Konsep Kota
Hijau adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan yang menyelaraskan
lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia sebagai respon terhadap kerusakan
lingkungan.
Dalam mewujudkan kota hijau, salah satu atributnya yaitu ruang terbuka hijau (RTH) diatur secara ketat dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sebanyak 30% dari luas total kota harus digunakan sebagai ruang terbuka hijau yaitu 20% sebagai RTH publik dan 10% RTH sebagai pribadi (Ratnasari et al, 2015)
Dalam mewujudkan kota hijau, salah satu atributnya yaitu ruang terbuka hijau (RTH) diatur secara ketat dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sebanyak 30% dari luas total kota harus digunakan sebagai ruang terbuka hijau yaitu 20% sebagai RTH publik dan 10% RTH sebagai pribadi (Ratnasari et al, 2015)
Pembahasan
Menurut Ekaputra
et al. (2013), kota hijau merupakan kota yang ramah lingkungan, yang
memanfaatkan sumber daya air dan energi secara efektif dan efisien, mengurangi
limbah, menerapkan sistem informasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan,
serta mensinergikan lingkungan alami dan buatan. Ukuran dari ramah lingkungan
yang dimaksud dapat berupa tingkat polusi dan emisi karbon, penggunaan energy
dan air, kualitas air, volume sampah dan banyaknya daur ulang, prosentase ruang
terbuka hijau, serta alih fungsi lahan pertanian Meadows (1999), Brugmann (1999)
dalam Untari (2017).
Perkembangan
kota merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan salah satu hal krusial
yang mempengaruhinya adalah aksesibilitas (Putri dan Zain, 2010 dalam Ratnasari
et al, 2015). Terbukanya aksesibilitas dari dan ke kota mendorong orang untuk
bermigrasi mencari kehidupan yang lebih layak. Semakin padat penduduk kota maka
kualitas lingkungan semakin rendah (Todaro dan Smith, 2006 dalam Ratnasari et
al. 2015) atau disaat pertumbuhan populasi penduduk kota sudah melebihi kapasitas
daya dukung lingkungannya (Ratnasari et al., 2015).
Menurut
Supriyanto (2016), akibat langsung dari ketidakseimbangan antara lingkungan
terbangun (binaan) dengan lingkungan perlindungan (alam) menyebabkan penurunan
mutu lingkungan kota (environmental degradation). Tentu saja kesehatan
lingkungan juga tidak bisa dijaga seoptimal mungkin, berbagai penyakit akibat
bakteri e-coli (berasal dari buangan manusia), seperti tipus, disentri dan
diare sudah biasa terjadi sehari-hari, demikian pula penyakit yang penularannya
berasal dari media air (sungai) tanah maupun udara telah banyak diuraikan di
berbagai media (cetak maupun elektronik). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
akibat gigitan nyamuk aedes agepti serta malaria dan polio sudah merebak ke
mana-mana. Masih banyak lagi jenis penyakit yang kemudian timbul berantai
akibat degradasi lingkungan ini, termasuk akibat kongesti (menumpuknya)
kendaraan bermotor di jalanan umum.
Kesimpulan
Menurut
Supriyanto (2016), beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
masalah tersebut adalah dengan penghijauan kembali lingkungan perkotaan. Kecenderungan
yang terjadi pada kota-kota dunia sampai saat ini adalah menata kembali kotanya
untuk dapat lebih ke arah keseimbangan antara daerah ’hijau’ dengan ’non
hijau’, agar tercapai lingkungan perkotaan yang ’layak huni’, yaitu kondisi
kehidupan yang sehat, nyaman dan terus berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Supriyanto, 2016. KONSEP
PEMBANGUNAN MENUJU KOTA HIJAU (GREEN CITY).
Moniaga et al, 2015. Pengembangan
RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang. TEMU ILMIAH IPLBI : 27-32
Ratnasari et al., 2015. PERENCANAAN
KOTA HIJAU YOGYAKARTA BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN RTH. TATA LOKA
VOLUME 17 NOMOR 4, NOVEMBER 2015, 196 – 208.
Widigdo et al. Surabaya sebagai
Kota Taman atau “Green City”.
Lestari et al. PENGEMBANGAN RUANG
TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM UPAYA MEWUJUDKAN SUSTAINABLE CITY (Studi Pada
Masterplan Pengembangan RTH Tahun 2012-2032 di Kabupaten Nganjuk). Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 3, Hal. 381-387
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.