Kimia
Hijau dan Aplikasinya
Oleh : arisa savitri eka pratiwi (G21-Arisa)
Abstrak
Aplikasi
kimia hijau sejalan dan seirama dengan prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Sebagai catatan, pembangunan berkelanjutan merupakan
proses pembangunan dengan menerapkan prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi mada depan.
Kata
kunci : Kimia Hijau dan Aplikasi kimia hijau
Isi
Menurut Mustafa,
Istilah kimia hijau pertama kali digunakan oleh Paul T. Anastas pada sebuah
program khusus yang diperkenalkan organisasi EPA (Environmental Protection
Agency) di Amerika Serikat tahun 1991. Program ini dimaksudkan untuk menerapkan
pengembangan berkelanjutan di bidang kimia dan teknologi kimia oleh dunia
industri, akademi, dan pemerintahan. Konsep kimia hijau mengintegrasikan
pendekatan baru untuk proses sintesa, pengolahan, dan aplikasi zat-zat kimia
sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan ancaman terhadap kesehatan dan
lingkungan. Pendekatan baru ini kemudian diberi istilah: kimia yang ramah
terhadap lingkungan (Environmental benign Chemistry), kimia bersih (Clean
Chemistry) ekonomi atom (atom economy), kimia yang dirancang jinak/ramah
(benign-by-design chemistry).
Konsep kimia
hijau biasanya ditampilkan sebagai gabungan dari 12 prinsip yang diusulkan oleh
Anastas dan Warner (Anastas & Warner, 1998), apabila diterapkan dapat
menunjukkan bagaimana produksi zat kimia dapat memfasilitasi kesehatan manusia
dan lingkungan, dengan tetap memperhatikan efisiensi dan keuntungan. Kedua
belas prinsip kimia hijau itu adalah: 1) pencegahan: pencegahan limbah lebih
diutamakan daripada perlakuan terhadap air limbah; 2) atom ekonomi: metode
sintesa harus dirancang untuk memaksimalkan pemanfaatan semua materi yang
digunakan dalam proses sampai menghasilkan suatu produk; 3) sintesa zat kimia
dengan kemungkinan timbulnya bahaya seminimal mungkin: kegiatan pembuatan zat
kimia diusahakan menerapkan metode yang dirancang untuk memanfaatkan dan
menghasilkan zat-zat dengan toksisitas serendah mungkin bagi kesehatan manusia
dan lingkungan; 4) merancang zat kimia yang aman yang dapat digunakan sesuai
peruntukannya dengan meminimalisir toksisitas zat tersebut; 5) pemanfaatan
pelarut dan zat pendamping yang aman; 6) perancangan sistem untuk mendapatkan
efisiensi energi pada temperatur dan tekanan rendah serta ramah lingkungan; 7)
sejauh mungkin menerapkan penggunaan bahan mentah yang terbarukan, bukan yang
menghabiskan sumber daya; 8) sejauh mungkin mengurangi pemanfaatan zat
derivatif seperti zat pencegah, pelindung, atau penghancur; 9) pemanfaatan
katalis seselektif mungkin dan yang merupakan reagen dengan sifat stokiometrik
yang paling baik; 10) perancangan agar mudah diuraikan, zat-zat kimia yang
dihasilkan harus mudah diuraikan saat manfaatnya telah selesai; 11) analisis
secara real-time untuk pencegahan polusi; metode-metode analisis harus
dikembangkan untuk memungkinkan pemantauan dan pencegahan secara langsung pada
setiap tahap dari proses sintesa untuk mencegah terbentuknya zat berbahaya; 12)
penerapan kimia aman untuk mencegah kecelakaan, zat-zat yang digunakan dalam
proses kimia harus dipilih untuk meminimalisir potensi kecelakaan, termasuk
pelepasan zat berbahaya, ledakan, dan kebakaran. Kedua belas prinsip ini
diharapkan dapat memotivasi hal-hal yang berhubungan dengan bidang kimia
seperti penelitian, pendidikan, dan kebijakan dan persepsi masyarakat. Prinsip
pertama menggambarkan ide dasar dari kimia hijau, yang dilanjutkan dengan
prinsip-prinsip berikutnya yang menjadi pedoman dalam melaksanakan
prinsip pertama itu seperti atom economy, penghindaran toksisitas, pemanfaatan
solven dan media lainnya dengan konsumsi energi seminimal mungkin, pemanfaatan
bahan mentah dari sumber yang terbarukan, serta penguraian produk kimia menjadi
zat-zat nontoksik sederhana yang ramah lingkungan (Dhage, 2013).
Para ahli kimia
dapat mengakses berbagai sumber informasi mengenai potensi bahaya molekul zat
kimia yang akan dirancang dan zat pendukung yang akan dipilih. Saat ini para
ahli kimia hijau sudah terlatih untuk mengintegrasikan berbagai informasi
tersebut untuk merancang molekul dengan menghindari atau mengurangi sifat
racun/toksik dari molekul tersebut. Sebagai contoh, mereka mungkin merancang
molekul yang cukup besar ukurannya sehingga tidak dapat menembus jauh ke dalam
paru-paru manusia atau hewan, yaitu tempat efek toksik dapat terjadi. Cara lain
adalah mengubah sifat-sifat suatu molekul untuk mencegah absorpsi oleh kulit
atau untuk memastikan molekul tersebut akan mudah terurai di lingkungan. Dengan
kemajuan di bidang teknologi pembuatan partikel nano, maka perlu diperhatikan
atau dibuat peraturan untuk mengurangi dampak kesehatan dan lingkungan yang
disebabkan partikel nano ini termasuk aplikasi teknologi dan partikel nano di
dunia kedokteran, seperti pencitraan, pemberian obat, disinfektasi, dan
perbaikan jaringan (Albrecht, Evans, & Raston, 2006). Partikel nano ini
dapat masuk ke tubuh manusia melalui paru, usus besar, kulit, serta dapat masuk
ke jaringan otak yang kemungkinan besar dapat menimbulkan masalah kesehatan,
meskipun penelitian mengenai ini belum tuntas. Aturan dan regulasi terkait nano
partikel dan kesehatan serta lingkungan perlu dikembangkan berdasarkan 12
prinsip kimia hijau. Albrechts et al., (2006) menguraikan dampak nano partikel
dan berbagai kemungkinan alternatif yang tidak berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan untuk pemanfaatan nano partikel di berbagai aspek kehidupan. Manfaat
pendekatan kimia hijau adalah mengurangi berbagai risiko pada siklus produksi
dan pemanfaatan zat kimia. Pendekatan pembaharuan berkelanjutan dalam hal
penemuan atau inovasi akan membawa kepada proses dan produk yang aman di dalam
ekosistem alami, dan mudah terurai, sehingga menjadi zat gizi untuk alam atau
dapat didaur ulang.
CAT RAMAH LINGKUNGAN
Senyawa organik
yang mudah menguap atau volatile organic compounds (VOC) biasa diidentifikasi
sebagai bau sesuatu yang baru dicat, bersifat berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan. Sejak dulu ada cat yang larut dalam air berbentuk bubuk, tetapi
tidak mudah didapat. Perusahan cat di Inggris berhasil membuat cat yang sedikit
sekali atau tidak mengandung VOC tetapi tetap menarik, misalnya cat yang
berbasis pelarut dari tanaman yang tidak berbau, mudah dibersihkan, dan berdaya
tutup yang baik. Cat-cat yang diiklankan di Indonesia juga sudah mulai
memperhatikan keamanan terhadap kesehatan dan lingkungan.
PLASTIK RAMAH
LINGKUNGAN
Sudah ada
produk-produk plastik yang berbahan dasar gula dari tanaman hasil pertanian
yang terbarukan, seperti jagung, kentang, dan gula dari buah bit, untuk mulai
menggantikan plastik yang berasal dari petroleum. Beberapa perusahaan di negara
maju telah menghasilkan produk-produk plastik yang ramah lingkungan. Sebagai
contoh, perusahaan di Amerika yang memasarkan polimer PLA dari tumbuhan yang
berasal dari jagung, digunakan dalam kemasan makanan dan minuman. Perusahaan
ini juga berhasil membuat serat yang berasal dari jagung dinamakan Ingeo dan
digunakan untuk membuat selimut serta hasil tekstil lain. Pabrik yang memakai
polimer PLA sebagai bahan dasarnya juga mengintegrasikan prinsip-prinsip kimia
hijau termasuk dalam memilih zat warna untuk produkproduk mereka. Di Amerika
Serikat, terdapat perusahaan yang mengganti bahan penguat karpet yang biasanya
terdiri atas aspal, polivinil klorida (PVC), dan poliuretan, dengan resin
poliolefin, yang berasal dari tanaman dan lebih rendah toksisitasnya. Karpet
jenis ini memiliki daya rekat yang tinggi dan tidak mudah menyusut. Saat ini
karpet yang ramah lingkungan ini telah digunakan untuk bangunan rumah, sekolah,
rumah sakit, dan kantor. Saat ini sudah ada Pedoman Pemanfaatan Biomaterial
Berkelanjutan (Sustainable Biomaterials Guidelines) yang memberi arahan untuk
pendekatan komprehensif terhadap siklus produksi, pemanfaatan dan pengolahan limbah
untuk praktik pertanian sampai dengan daur ulang dan pembuatan pupuk. Pedoman
tersebut memberi saran bagaimana mengolah limbah tumbuhan seperti kayu, rumput
kering, tanaman, dan berbagai bahan mentah pertanian untuk dimanfaatkan
kembali. Pedoman tersebut sesuai dengan prinsip kimia hijau yang ke tujuh yaitu
memanfaatkan bahan baku pertanian yang dapat didaur ulang, seperti yang
digambarkan pada Gambar 2. Prinsip ini mendasari usaha para ahli kimia untuk
memanfaatkan material yang dapat diperbaharui, seperti bahan bakar biogas dan
pakan ternak, menghemat penggunaan energi, dan memproduksi zat-zat kimia yang
ramah lingkungan pada pengolahan bahan makanan.
Smart City
Konsep kota
cerdas diperkenalkan untuk mengusahakan tersedianya kehidupan perkotaan yang
baik bagi penduduknya melalui pengelolaan optimal berbagai sumberdaya yang
diperlukan. Konsep kota cerdas merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk
membuat perkotaan menjadi nyaman untuk kehidupan penduduknya dan siap
menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul. Tahun 2008 para walikota di
Eropa telah menyepakati kebijakankebijakan pembangunan kota berkelanjutan,
yaitu mencapai tujuan 20-20-20 (20% reduksi gas buang/emisi, 20% energi
terbarukan, dan 20% peningkatan efisiensi energi) pada tahun 2020
(Woinasroschy, 2016).
Daftar
pustaka
Hidayat, Atep
Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona
Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.