@D13-Mega, @proyekB06
Oleh: Mega Puspitasari
Sungai Membramo merupakan salah satu sungai terbesar yang terdapat di Propinsi Papua. Sungai ini mempunyai hulu dipedalaman Papua dan bermuara di Tanjung D’urville dekat Teluk Cendrawasih yang merupakan bagian dari Samudera Teduh (Pasifik). Sebagai salah satu sungai terbesar di Papua, kondisinya relatif sangat jelek dengan tingkat kekeruhan yang tinggi akibat lumpur yang dibawa dari hulu. Selain itu daratan Papua juga banyak mengandung bahan tambang yang mengandung mineral seperti logam berat dan sebagainya, sehingga dikawatirkan rembesan melalui DAS (Daerah Aliran Sungai) Membramo ke perairan laut secara cepat atau lambat akan mencemari air laut di muara Sungai Membramo.
Pengelompokan jenis air yang tercemar oleh logam berat
Pencemaran logam berat dapat berasal dari kegiatan industri maupun alam. Pencemaran air dapat berupa garam dari logam berat dan logam berat yang membentuk senyawa toksik. Logam berat yang sering terdapat dalam pencemaran air adalah Hg, Pb, Cd, Cr, Cu, Ni, dan Zn dalam bentuk senyawa toksik [1]. Menurut Forstner dan Prosi [2], faktor yang menyebabkan logam berat tersebut dikelompokkan ke dalam zat pencemaranlah 1) logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pencemar organik, 2) logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen sungai dan laut, karena dapat terikat dengan senyawa organik dan anorganik, melalui proses adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek. Karena logam berat dapat terakumulasi dalam sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen lebih besar dari air.
Analisis air di daerah Papua
Analis lingkungan dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Mamberamo Tengah mengatakan, hasil uji laboratorium tahun 2011, Sungai Mamberamo di wilayah hulu tercemar mineral besi (Fe) dan bakteri Escherichia coli. ”Kami sudah meminta Menteri Lingkungan Hidup membantu pengolah air,” ucapnya.
Mineral besi di beberapa titik pantau mencapai 0,5–0,8 miligram per liter, lebih tinggi dari ambang batas 0,3 miligram per liter. Sementara E coli ditemukan 22 MPN per 100 mililiter. Tingginya kadar Fe merupakan kondisi alami sungai. Kandungan besi terlalu tinggi membahayakan fungsi ginjal dan gangguan kesehatan lain. Terkait E coli, sumbernya diduga dari kebiasaan memelihara ternak babi di sepanjang sungai. ”Menyebabkan banyak kasus diare di Papua. Kami hanya bisa menganjurkan warga jangan mengonsumsi air sungai, lebih baik pakai air hujan,”.
Dampak negatif dari kualitas air
Bagi beberapa warga, air mineral kemasan menjadi pilihan utama. Namun, karena di pegunungan, harga air minum kemasan isi 1,5 liter mencapai Rp 25.000. Akibat buruknya kualitas air di Papua, status lingkungan hidup Papua tahun 2011 turun ke peringkat dua, di bawah Sulawesi Utara. Status tutupan lahan dan kualitas udara masih baik. Papua yang menjadi benteng terakhir perlindungan kualitas lingkungan di Indonesia tak dapat dipertahankan lagi. Lebih lanjut, temuan berdasarkan pemantauan itu akan disampaikan kepada pemerintah daerah agar segera diatasi dengan berbagai kebijakan. Selain itu, pencemaran ini sedang ditelisik kepastian sumbernya.
Cara penanggulangan
Guna menanggulangi masalah ini, BLHD bekerja sama dengan Wiratama Konsolido menggelar penelitian tentang kerusakan lingkungan. Kedua lembaga ini akan merinci jenis-jenis kerusakan lingkungan yang terjadi.
Daftar pustaka
Tarigan, Z. Dkk. 2003. Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni didalam air didalam laut dan seimen dimana sungai membramo papua dalam kaitannya dalam kepentingan budidaya prikanan, dalam http://journal.ui.ac.id/index.php/science/article/viewArticle/368
Bastaman, H. 2012, dalam http://bola.kompas.com/read/2012/04/09/04145020/Kualitas.Air.di.Papua.Merosot.karena.Limbah
Abubar, M, 2012, dalam http://www.mongabay.co.id/2012/08/20/kerusakan-lingkungan-jayapura-mengkhawatirkan/amp/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.