Teluk Kao terletak di Pulau Halmahera, sedangkan perairan
Anggai terletak di Pulau Obi. Di daerah Kao tepatnya di Gosowong sejak tahun
1992 beroperasi kegiatan pertambangan mineral (emas). Kegiatan penambangan ini
dilakukan oleh PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) yang merupakan perusahaan
patungan antara Newcrest Singapore Holdings Pty. Ltd. (82,5%) dan Antam
(17,5%).
Kontrak karya ini meliputi luasan sekitar 449.300 hektar, sedangkan di
Anggai kegiatan hanya dilakukan oleh masyarakat. Untuk memisahkan emas dari
butiran-butiran pasir digunakan merkuriatau raksa, yakni unsur kimia yang
berbentuk cair dan bersifat toksis. Merkuri(Hg), adalah satu-satunya logam yang
berwujud cair pada suhu ruang. Merkuri,baik logam maupun metil merkuri(CH3Hg+),
biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang,
maupun perairan yang terkontaminasi. Namun bila dalam bentuk logam, biasanya
sebagian besar bisa diekresikan. Sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem
saraf, yang suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Merkuri dalam
bentuk logam tidak begitu berbahaya, karena hanya 15% yang bisa terserap tubuh
manusia. Tetapi begitu terpapar ke alam, dalam kondisi tertentu ia bisa
bereaksi dengan metana yang berasal dari dekomposisi senyawa organik membentuk metil
merkuri yang bersifat toksis. Dalam bentuk metil merkuri, sebagian besar akan
berakumulasi di otak. Karena penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa
menyebabkan berbagai gangguan. Mulai dari rusaknya keseimbangan tubuh, tidak
bisa
berkonsentrasi,
tuli, dan berbagai gangguan lain seperti yang terjadi pada kasus Minamata.
Merkuri yang terhisap dapat lewat udara berdampak akut atau terakumulasi dan
terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, hingga rusaknya
paru-paru.
Pada
keracunan merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak
peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering
sakit
kepala. Jika terjadi akumulasi yang lebih dapat berakibat pada degenerasi
sel-sel saraf di otak kecil yang menguasai koordinasi saraf, gangguan pada luas
pandang, degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil.
Pencemaran pada
Teluk kao
Tiga sungai di dekat
lokasi tempat beroperasinya PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) yang beroperasi di
Ternate, Maluklu Utara diduga tercemar limbah tambang milik perusahaan itu.
Tiga sungai itu adalah Sambiki, Bora dan Tambobo yang bermuara ke Teluk Kao.
Penyebab pencemaran karena pipa limbah terlepas dan ini ketiga kalinya
peristiwa itu terjadi.
Sejak
penambangan emas yang dikelola PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) beroperasi di
Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, pada 1998, banyak nelayan di pesisir
Teluk Kao berhenti melaut. Ini dipicu pembuangan limbah pengolahan emas ke
perairan setempat sehingga ketersediaan ikan berkurang. Warga
menduga hilangnya ikan teri dan udang di Teluk Kao terkait aktivitas
penambangan emas. Limbah dari penambangan itu dibuang ke Sungai Kobok dan Bora
di Malifut. Kedua sungai tersebut mengalir ke Teluk Kao.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)
Maluku Utara Ismed Soelaiman mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan Walhi,
Februari 2010, air kedua sungai mengandung logam sianida di atas ambang batas
yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kondisi ini tak hanya merusak
keanekaragaman hayati, tapi juga membahayakan kesehatan warga. Air sungai
dipakai untuk mandi dan memasak.
Akibat Pencemaran
Akibat dugaan
pencemaran, Forum Pemerhati Masyarakat Lingkar Tambang bahkan telah
mengeluarkan rekomendasi larangan mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Kao
ke seluruh warga Ternate, Maluku Utara. Pasalnya, ikan-ikan Teluk Kao diduga
sudah terindikasi mengandung senyawa kimia berbahaya, sianida.
Kandungan Pencemaran Teluk Kao
·
Kandungan logam berat di perairan teluk kao Berdasarkan
uji laboratorium terhadap air laut, kandungan merkuri pada semua lokasi pengamatan
(dua lokasi di Tanjung Taolas dan dua lokasi di Tanjung Akesone) menunjukkan
nilai yang sama, yaitu 0,0002 ppm. Kandungan sianida pada semua stasiun
pengamatan juga memiliki nilai yang sama, yaitu 0,001 ppm. Kandungan Hg dari
hasil penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Edward (2008), yaitu 0,001 ppm. Hal ini dimungkinkan karena waktu pengambilan
sampel air ini dilakukan pada musim hujan. Kinghorn et al. (2007) menyatakan
bahwa pada musim hujan, kandungan logam berat dalam air cenderung lebih kecil
karena proses pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan
lebih tinggi karena logam menjadi terkosentrasi.
·
Kandungan merkuri (Hg) dalam tubuh ikan.
Hasil
tangkapan dari Tanjung Taolas adalah kakap merah (Lutjanus saguineus), biji
nangka (Upenus sulphureus), dan udang putih (Panaeus merguiensis), sedangkan di
Tanjung Akasone tertangkap belanak (Valamugil speigleri), biji nangka (Upenus
sulphureus), dan udang putih (Panaeus merguiensis). Logam berat yang larut di
perairan kemungkinan besar akan menyebar ke beberapa organ tubuh ikan seperti bagian
daging dan hati. Kandungan merkuri yang ditemukan pada organ hati pada umumnya
lebih tinggi dibandingkan dengan daging ikan (Tabel 1). Hasil penelitian ini
menunjukkan pola yang sama dengan penelitian Darmono (2008), yang melaporkan
bahwa akumulasilogam berat pada organ hati ikan lebih banyak dibandingkan dengan
ginjal, dan pada organ ginjal lebih banyak dibandingkan dengan daging.
Daftar
Pustaka
Edward. 2008 . PENGAMATAN
KADAR MERKU RI DI PERAIRAN TELUK KAO (HALMAHERA) DAN PERAIRANANGGAI (PULAU OBI)
MALUKU UTARA. Jurnal Pendidikan, VOLUME 12, NO. 2,
NOVEMBER 2008: 97-101
Wulandari,
Sri Yulina. 2010. Kandungan Merkuri dan Sianida pada Ikan yang Tertangkap dari Teluk
Kao, Halmahera Utara.Jurnal Pendidikan, vol. 15 (3) 126-134.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.