.

Selasa, 18 Desember 2018

ENERGI BIOFUEL


H

       Oleh: Silvia Jihan (@J13-Silvia)



      Menurut Fitriyanto (2014) Keterbatasan bahan bakar fosil sebagai salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbarui di Indonesia menjadikan wacana untuk menciptakan sumber energi alternatif dari bahan baku lain yang jumlahnya masih melimpah dan dapat diperbarui. Salah satu sumber energi alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati. Biofuel atau bahan bakar nabati sering disebut energi hijau karena asal-usul dan emisinya bersifat ramah lingkungan dan tidak menyebabkan peningkatan pemanasan global secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan biofuel melalui proses hydrocracking minyak kelapa sawit dengan katalis Ni-Mg/γAl2O3 , mempelajari pengaruh komposisi katalis, waktu, dan suhu terhadap yield biofuel serta mempelajari kondisi operasi terbaik pembuatan biofuel. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu sintesis katalis, karakterisasi katalis, dan proses hydrocracking. Penentuan katalis terbaik melalui proses hydrocracking pada suhu 330oC waktu 60 menit untuk % loading Ni 1%, 5%, 10%, 15%, dan 20% diperoleh katalis Ni-Mg/γ-Al2O3 15% yang menghasilkan yield gasoline tertinggu yaitu 44,819%. Katalis terbaik dikarakterisasi dengan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) dan titrimetri menghasilkan rasio Ni/Mg sebesar 13,5/4,71. Luas permukaan katalis terbaik berdasarkan analisis Brunaur Emmet Teller (BET) yaitu 77.746 m2 /g. Katalis Ni-Mg/γ-Al2O3 15% yang menghasilkan yield gasoline tertinggi digunakan untuk proses hydrocracking dengan variasi waktu dan temperatur. Hasil yang diperoleh untuk katalis Ni-Mg/γ-Al2O3 15% yield terbaik fraksi gasoline 46,333% pada suhu 360oC waktu 120 menit, yield terbaik kerosene 39,177% pada suhu 300oC waktu 120 menit, dan yield terbaik solar 63,213% pada suhu 300oC waktu 30 menit.
    Indonesia dengan wilayahnya yang sangat subur menjadi salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Kondisi ini memungkinkan Indonesia untuk dapat mengasilkan sumber energi alternatif yang berasal dari sawit. Proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak kelapa sawit ternyata mampu menghasilkan bahan bakar minyak. Bahan bakar dari minyak sawit lebih ramah lingkungan karena bebas nitrogen dan sulfur. Selain itu kandungan asam oleat yang mencapai 55 % dalam minyak sawit cukup dijadikan bahan pertimbangan untuk menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar nabati (Nugroho, 2014). Kandungan minyak yang masih terdapat pada limbah cair kelapa sawit juga memungkinkan limbah kelapa sawit untuk dapat diolah lebih lanjut sehingga dihasilkan bahan bakar minyak. Bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewan biasa dikenal dengan metil ester. Campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak sebagai penyusun metil ester memiliki sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi. Hal ini yang menjadikan metil ester dapat dijadikan bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi. Kandungan sulfur yang sangat sedikit pada metil ester mengakibatkan bahan bakar alternatif ini termasuk dalam bahan bakar ramah lingkungan (Arita dkk, 2008). Reaksi esterifikasi untuk menghasilkan metil ester dilakukan dengan mereaksikan trigliserida dengan metanol. Senyawa ester dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi dengan bantuan katalis. Reaksi ini berlangsung lambat, berkisar 4-8 jam menggunakan banyak katalis dan alkohol (Satriadi, 2014). Guna menghindari suhu yang tinggi dan lamanya waktu reaksi, maka pembuatan metil ester memanfaatkan gelombang ultrasonik. Istilah cracking atau perengkahan dipakai untuk menjelaskan terjadinya pemotongan senyawa hidrokarbon menjadi lebih pendek dengan cara memotong ikatan antar karbon dalam senyawa tersebut. Cracking dapat terjadi melalui mekanisme terbentuknya ion karbonium sebagai radikal bebas pada suhu yang relatif tinggi, namun reaksi cracking dapat dipercepat oleh kekuatan asam yang ditunjukkan oleh kemampuan transfer proton (Nasikin dkk, 2010).
Untuk dapat menghasilkan biofuel (bioetanol dan biogas) dari limbah rumah tangga dibutuhkan bantuan mikroorganisme dalam mendegradasi kandungan gula yang ada pada sampah organik menjadi bioetanol dan anaerobik bakteri guna menghasilkan gas biogas. Mikroorganisme yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol adalah bakteri penghasil enzim glukoamilase. Enzim glukoamilase merupakan enzim yang dapat memecah polisakarida (pati, glikogen, dan lainlain) pada ikatan α-1,4 dan α-1,6 dan menghasilkan glukosa (Darwis dan Sukara, 1990). Penggunaan mikroba sebagai penghasil enzim memiliki beberapa keuntungan, yaitu diantaranya biaya produksi relatif murah, dapat diproduksi dalam waktu singkat sesuai permintaan, mempunyai kecepatan tumbuh serta mudah dikontrol (Fogarty and Westhoff, 1988).
Daftar Pustaka:
Nugroho,Anindita Pramesti Putri.dan D.Fitriyanto,dkk.2014.Pembuatan Biofuel dari Minyak Kelapa Sawit  melalui Proses Hydrocracking dengan Katalis Ni-Mg/γ Al2O3,Vol 3,No 2,2015.Pp 117-118. Dalam:
https://media.neliti.com/media/publications/161894-ID-pembuatan-biofuel-dari-minyak-kelapa-saw.pdf (Diunduh 18 Desember 2018)Latipah,Nurlia.dan Agus Sundaryono,dkk.2015.PRODUKSI BIOFUEL DARI LIMBAH CPO DENGAN KATALIS BERBASIS TITANIUM OKSIDA DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN KIMIA,Vol 3 No 2.Pp 19-20.    Dalam:

Zain,E.R,R.W.Ashadi,dkk.2011. KONVERSI LIMBAH RUMAH TANGGA MENJADI BIOFUEL SECARA SIMULTAN MELALUI REKAYASA REDUKSI UKURAN BAHAN DAN KOMBINASI ENZIM,Vol 2 No 2,Pp 110-111.Dalam:

Iqbal,Muhammad,dan Victor Purnomo,dkk.2014.REKAYASA KATALIS Ni/Zn-HZSM-5 Untuk Memproduksi Biofuel dan Minyak Bintaro,Vol 3 No 2(2014).B 153.Dalam
Tambun,Rondang,Gusti,dkk.2016. Pembuatan Biofuel dari Palm Stearin dengan Proses Perengkahan Katalitik menggunakan Katalis ZSM-5. Vol. 11, No. 1(2016). Hlm. 46 – 52.Dalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.