ABSTRAK
Indonesia
merupakan salah satu negara yang dilalui garis khatulistiwa, dimana matahari
bersinar 365hari dalam setahun. Energi matahari yang melimpah ini bisa
dimanfaatkan sebagai supply listrik nasional.
Karena energi matahari merupakan energi terbarukan yang murah, mudah dan ramah
lingkungan atau yang disebut dengan green
technology. Dalam proses konversi energi matahari menjadi energi listrik
tidak menghasilkan polutan yang mencemari lingkungan sebanyak polutan yang
dihasilkan pada proses konversi bahan bakar fossil
(batu bara, minyak bumi dll) menjadi energi listrik. Sehingga energi matahari
adalah energi yang menjanjikan
dimasa depan karena ramah terhadap bumi yang kita tinggali. Namun masalahnya
mengapa energi matahari tidak sepopuler energi fossil dalam pemanfaatannya sebagai supply listrik? Padahal ketersediaan energi fossil sangat terbatas. Disini diberikan
penjelelasan alasan-alasan penguat untuk beralih dari energi fossil ke energi surya sebagai solusi dalam
menjaga bumi tetap hijau.
Kata kunci: Energi matahari, green technology, listrik
PENDAHULUAN
Menurut
sumbernya, ada dua jenis sumber energi di muka bumi ini, yaitu
sumber energi terbarukan yang merupakan sumber
energi yang dapat pulih secara alami, jika kita dapat mengelolanya dengan baik
sumber energi ini tidak akan habis dan sumber energi
tidak terbarukan yang diperoleh
dari sumber daya alam yang waktu pembentukannya hingga jutaan tahun.
Contoh sumber energi terbarukan meliputi energi matahari, angin, panas bumi,
biomassa, gas alam, air dan pasang surut, sementara contoh sumber energi tidak
terbarukan meliputi energi yang berasal dari fossil, mineral alam, dan lain sebagainya.
Di Indonesia,
sumber energi ini digunakan untuk menghasilkan energi listrik sebagai energi
yang dapat dikonversikan menjadi energi cahaya untuk penerangan rumah, energi
panas untuk memasak air dan nasi, energi bunyi, dan masih banyak lagi. Sehingga
dibangunlah berbagai macam pembangkit listrik untuk supply listrik nasional. Pada umumnya pembangkit listrik di
Indonesia menggunakan bahan bakar fossil
yakni batu bara yang adalah salah satu sumber energi yang tidak terbarukan. Menurut
kementrian ESDM, cadangan batu bara nasional mencapai 39.83 miliar ton dan cadangan
yang cukup besar ini hanya akan bertahan hingga 80 tahun ke depan, sementara
jika cadangan sudah habis, pembentukan batu bara itu sendiri akan memakan waktu
jutaan tahun lagi. Selain itu, penggunaan bahan bakar fossil pada industri pembangkit listrik tidak ramah lingkungan
karena prosesnya yang menghasilkan polutan. Maka sudah seharusnya Indonesia
beralih ke sumber energi terbarukan yaitu energi matahari untuk supply listrik nasional.
PERMASALAHAN
Teknologi
membantu manusia dalam memberi kenyamanan dan membantu mempercepat dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Kemajuan teknologi ini juga membawa dampak
negatif karena konsumsi energi yang tidak sedikit contohnya penggunaan
pendingin ruangan (AC), komputer, lift,
lampu, televisi hingga handphone.
Semua teknologi ini membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari listrik.
Pembangkit listrik harus disediakan sebagai penunjang agar teknologi tersebut
tetap bisa digunakan masyarakat. Namun sebagaimana yang telah kita ketahui, sebagian
besar pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan bahan bakar fossil. Selain karena persediaan bahan
bakar fossil yang semakin menipis, penggunaan
energi fossil sebagai pembangkit listrik
menuai polemik akibat isu lingkungan. karena tidak bisa dipungkiri, bahan bakar
fossil memiliki emisi yang tinggi
selama proses pengkonversiannya menjadi energi listrik. Dimana menurut walhi,
Emisi dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang berbahan bakar batu bara
menyumbang 20%-30% polusi udara Jakarta. Selain itu, pengerukan energi fossil dari perut bumi yang terus
menerus akan mengancam kerusakan permanen pada bumi itu sendiri.
Menurut
Manan, 2009 selain mengembangkan sumber energi yang terbarukan,
salah satu tujuan kebijakan energi nasional adalah pelestarian lingkungan yang
mana pengembangan sumber energi secara efisien da bijaksana dengan
memperhatikan dampak negatif dan meningkatkan ampak positif terhadap lingkungan
pada pengadaan dan pemanfaatan energi. Teknologi hijau adalah jawaban yang
sesuai dengan semangat kebijakan energi nasional. Menurut catatan Soemarno,
2011 (dalam Hidyat & Kholil 2018) Teknologi hijau merupakan teknik untuk
menghasilkan energi dan atau produk yang prosesnya tidak mencemari lingkungan. Teknologi
hijau dibidang energi adalah pemanfaatan matahari sebagai sumber pembangkit
listrik yang mana proses konversi dari energi matahari menjadi energi listrik
tidak menghasilkan polutan seperti pada energi fossil.
PEMBAHASAN
Indonesia
yang memiliki luas daratan hampir 2 juta km2 disinari oleh matahari
sepanjang tahun. Permukaan bumi menerima 1000 watt energi matahari per meter
persegi, jadi total energi matahari yang diterima daratan indonesia adalah
(2x106) x (1x103)= 2 miliar watt. Kurang
dari 30 % energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan
menjadi panas, 23 % digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di
atas permukaan bumi, sebagaian kecil 0,25 % ditampung angin, gelombang dan arus
dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025 % disimpan melalui proses fotosintesis
di dalam tumbuh-tumbuhan. Jadi 47% dari
2 miliar adalah 940 juta watt yang merupkan potensi energi matahari yang siap
dikonversi menjadi energi listrik.
Teknik
pemanfaatan energi surya ditemukan oleh A.C. Bacquerel pada tahun 1839 dengan mengkonversikan
radiasi matahari dengan menggunakan kristal silikon. Pada perkembangannya
hingga saat ini pemanfaatan energi surya menggunakan solar cell system sebagai alat mengkonversikan energi surya menjadi
energi listrik.
Gambar 1.1 Solar cell (sumber, Yandri, 2012)
Menurut Hasan, 2012 energi surya memiliki keunggulan dibandingkan dengan
energi fossil diantaranya:
1.
Sumber energi
mudah didapatkan
2.
Ramah lingkungan
3.
Sesuai untuk
berbagai macam kondisi geografis
4.
Instalasi, pengoperasian
dan perawatan mudah
5.
Listrik dari
energi surya dapt disimpan dalam baterai
Di indonesia pemanfaatan PLTS (Pembangkit Listrik
Tenaga Surya) hanya untuk wilayah pedesaan yang sulit dijangkau oleh instalasi
listrik, artinya penggunaan energi surya hanya optional. Untuk supply nasional termasuk supply industri, PLTS memiliki tantagan
besar karena membutuhkan area instalasi yang luas. Namun tantangan ini bisa
dijawab salah satunya dengan instalasi solar
cell system pada tiap rumah masing-masing baik diperkotaan maupun di
pedesaan baik yang sudah bisa dijangkau instalasi listrik maupun yang belum
sehingga menghilangkan ketergantungan listrik fossil dan membantu mengurangi polusi dunia akibat pemanfaatan
energi fossil serta mendorong
kebijakan energi nasional dalam pengembangan sumber energi terbarukan. Namun belum
banyak masyarakat yang sadar akan isu lingkungan dan potensi penghematan
terbesar yang mereka rasakan jika beralih ke solar cell system. Jadi masyarakat harus dikenalkan kepada
teknologi hijau yaitu energi surya itu sendiri.
Pengalaman
dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam Widodo, et al 2010, penerapan pembangkit listrik tenaga surya dapat
dilaksanakan secara bertahap. Tahapan ini meliputi beberapa aspek yang meliputi
aspek pengenalan sampai pada tahap penyebarluasan.
-
Tahapan Pertama
adalah tahap demonstrasi yaitu tahapan untuk mendapatkan model sistem tenaga
surya, investigasi keandalan sistem, mendapatkan kemampuan ekonomis,
meningkatkan kemampuan peneliti serta investigasi dampak sosial dari proyek
listrik tenaga surya.
-
Tahapan
berikutnya adalah demonstrasi ganda tujuan. Tahapan ini adalah untuk
mempelajari kendala dan masalah yang terjadi di lapangan, pengaturan distrubusi
sistem serta pengaturan-pengaturan setelah purna jual. Masih perlu pendekatan,
berbagai penyuluhan baik teknis maupun non teknis mengingat kondisi sifat masarakat
yang majemuk.
-
Tahapan
penyebarluasan, tujuan dari tahapan ini adalah menyebarluaskan penerapan
PLTS yang secara teknis, ekonomis dan sosial bisa diterima oleh masyarakat.
Konversi energi surya menjadi energi listrik
menggunakan teknologi photovoltaic (PV)
yang terbuat dari bahan semi konduktor yag disebut dengan solar cell. Bahan semi konduktor yang terdiri atas elektron-proton
jika digerakkan oleh energi dari luar akan melepaskan elektron sehingga
menimbulkan arus listrik. Solar cell
mampu menyerap cahaya matahari yang mengandung gelombang elektromagnetik atau
energi foton dimana energi foton ini
menghasilkan energi kinetik yang mampu melepaskan elektron-elektron ke
pita konduksi sehingga menimbulkan arus listrik. Energi kinetik akan semakin
besar seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya dari matahari terlebih
disiang hari yang terik.
Menurut Hasan, 2012 Perancangan Teknologi PV dan instalasinya
adalah sebagai berikut:
1. Mencari
total beban pemakaian per hari. Rumus yang digunakan yaitu:
Beban
pemakaian (Wh)= Daya x Lama pemakaian
2. Menentukan
ukuran kapasitas modul surya yang sesuai dengan beban pemakaian. Rumus yang
digunakan yaitu: Kapasitas=total beban pemakaian harian/isolasi surya harian
Isolasi
surya harian adalah ketersediaan energi surya rata-rata Indonesia sekitar
4.8kWh/m2
3. Menentukan
kapasitas baterai/aki. Rumus yang digunakan adalah:
Kapasitas
baterai (Ah)=Total kebutuhan energi harian/Tegangan sistem
Teknologi
PV dirancang untuk memudahkan dalam instalasi dan maintenance, sehingga
instalasi teknologi ini tidak membutuhkan waktu lama atau hanya sehari. Hal
yang perlu diperhatikan dalam instalasi adalah lokasi pemasangan harus terletak
di lapangan terbuka yang tidak terhalangi oleh pohon raksasa atau bangunan
tinggi. Posisi instalasi diharapkan miring menghadap ke utara disebabkan karena
letak Indonesia di sebelah selatan bumi.
Contoh:
Instalasi
pembangkit listrik dengan tenaga surya untuk penerangan, TV 21”, dan komputer
membutuhkan perencanaan:
a.
Pemakaian daya
-
Penerangan rumah : 20 lampu CFL @ 15 Watt x 4 jam sehari = 1.200 Wh
-
Televisi 21" : @ 100 W x 5 jam sehari = 500 Wh
- Komputer : @ 150
W x 6 jam = 900 Wh
Total kebutuhan
daya = 2.600 Watt hour
b. Jumlah panel
surya yang dibutuhkan, satu panel kita hitung 100 W.
- Kebutuhan panel
surya : (2.600/100 x 5) = 6 panel surya. harga 1 panel surya 100 W adalah
Rp.950.000 sehingga dibutuhkan investasi awal sebesar Rp.5.700.000,-
c. Jumlah
kebutuhan baterai 12 Volt dengan masing-masing 100 Ah:
- Kebutuhan
baterai minimum (baterai hanya digunakan 50% untuk pemenuhan kebutuhan
listrik), dengan demikian kebutuhan daya kita kalikan 2 x lipat:
2.600 x 2 = 5.200
Wh = 5.200/12 Volt/100 Amp = 4 batere 100 Ah.
- Kebutuhan
baterai (dengan pertimbangan dapat melayani kebutuhan 3 hari tanpa sinar
matahari):
2.600
x 3 x 2 = 15.600 Wh =15.600/12 Volt/100 Amp = 13 baterai 100 Ah.
Gambar 1.2 Penggunaan solar cell untuk rumah tangga (sumber, Yandri, 2012)
KESIMPULAN
& SARAN
Sudah saatnya kesadaran akan menjaga lingkungan hidup dimulai
dari diri kita sendiri dengan beralih ke teknologi hijau yaitu menggunakan
energi matahari yang ramah lingkungan. Walau penggunaan solar cell membutuhkan biaya investasi awal yang tinggi, namun kita
tidak akan pernah khawatir dengan kenaikan tarif listrik dari pemerintah. Sebagai misi nasional yang melibatkan
masyarakat, sebaiknya pemerintah melakukan subsidi pengadaan solar cell untuk setiap rumah, bisa
dilakukan denan skema cicilan dengan bunga ringan.
DAFTAR
PUSTAKA
Djoko Adi Widodo , Suryono, T. A. (2010). PEMBERDAYAAN ENERGI
MATAHARI SEBAGAI ENERGI LISTRIK LAMPU PENGATUR LALU LINTAS. Jurnal Teknik
Elektro Vol. 2 No.2, 2(1), 133–138.
Hasan, H. (2012). Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya. Jurnal Riset Dan Teknologi Kelautan, 10, 169–180.
Manan, S. (2009). Energi Matahari, Sumber Energi Alternatif
yang Effisien, Handal dan Ramah Lingkungan di Indonesia. Gema Teknologi,
31–35. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/1722
Yandri, V. R. (2012). Prospek Pengembangan Energi Surya Untuk
Kebutuhan Listrik Di Indonesia. Jurnal Ilmu Fisika | Universitas Andalas,
4(1), 14–19. https://doi.org/10.25077/jif.4.1.14-19.2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.