Semen adalah suatu campuran
senyawa kimia yang bersifat hidrolis, artinya jika dicampur dalam air dalam
jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan lain menjadi satu kesatuan massa yang
dapat memadat dan mengeras.
Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat kompak dan keras.
Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat kompak dan keras.
Semen adalah hasil industri dari
paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah
liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu
pada pencampuran dengan air.
Batu kapur/gamping adalah bahan
alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium
Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk
membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips
(gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas
dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
JENIS-JENIS
SEMEN
1. Portland
Cement
Semen Portland adalah semen
hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari
silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis, bersama bahan tambahan yang
biasanya digunakan adalah gypsum. Klinker adalah penamaan untuk gabungan
komponen produk semen yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk
memperbaiki sifat dari semen.
Tipe-tipe semen
Portland :
a. Tipe I
(Ordinary Portland Cement)
Ordinary Portland Cement adalah
semen Portland yang dipakai untuk segala macam konstruksi apabila tidak
diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas
hiderasi dan sebagainya. Ordinary Portland Cement mengandung 5% MgO, dan 2,5-3%
SO3. Sifat-sifat Ordinary Portland Cement berada diantara sifat-sifat moderate
heat semen dan hight early strength Portland cement.
b. Tipe II
(Moderate Heat Portland Cement)
Moderate Heat Portland Cement
adalah semen Portland yang dipakai untuk pemakaian konstruksi yang memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang, biasanya digunakan
untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Moderate Heat Portland
Cement terdiri dari 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% MgO, dan 8% C3A.
Semen tipe ini lebih banyak
mengandung C2S dan mengandung lebih sedikit C3A dibandingkan dengan semen tipe
I.
c. Tipe III
(High Early Strength Portland Cement)
High Early Strength Portland
Cement adalah semen portland yang digunakan keadaan-keadaan darurat dan musim
dingin. Juga dipakai untuk produksi beton tekan. High Early Strength Portland
Cement ini mempunyai kandungan C3S lebih tinggi dibandingkan dengan semen tipe
lainnya sehingga lebih cepat mengeras dan cepat mengeluarkan kalor. High Early
Strength Portland Cement tersusun atas 6% MgO, 3,5-4,5% Al2O3, 35% C3S, dan 15%
C3A. Semen tipe ini sangat cocok digunakan untuk pembangunan gedung-gedung
besar, pekerjaan-pekerjaan berbahaya, pondasi, pembetonan pada udara dingin,
dan pada prestressed coccretel, yang memerlukan kekuata awal yang tinggi.
d. Tipe IV (Low
Heat Portland Cement)
Low Heat Portland Cement adalah
semen Portland yang digunakan untuk bangunan dengan panas hiderasi rendah
misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal, baik sekali untuk mencegah
keretakan. Low Heat Portland Cement ini mempunyai kandungan C3S dan
C3A lebih rendah sehingga
pengeluaran kalornya lebih rendah. Low Heat Portland Cement tersusun atas 6,5%
MgO, 2,3% SO3, dan 7% C3A. Semen ini biasanya digunakan untuk pembuatan atau
keperluan hidraulik engineering yang memerlukan panas hiderasi rendah.
e. Tipe V
(Shulphato Resistance Portland Cement)
Shulphato Resistance Portland
Cement adalah semen Portland yang mempunyai kekuatan tinggi terhadap sulfur dan
memiliki kandungan C3A lebih rendah bila dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya,
sering digunakan untuk bangunan di daerah yang kandungan sulfatnya tinggi,
misalnya pelabuhan, terowongan, pengeboran di laut, dan bangunan pada musim
panas. Shulphato Resistance Portland Cement tersusun atas 6% MgO, 2,3% SO3, dan
5% C3A.
f. Semen Putih
(White Cemen)
Semen Putih adalah semen yang
dibuat dengan bahan baku batu kapur yang mengandung oksida besi dan oksida
magnesia yang rendah (kurang dari 1%) sehingga dibutuhkan pengawasan tambahan
agar semen ini tidak terkontaminasi dengan Fe2O3 selama proses berlangsung.
Pembakaran pada tanur putar menggunakan bahan bakar gas. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi kontaminasi terhadap abu hasil pembakaran, juga terhadap
oksida mangan sehingga warna dari semen putih tersebut tidak terpengaruh. Semen
Putih mengandung 24,2% SiO2, 4,2% Al2O3, 0,39% Fe2O3, 65,8% CaO, 1,1% MgO, dan
0,02% Mn2O3. Semen Putih digunakan untuk bangunan arsitektur dan dekorasi.
g. Semen Sumur
Minyak (Oil Well Cement)
Semen Sumur Minyak adalah semen
Portland yang dicampur dengan bahan retarder khusus seperti lignin, asam borat,
casein, gula, atau organic hidroxid acid. Semen Sumur Minyak mengandung 6% MgO,
3% SO3, 48-65% C3S, 3% C3A, 24% C4AF + 2C3A, dan 0,75% alkali (NO2). Fungsi
retarder disini adalah untuk mengurangi
kecepatan pengerasan semen atau memperlambat waktu pengerasan semen, sehingga
adukan dapat dipompakan kedalam sumur minyak atau gas. Semen Sumur Minyak
digunakan antara lain untuk melindungi ruangan antara rangka sumur minyak
dengan karang atau tanah sekelilinginya, sebagai rangka sumur minyak dari
pengaruh air yang korosif.
h. Semen Masonry
Semen Masonry adalah semen
hidraulik yang digunakan sebagai adukan konstruksi masonry, mengandung satu
atau lebih blast furnance slagcement (semen kerak dapur tinggi), semen Portland pozzolan, semen alam atau
kapur hidraulik dan bahan penambahnya mengandung satu atau lebih bahan-bahan
seperti: kapur padam, batu kapur, chalk, calceous shell, talk, slag, atau tanah
liat yang dipersiapkan untuk keperluan ini. Sifat semen ini mempunyai
penyerapan air yang baik, berdaya plastissitas yang tinggi dan kuat tekan yang
rendah
i. Semen
Berwarna
Sering dibutuhkan semen yang
mempunyai warna yang sama dengan bahan atau material yang akan direkatkan.
Semen Berwarna dibuat dengan menambahkan zat warna (pigmen) sebanyak 5-10% pada
saat semen putih digiling. Zat warna yang ditambahkan harus tidak mempengaruhi
selama penyimpanan atau selama pemakaian semen tersebut.
Semen Non Portland
a. Semen Alam
(Natural Cement)
Semen alam merupakan semen yang
dihasilkan dari proses pembakaran batu kapur dan tanah liat pada suhu
850-1000oC kemudian tanah yang dihasilkan digiling menjadi semen halus.
b. Semen Alumina
Tinggi (High Alumina Cement)
Semen Alumina Tinggi pada dasarnya
adalah suatu semen kalsium aluminat yang dibuat dengan meleburkan campuran batu
gamping, bauksit, dan bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silika,
magnesia, dan ketidak murnian lainnya. Cirinya ialah bahwa kekuatan semen ini
berkembang dengan cepat, dan ketahanannya terhadap air laut dan air yang
mengandung sulfat lebih baik.
c. Semen
Portland Pozzolan
Semen Portland Pozzolan adalah
bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolan itu
sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen akan tetapi dalam bentuk halusnya
dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi membentuk
kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis.
Reaksi :
Bahan pozzolan tersusun atas
45-72 % SiO2, 10-18 % Al2O3, 1-6 % Fe2O3, 0,5-3 % MgO, 0,3-1,6 % SO3.
Semen portland pozzolan merupakan
suatu bahan pengikat hidraulis yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak
semen portland dan bahan yang mempunyai sifat pozzolan, atau mencampur secara
merata bubuk semen portland dan bubuk bahan lain yang mempunyai sifat pozzolan.
Bahan pozzolan yang ditambahkan besarnya antara 15-40 %.
d. Semen Sorel
Semen Sorel adalah semen yang
dibuat melalui reaksi eksotermik larutan magnesium klorida 20 % terhadap suatu
ramuan magnesia yang didapatkan dari kalsinasi magnesit dan magnesia yang
didapatkan dari larutan garam.
Reaksi :
Semen Sorel mempunyai sifat keras
dan kuat, mudah terserang air dan sangat korosif. Penggunaannya terutama adalah
semen lantai, dan sebagai dasar pelantai dasar seperti ubin dan terazu.
e. Portland
Blast Furnance Slag Cement
Portland Blast Furnance Slag
Cement adalah semen yang dibuat dengan cara menggiling campuran klinker
semen portland dengan kerak dapur tinggi
(Blast Furnance Slag) secara homogen. Kerak (slag) adalah bahan non metal hasil
samping dari pabrik pengecoran besi dalam tanur (Dapur Tinggi) yang mengandung
campuran antara kapur (CaCO3) silika (SiO2), dan alumina (Al2O3). Sifat semen
ini jika kehalusannya cukup, mempunyai kuat tekan yang sama dengan semen
portland, betonnya lebih stabil dari beton semen portland, permeabilitinya
rendah, pemuaian dan penyusutan dalam udara kering sama dengan semen portland.
(http://irma-teknikkimia.blogspot.co.id)
Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6
tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
Flow Sheet Proses Pembuatan Semen
1. Penambangan Bahan
Baku
Bahan baku utama yang digunakan
dalam proses pembuatan semen adalah batukapur dan tanah liat. Kedua bahan baku
tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan
salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses produksi semen. Perencanaan
penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang
akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku
yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya
pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan
kualitas dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing
produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses
penambangan adalah sebagai berikut :
a. Batukapur
52% <Cao<
54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan
proses penambangan adalah sebagai berikut:
a. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran dan peledakan ( Drilling and
Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d. Pengangkutan ( hauling )
e. Pemecahan ( crushing )
Proses Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk
memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan
untuk menghancurkan batukapur dinamakan
Crusher. Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter
( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm
) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler
Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ).
Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder
dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk
dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam Belt Conveyor dan
ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan
pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh
bahan baku yang lebih homogen.
3. Penggilingan Awal
Bahan baku lainnya yang digunakan
untuk membuat semen adalah bahan baku penolong yaitu pasir besi dan pasir
silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka
berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan
dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan
awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses
penggilingan dan pengeringan bahan baku adalah Vertical Roller Mill (VRM).
Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari suspention-preheater
dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan
peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan material yang relatif
basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam
satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu
unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table
)
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam
Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan),
sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah
tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas
alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi
max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material yang
diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran table dan akan
tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami
proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat
utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah
blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.
4. Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan Awal (Preheating)
Setelah mengalami homogenisasi di
blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat
utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension
pre-heater.
Suspension preheater merupakan
salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke
dalam rotary kiln. Suspension preheater
terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct
yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena
hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk
sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya
proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses
pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya
teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan
dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension
preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar
(dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses
kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik
baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension
preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang
digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line
calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling
atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke
dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
Diameter kiln dan thermal
load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem
suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan
kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka
suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 %
bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam
kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk
suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya
dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila
kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner.
Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8
TPD/m3.
Di dalam kalsiner dapat digunakan
bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di
kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan
bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos
produksi, dapat diperoleh.
Dapat mengurangi konsumsi refraktori
kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan
beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya
terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur
refraktori.
Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali
misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
b. Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah
tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga
100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur
putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur
putar adalah 1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln)
merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di dalam kiln
akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw
mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone
kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan
teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension
preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih
efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam
kiln sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator
yang baik untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu
tahan api dan coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan
api di tiap bagian proses berbeda maka jenis batu tahan api disesuaikan dengan
fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan coating antara lain :
1. komposisi kimia raw mix
2. konduktivitas termal dari batu tahan api
dan coating
3. temperatur umpan ketika kontak dengan
coating
4. temperatur permukaan coating ketika kontak
dengan umpan
5. bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair
sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase
cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya
coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier
hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk pembakaran sebagian bahan
bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur
tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran
bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari
bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix).
Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah
sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran
bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar,
karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari
top cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan
bakar yang berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir
seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi
kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier
dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih
sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln
yang memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier,
bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar 40% saja
(bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di
calciner. Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga
tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada
jumlah bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln
dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara
tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk
kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan
diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada
sistem dengan udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada
kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja
dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan
sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.
c. Pendinginan
(Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk
proses pendinginan clinker adalah cooler.
Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker
silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan
klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk selama
pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln
akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan
berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama
proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan
cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya
tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada
pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal,
reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat
berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness
dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya maka kristal
periclase yang terbentuk semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa
cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih
rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus
ukuran kristalnya lebih kecil.
5. Penggilingan akhir
Bahan baku
proses pembuatan semen terdiri dari :
1. Bahan
baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan
baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan
baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir
adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak dengan 3% - 5% gypsum
natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan
beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam
jumlah tertentu, selama memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang
dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara
garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open circuit dan sistim
penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed
circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4
– 5 kali dari diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan
dalam closed circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk
mempercepat produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus
pendingin produk semen.
HorizoDntal Tube Mill/Ball Mill
adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri semen,
meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak
menjadi semen.
Material yang telah mengalami
penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator
berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran
yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone,
kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam
cement silo. (http://industrisemen-prosespembuatansemen.blogspot.co.id)
Daftar Pustaka:
Mahardika, R. 2015. Proses Pembuatan Semen -->
Menggunakan Teknologi Ramah Lingkungan. http://industrisemen-prosespembuatansemen.blogspot.co.id/2015/04/tahapan-pembuatan-semen_8.html.
(Diakses 21-11-2016)
Suryani, I. 2013. Proses Industri Kimia (semen). http://irma-teknikkimia.blogspot.co.id/2013/04/proses-industri-kimia-semen.html.
(Diakses 21-11-2016)
Very, C. 2013. Proses Pembuatan Semen (Cement
Manufacturing). http://www.caesarvery.com/2013/06/proses-pembuatan-semen.html.
(Diakses 21-11-2016)
@A13-RIFKA
BalasHapusPOINT 3
semen yg paling bagus, kuat, tahan lama dan murah itu apa?