Kimia hijau diartikan sebagai proses
yang lebih efisien, hemat energi dan sumber daya alam serta lebih ramah
lingkungan daripada sebelumnya. Dalam 20 tahun terakhir, industri kimia di
Jerman, yang tergolong terbesar di Eropa, sudah mengurangi seperlima kebutuhan
energinya – meski begitu hampir 10% seluruh penggunaan energi di Jerman
dibutuhkan untuk sektor ini.
Sampah
harus dihindari, atau dapat diurai secara biologis. Selain itu, tingkat racun
dalam reagen dan produk-produk lain harus yang dikurangi.
Menurut banyak peneliti, apa yang
terdengar bagus dalam teori, tidak selalu mudah untuk dilaksanakan. Namun ini juga
ada keuntungannya:
Bidang penelitian untuk kimia hjau atau
kimia yang ramah lingkungan dikenal sebagai sangat kreatif dan penuh inovasi –
di sini bukan hanya teknologi baru yang digunakan. Peneliti harus mengembangkan
cara-cara baru untuk mencapai target sektor kimia yang ramah lingkungan.
Karenanya para ilmuwan kini misalnya
mencoba membuat plastik, warna dan obat-obatan dari biomasa, atau merekayasa
produksi bahan kimia dari mikroorganisme.
Dengan begitu melintasi batasan-batasan
ilmu pengetahuan lain, kini para peneliti biologi dan kimia berdiskusi bersama
mengenai temuan dan ide-ide baru, seperti kala ini dalam pertemuan di Lindau
antara para penerima hadiah Nobel di bidang-bidang ilmiah.
SAMPAH
PLASTIK , TAMBANG MINYAK BARU ?
Kompas edisi cetak menampilkan berita tentang seorang guru
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Madiun, Jawa Timur yang mengembangkan
inovasi pengolahan sampah plastik menjadi fraksi minyak yang dapat digunakan
oleh kendaraan bermotor (Premium
Dari Limbah Platik) [1]. Walaupun penelitian ini bukanlah sesuatu
yang sangat baru namun kita selayaknya memberi penghargaan karena dapat
mengurangi peredaran limbah plastik melalui jalur daur ulang sekaligus
menawarkan sumber alternatif bahan bakar minyak.
Disamping didaur ulang untuk aplikasi produk lain, memang sesungguhnya
limbah plastik bisa dianggap sebagai sumber bahan mentah senyawa hidrokarbon
termasuk didalamnya adalah bahan bakar minyak. Menurut data literatur, tercatat
bahwa konsumsi plastik yang meningkat telah menaikkan produksi plastik global
rata-rata sebanyak 10% terhitung sejak 1950 dimana produksi masa kini terhitung
mencapai 250 juta ton.
[1] KOMPAS cetak, Premium dari limbah plastik, 25 November 2011.
[1] KOMPAS cetak, Premium dari limbah plastik, 25 November 2011.
Dari biomass menjadi hidrogen untuk
energi terbaharukan
Dahulu kita hanya mengenal minyak dan gas
bumi serta batu bara sebagai bahan bakar, namun kesadaran terhadap menurunnya
cadangan minyak dunia, naiknya pemanasan global dan pencemaran udara akibat
pembakaran material tadi mengubah pandangan dunia untuk mulai memikirkan sumber
energi alternatif. Maka kini ilmuwan dan praktisi industri mulai menjajagi
kemungkinan sumber energi lain yang terbaharukan dan menghasilkan lebih sedikit
emisi gas rumah kaca (terutama karbon dioksida, CO2), misalnya sinar matahari, panas bumi, angin, gelombang, biofuel, dan
tentu saja gas hidrogen.
Proses perlakuan terhadap biomass demi
mendapatkan hidrogen menjadi salah satu obyek pengembangan yang paling dinamis
sekaligus menantang. Biomass adalah material organik yang terbaharukan,
sehingga dapat dikatakan cadangannya tidak pernah habis. Beberapa tahun silam
teknologi pengolahan biomass yang dikenal sebagai gasifikasi biomas (gasification of biomass),
reforming dalam air superkritis (reforming in
supercritical water), dan reforming dalam air (aqueous phase reforming) telah
diperkenalkan dengan harapan industri dapat segera mengadopsinya. Kenyataannya
tidaklah mudah, karena kedua teknologi yang disebutkan pertama membutuhkan
kondisi yang cukup ekstrem (temperatur dan tekanan tinggi) serta biaya
investasi alat dan operasi yang sangat tinggi. Pilihan ketiga sebenarnya cukup
memenuhi syarat untuk segera diterapkan karena bisa dikerjakan pada kondisi
lebih lembut namun membutuhkan proses optimasi supaya lebih baik.
Mudah saja,
sterilisasi air minum dengan secarik kain dan nano desinfektan
Pengetahuan tentang material nano perlahan mulai merevolusi
aneka proses industri dan kehidupan sehari-hari. Seiring dengan turunnya mutu
air baku untuk air minum atau untuk industri kimia, teknologi proses untuk
mendapatkan air yang bersih dan bebas kuman juga semakin canggih. Pada
masa kini kita sudah mengenal proses pemurnian air menggunakan membran
penyaring dan menerapkan kaidah osmosis terbalik (reverse osmosis membrane, ROM).
Walau teknologi tersebut bisa dikatakan sudah mapan dan jitu untuk mendapatkan
air bersih, tetap saja memiliki masalah diantaranya adalah pembentukan biofilm mikroorganisme (biofouling) pada permukaan
membran. OK, kita mungkin juga tahu bahwa menggunakan radiasi sinar ultra ungu
bisa membunuh kuman tapi belum tentu mencegah terjadinya biofouling. Dalam
praktek sehari-hari larutan encer sodium hipoklorit (NaClO) juga digunakan
sebagai agen pembunuh bakteri dalam air, namun memanfaatkan cara ini untuk
pengolahan air minum mungkin kurang sehat. Untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut, ilmuwan menawarkan salah satu pemecahan dengan memanfaatkan nano
material.
Biodiesel
generasi kedua menuju bahan bakar yang lebih hijau
Tak dipungkiri memang kita
harus mulai memikirkan lebih serius masalah ketersediaan terbatas lawan
kebutuhan membengkak akan bahan bakar. Biodiesel sebagai salah satu bahan bakar
terbaharukan yang bersumber dari bahan nabati kini mendapat perhatian istimewa
dari khalayak ilmuwan dan industriawan Indonesia dan dunia. Pemerintah
Indonesia meramalkan bahwa pada tahun 2025 konsumsi terhadap energi terbarukan
bakal mencapai 17% dari total konsumsi dengan presentase mencapai 5% untuk pemakaian
bahan bakar bio (biodiesel maupun bioethanol). Roadmap pengembangan biodiesel
Indonesia menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Alam menyebutkan bahwa tahun
2011-2015 pemakaian biodiesel akan sebesar 15% dari total konsumsi bahan bakar
mesin diesel dan selanjutnya bisa mencapai 20% pada periode 2016-2025.
Berhitung dulu
ekonomi atom
Sintesa hijau
memerlukan pilihan bahan baku (reaktan), pelarut, dan kondisi reaksi yang
dirancang sedemikian rupa demi mengurangi konsumsi sumber daya dan mengurangi
limbah. Penerapan prinsip-prinsip kimia hijau dalam sintesis organik
dapat dimulai dengan pemilihan bahan baku (feedstock)
yang bukan berasal dari minyak bumi. Bahan baku dari petrokimia digantikan
dengan bahan kimia berasal dari sumber biologis yang
disebut biomassa.
Sebagai
contoh rancangan sintesa hijau adalah sintesa asam adipat, senyawa kimia
organik yang banyak digunakan dalam produksi nilon dan pelumas. Zat ini dapat
dihasilkan dari benzena, suatu petrokimia beracun, tapi produk yang sama dapat
diturunkan dari glukosa yang ditemukan dalam tanaman.
Atom
ekonomi?
Proses
industri berwawasan hijau dan berkesinambungan mulai dirancang menurut konsep Atom
Ekonomi. Apakah itu atom ekonomi? Ia adalah sebuah
konsep perancangan proses kimia yang bisa mengubah semaksimal mungkin bahan
baku menjadi produk target ketimbang menghasilkan senyawa sampingan (side product). Dengan kata
lain, reaksi kimia tersebut memiliki nilai konversi, selektifitas,
dan yield yang
setinggi-tingginya.
Teknologi Hijau
(Green Technology): Kecenderungan Teknologi di Masa Datang
Green Building
Bangunan hijau (green building) juga mendapat
perhatian penting di bidang teknologi hijau, segala sesuatu yang berkaitan
dengan pembangunan rumah atau infrastruktur yang ramah lingkungan. Penerapannya
mulai sejak pemilihan bahan bangunan hingga lokasi tempat bangunan akan
didirikan diharapkan telah mempertimbangan kelestarian lingkungan hidup.
GreenChemistry
Hampir seluruh produk untuk keperluan sehari-hari
adalah produk kimiawi. Oleh karena itu kimia hijau (green chemistry) mulai
mendapat perhatian berbagai negara maju dalam hal penemuan, rancangan dan
aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan beracun
atau zat yang berbahaya bagi kehidupan.
Daftar pustaka :
2010.kimia hijau makin ngetren,http://www.dw.com/id/kimia-hijau-makin-ngetren/a-16929898
(diakses pada 13 desember 2016)
Bixara,Matha.2010.bimoass menjadi hidrogen untuk energi
terbaharukan,https://howgreenareyou.wordpress.com/2010/12/30/dari-biomass-menjadi-hidrogen-untuk-energi-terbaharukan/#more-402
(diakses pada 13 desember 2016 )
Green Building
Bangunan hijau (green building) juga mendapat perhatian penting di bidang teknologi hijau, segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan rumah atau infrastruktur yang ramah lingkungan. Penerapannya mulai sejak pemilihan bahan bangunan hingga lokasi tempat bangunan akan didirikan diharapkan telah mempertimbangan kelestarian lingkungan hidup.
Hampir seluruh produk untuk keperluan sehari-hari adalah produk kimiawi. Oleh karena itu kimia hijau (green chemistry) mulai mendapat perhatian berbagai negara maju dalam hal penemuan, rancangan dan aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan beracun atau zat yang berbahaya bagi kehidupan.
@A01-RIKA
BalasHapusPoint 3
Pertanyaan :
Sudah sampai mana progress yang dicapai indonesia mengenai teknologi untuk penghijauan.
Poin3
BalasHapusMindmap kamu lumayan menarik 💦
@A10-LUKMAN
BalasHapusPOIN 3
Mind map dan artikel sudah sangat baik
@A23-FERRY , point 3
BalasHapusartikelnya sangat bagus dan bermanfaat
selain itu apa saja aplikasi kimia hijau yang lainnya ???
@A37-ANDIKA
BalasHapusPOINT : 3
Isinya menarik
@A32-VARATRI
BalasHapuspoin 3
artikelnya sangat menarik
negara maju manakah yang sudah menerapkan kimia hijau?
@A03-KHARISMA
BalasHapusPOIN 3
artikelnya menarik
apakah industri kimia di indonesia sudah menerapkan kimia hijau?
@A07-RONA
BalasHapusPoin 3
Bagaimana pengelompokkan dalam aplikasi kimia hijau ?
@A17-DHICO
BalasHapusPoin 3
Artikelnya bagus dan bermanfaat
Jelaskan bagaimana penghematan energi pada konsep kimia hijau?
@A11-DINDA
BalasHapusPOIN 3
Artikelnya sudah bagus
menurut anda, apakah teknologi hijau di indonesia sudah berjalan dengan baik?
@A15-Raniyah
BalasHapusPoin 3
1. Artikel dan Mindmapnya bagus dan jelas
2. Apa menurut anda GreenChemistry sudah terjalani di sini?