Disusun Oleh :FAUZI FATHIYAKAN
Penggunaan bahan agrokimia yang berlebihan merupakan tantangan utama dalam pertanian ramah lingkungan. Bahan agrokimia pupuk dan pestisida merupakan salah satu input teknologi yang sangat dibutuhkan untuk sistem pertanian modern namun juga berpotensi menimbulkan banyak kerusakan. Penggunaan bahan agrokimia yang sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan tidak akan menyebabkan banyak masalah baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Namun penggunaannya yang berlebihan dan tidak tepat sasaran dapat menyebabkan berbagai permasalahan diantaranya keracunan tanaman, timbulnya resistensi hama, serta tercemarnya tanah dan air. Selain pencemaran lingkungan, pengaruh cemaran agrokimia ini juga memberikan dampak negatif terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.
Potensi Dampak Negatif Bahan Agrokimia Terhadap Lingkungan
Penggunaan pupuk seyogyanya sudah memperhatikan tepat dosis,
tepat waktu, tepat cara, tepat jenis, dan tepat tanamannya. Apabila
aturan ini sudah diterapkan, maka tidak banyak pupuk yang terbuang dan
berpotensi merusak lingkungan. Namun hingga saat ini persepsi sebagian
besar petani kita masih belum berubah. Petani percaya bahwa semakin
banyak pupuk yang diberikan akan dapat menghasilkan produksi yang
lebih tinggi. Selain itu, terjadi ketimpangan dimana petani yang mampu
menyediakan pupuk memberikannya secara berlebihan, sebaliknya bagi
yang kurang mampu hanya memberikan pupuk seadanya.
Penggunaan pestisida perlu menjadi perhatian yang serius karena
pestisida merupakan katagori
Persistent Organic Pollutants
(POPs) yang paling populer dengan kandungan senyawa berbahayanya. Senyawa POPs
merupakan senyawa organik yang sulit terdegradasi sehingga dapat
bertahan lama di lingkungan.
Pengaruh negatif pestisida untuk tanaman yang sensitif adalah
tanda pematangan yang cepat dan tidak beraturan, kehilangan biomassa
dan kematian tanaman (Wild 1993). Bagi organisme pengganggu
tanaman (OPT) misalnya serangga dapat membangun imunitas tinggi
terhadap pestisida sehingga dosis penggunaannya akan selalu meningkat.
Pengendalian hama sebelum program pengendalian hama terpadu (PHT)
lebih banyak mengandalkan pestisida jenis organoklorin dan organofosfat
yang memiliki toksisitas tinggi dan persistensi lama dalam tanah sehingga
berpotensi mencemari lingkungan. Selanjutnya berkembang pestisida
golongan carbonate dan
pyrethroid
yang lebih aman terhadap lingkungan
karena mudah terdegradasi, namun penggunaannya dalam jangka
panjang tetap perlu diwaspadai.
Tingkat kerusakan yang ditimbulkan dari residu pestisida
dipengaruhi oleh jenis bahan aktif, tingkat kelarutan, dan kondisi
lingkungan saat pestisida diberikan. Proses transformasi pestisida dalam
tanah dapat dilihat dari Gambar 9. Pestisida yang masuk ke dalam tanah
akan melalui 7 proses yaitu: 1) volatilisasi ke atmosfir tanpa perubahan
kimia; 2) diadsorpsi tanah; 3) hilang melalui
leaching
; 4) bereaksi secara
kimia di dalam tanah maupun permukaan tanah; 5) dapat dirombak oleh
mikroorganisme; 6) terbawa erosi dan
run-off
ke aliran sungai; dan 7)
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 31
Penggunaan Bahan Agrokimia dan Dampaknya Terhadap Pertanian Ramah Lingkungan
masuk jaringan tanaman dan juga hewan melalui rantai makanan (Weber
dan Miller 1989). Lebih lanjut, pestisida masuk melalui perakaran,
diabsorpsi oleh mineral liat tanah kemudian mengalami degradasi biologi
dan kimia. Pestisida yang diberikan ke tanaman juga akan mengalami volatilisasi, terpapar radiasi sehingga terurai (photodecomposition), hilang melalui leaching dan run off. Bahan aktif pestisida yang tidak dapat terurai baik secara kimia dan biologi sangat berbahaya apabila tercuci sehingga masuk ke dalam air tanah, bertahan dalam air run off dan menjadi toksik. Kelarutan bahan aktif pestisida menjadi indikator proses transformasinya dalam tanah. Pada Gambar 10 dapat dilihat tingkat
kelarutan beberapa jenis bahan aktif pestisida dalam air. Kelompok halogen, alkylated benzenes, dan phthalate memiliki tingkat kelarutan tinggi dalam air yaitu sekitar 10-3 hingga 1 mol/l kelompok yang paling
rendah tingkat kelarutannya dalam air adalah
polychlorinated biphenyls
(PCBs) (Wild 1993). Semakin tinggi tingkat kelarutannya dalam air maka
semakin cepat tingkat degradasinya dan sebaliknya dengan tingkat
kelarutan rendah persistensinya juga semakin lama.
Penelitian tentang residu senyawa POPs sudah banyak dilakukan
namun bersifat sporadik. Penelitian dalam skala lebih luas dan
komprehensif telah dilakukan oleh peneliti-peneliti di Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian, Balitbangtan. Residu pestisida di dalam tanah, air,
dan tanaman juga sudah dipetakan meskipun terbatas untuk Prov. Jawa
Tengah
Upaya Menurunkan Pengaruh Negatif Bahan Agrokimia Terhadap Lingkungan Sejalan dengan peningkatan populasi penduduk di Indonesia, maka kebutuhan akan pangan, perumahan, dan industri juga akan meningkat. Sebagai konsekuensinya, kebutuhan bahan agrokimia seperti pupuk dan
pestisida juga semakin bertambah. Upaya mengembalikan lahan pertanian menjadi pertanian organik merupakan salah satu alternatif pendekatan untuk menghindari penggunaan bahan agrokimia. Namun
demikian, kebutuhan pangan yang sangat besar tersebut tentu merupakan prioritas utama untuk dipenuhi. Produksi pangan dari pertanian organik belum mampu memenuhi kebutuhan pangan secara
nasional. Oleh karena itu, sangat diperlukan dukungan teknologi pupuk dan pestisida yang ramah lingkungan agar dampak negatifnya dapat diminimalisir namun target
output nya tetap tercapai. Berikut beberapa pendekatan pengelolaan pertanian ramah lingkungan terkait pupuk dan pestisida diuraikan sebagai berikut:
Pengelolaan unsur hara dan teknologi pemupukan
Pengelolaan unsur hara di lahan pertanian merupakan salah satu cara mengatasi permasalahan pupuk. Pemberian pupuk yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah merupakan kunci.
pengelolaan unsur hara pada lahan pertanian. Pengetahuan tentang cara
pemupukan, waktu pemberian, dosis pupuk, jenis pupuk dan
memperhitungkan kebutuhan setiap jenis tanaman merupakan kunci
pengelolaan hara. Berikut praktek pengelolaan hara yang perlu
diperhatikan:
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 35
Penggunaan Bahan Agrokimia dan Dampaknya Terhadap Pertanian Ramah Lingkungan
1. Perlunya meminimalisir kehilangan unsur hara melalui
run off, erosi, leaching, dan volatilisasi dengan perbaikan teknologi konservasi tanah dan air.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang tanaman dengan kebutuhan unsur hara seperti N yang rendah namun bernilai ekonomi tinggi dan pengembangan rekayasa genetika yang dapat menghasilkan
tanaman yang dapat tumbuh baik pada kondisi ekstrem hara misal kekurangan N, P, dll.
3. Mengetahui kebutuhan unsur hara tanaman pada status hara tanah yang tepat.
4. Cara penempatan pupuk yang tepat. Sebagai contoh pemberian pupuk dalam larikan untuk P dapat mengurangi kontak P secara luas dengan tanah, sehingga pupuk lebih lama dapat dimanfaatkan tanaman.
5. Kombinasi pupuk N dan P, dimana pemberian pupuk N bersamaan dengan P dapat meningkatkan P uptake oleh tanaman karena asam nitrit yang dihasilkan dari oksidasi ion ammonium dapat melambatkan proses fiksasi P dari komponen Ca tanah untuk tanah alkalin.
6. Pengelolaan bahan organik tanah. Tanah yang miskin bahan organik umumnya mengalami permasalahan dalam menciptakan kondisi ideal dalam hal penyerapan unsur hara oleh perakaran tanaman. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi merupakan habitat bagi mikroorganisme tanah baik fauna, mesofauna, dan mikrofauna sehingga fungsi perombakan bahan kimia dalam tanah dapat berjalan sesuai dengan peranannya. Bahan organik dapat menjadi penahan unsur hara dari fiksasi oleh mineral liat seperti halnya unsur P. Bahan organik juga dapat mengikat logam berat sampai logam berat tersebut terdegradasi.
7. Mengontrol pH tanah. pH tanah umumnya menjadi pembatas ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan unsur hara dapat menurun drastis bila pH tanah terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga unsur hara banyak tidak tersedia bagi tanaman dan mudah hilang keluar dari sistem tanah-tanaman. Aplikasi kapur sangat efektif meningkatkan pH tanah.
8. Menangkap kelebihan pupuk sebelum memasuki aliran sungai seperti
danau buatan atau melewati hutan mangrove alami.
Teknologi yang dapat membantu meningkatkan efisiensi pupuk
adalah dengan menggunakan pupuk yang memiliki efisiensi tinggi seperti
penggunaan pupuk slow release . Pupuk slow release
adalah pupuk yang dapat melepas unsur hara secara lambat. Pupuk slow release dapat berupa pupuk yang di coating dengan polimer nano, bahan mineral alami seperti zeolite, gypsum atau membran, teknik enkapsulasi, atau dengan menjadikan pupuk berbentuk tablet/kapsul yang cukup besar sehingga 36 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Penggunaan Bahan Agrokimia dan Dampaknya Terhadap Pertanian Ramah Lingkungan
pupuk tersebut dapat bertahan cukup lama sebelum habis secara perlahan. Penggunaan pupuk
slow release ini dapat menghemat kebutuhan pupuk. Beberapa produk pupuk slow release dari Badan
litbang adalah pupuk NPK slow release12-10-10 yang di coating dengan zeolite, organo mineral P, dan enkapsulasi N (Balittanah 2012).
Daftar Pustaka :
-Joko Purnomo dkk (2015), Penggunaan Bahan Agrokimia dan Dampaknya terhadap Pertanian Ramah Lingkungan https://www.researchgate.net/publication/291974407_Penggunaan_Bahan_Agrokimia_dan_Dampaknya_terhadap_Pertanian_Ramah_Lingkungan [accessed Sep 27, 2017].
-Hikmat (2015) , Pengertian Argo kimia dalam Pertanian http://kliksma.com/2015/03/pengertian-agrokimia-dalam-pertanian.html
-Untung Suwahyono (2011) , Pupuk Organik https://books.google.co.id/books?id=1u-gCgAAQBAJ&pg=PA5&lpg=PA5&dq=pupuk+agro+kimia&source=bl&ots=R8VS3ztS_y&sig=3KG-dzx1wlHxzEGDIVK_eoSlkxs&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=pupuk%20agro%20kimia&f=false
-Redaksi (2013), Jenis-Jenis Pupuk Hijau https://alamtani.com/pupuk-organik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.