meluasnya kebakaran lahan dan pekatnya kabut asap. Areal gambut hanya dalam sebulan 9.891 hektar lahan di Jambi hangus akibat praktik-praktik pembakaran, dari total luas area terbakar lebih dari 90% terjadi di dalam area gambut. Selain  di areal kebun masyarakat dan pertanian, kebakaran terjadi dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung gambut, taman hutan raya, dan taman nasional. Api juga tumbuh di tujuh perkebunan sawit skala besar seluas 1.323 hektar meliputi, antara lain :
*      Areal PT Kaswari Unggul
*      Areal PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi
*      Areal PT Bumi Andalas
*      Areal PT Puri Hijau Lestari
*      Areal PT Era Sakti Wira Forestama
*      Areal PT Bara Eka Prima
*      Areal PT Bina Makmur Bestari
Sementara areal tanaman industri terbakar 740 hektar pada konsesi pada PT Dyera Hutani Lestari dan PT Wira Karya Sakti. 

Daftar Pustaka
1.Hidayat, Atep Afia dan M.Kholil 2017. Kimia, Industri, dan Teknologi Hijau. Pantoma Media.  
2. Kristanto, Philip 2004. Ekologi Industri. Andi Offset
3. Santoso Bangun 2015. Udara di Jambi Hari Ini Sangat Beracun dalam: http://news.liputan6.com/read/2345660/udara-di-jambi-hari-ini-sangat-beracun
4. Irene Sarwindaningrum dan Irma Tambunan 2015.
Akibat Kabut Asap, Kualitas Udara di Kota Jambi Memburuk dan Polda Sumsel Bentuk Satgas Khusus.dalam:http://print.kompas.com/baca/nusantara/2015/08/29/Akibat-Kabut-Asap%2c-Kualitas-Udara-di-Kota-Jambi-Me
5.  Fakhrana, Rinaldy Sofwan 2015.
Dikepung Asap, Indeks Polusi Udara Jambi di Level Berbahaya. dalam: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150913141354-20-78406/dikepung-asap-indeks-polusi-udara-jambi-di-level-berbahaya/












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.