TEKNOLOGI HIJAU (GREEN TECHNOLOGY)
@TA02,@B21-Hakim,@T14.
“Teknologi” lebih bermakna sebagai penerapan pengetahuan untuk tujuan praktis. Sedangkan “teknologi hijau” adalah teknik untuk menghasilkan energi dan/atau produk yang tidak mencemari atau meracuni lingkungan hidup. Teknologi hijau masih terus dikembangkan hingga saat ini.
Untuk masa datang, “teknologi hijau” merupakan suatu bidang yang akan melahirkan banyak inovasi dan perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Boleh dikatakan perkembangan teknologi hijau ini dapat disejajarkan dengan ledakan “teknologi informasi” selama dua dekade terakhir ini.
Teknologi hijau merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian atau keberlanjutan kehidupan di planet bumi ini. Kelestarian atau keberlanjutan (sustainabilitas) yang dapat diartikan sebagai perihal pemenuhan kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan di masa depan tanpa merusak sumber daya alam, atau pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Beberapa teknik untuk pencapaian sustainabilitas tersebut, yang telah banyak dikenal, antara lain :
- Produk Daur Ulang yaitu penciptaan (siklus) produk-produk manufaktur yang sepenuhnya dapat direklamasi atau digunakan kembali.
- Inovasi teknologi hijau merupakan pengembangan teknologi alternatif baik berupa bahan bakar fosil atau bahan kimia hasil dari budidaya tanaman – yang telah terbukti tidak merusak kesehatan dan lingkungan hidup
Bidang-bidang Teknologi Hijau
Studi tentang teknologi hijau yang masih terus dikembangkan dan merupakan kecenderungan teknologi di masa datang, antara lain mencakup bidang-bidang, a.l: Energi terbarukan (renewable energy); Bangunan hijau/ramah lingkungan (green building); Kimia hijau (green chemistry) dan Teknologi Nano Hijau (green nanotechnology)
Renewable Energy
Mengingat keterbatasan sumber energi berbahan baku fosil (minyak, gas dan batubara), maka energi menjadi masalah yang paling mendesak dalam bidang teknologi hijau, termasuk didalamnya pengembangan bahan bakar alternatif atau energi terbarukan yang efisien.
Green Building
Bangunan hijau (green building) juga mendapat perhatian penting di bidang teknologi hijau, segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan rumah atau infrastruktur yang ramah lingkungan. Penerapannya mulai sejak pemilihan bahan bangunan hingga lokasi tempat bangunan akan didirikan diharapkan telah mempertimbangan kelestarian lingkungan hidup.
Green Chemistry
Hampir seluruh produk untuk keperluan sehari-hari adalah produk kimiawi. Oleh karena itu kimia hijau (green chemistry) mulai mendapat perhatian berbagai negara maju dalam hal penemuan, rancangan dan aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan beracun atau zat yang berbahaya bagi kehidupan.
Green Nanotechnology
Yang paling terkini adalah studi tentang Green nanotechnology (teknologi nano hijau) yang melibatkan manipulasi bahan pada skala nanometer (satu miliar meter). Beberapa ilmuwan percaya bahwa penguasaan subjek ini di masa datang akan mengubah cara bagaimana segala sesuatu di dunia ini dibuat. “Green nanoteknologi” adalah penerapan kimia hijau tingkat lanjut dengan prinsip-prinsip rekayasa teknologi yang ramah lingkungan.
Bagaimana dengan kita ? Barangkali teknologi hijau belum menjadi prioritas di Indonesia, karena masih banyak bidang, terutama yang menyangkut kesejahteraan warga negaranya yang perlu mendapat perhatian.
Perkembangan teknologi adalah
sesuatu yang pasti, jika tidak ingin menjadi bangsa yang tertinggal (mandeg).
Namun di balik itu, perkembangan teknologi membawa suatu konsekuensi berupa
dampak positif sekaligus dampak negatif. Akhirnya diupayakan agar dampak
positif tersebut lebih besar daripada dampak negatifnya, lalu lahirlah
Teknologi Hijau. Istilah ini mulai marak sejak beberapa tahun yang lalu seiring
dengan kesadaran berbagai pihak akan kelestarian alam. Teknologi hijau adalah
teknik untuk menghasilkan energi dan/atau produk yang tidak mencemari atau
meracuni lingkungan hidup. Tujuannya adalah untuk memelihara alam sekitar dan
meminimalkan dampak negatif dari aktivitas manusia. Teknologi Hijau adalah
teknologi rendah karbon dan lebih ramah lingkungan. Apabila kita menggunakan
teknologi hijau, kita menggunakan sumber-sumber seperti tenaga, air dan
sebagainya secara minimum untuk menghasilkan suatu produk. Teknologi hijau
merujuk pada produk, peralatan, atau sistem yang memenuhi kriteria-kriteria
berikut: Meminimalkan penurunan kualitas lingkungan, pembebasan gas rumah kaca
rendah atau tidak ada, aman digunakan dan membuat lingkungan sehat serta lebih
baik untuk semua kehidupan. Menghemat tenaga dan sumber asli Menggalakkan
sumber-sumber yang dapat diperbarui Teknologi hijau mencakup bidang-bidang,
antara lain : Energi terbarukan (renewable energi) Kebutuhan energi yang terus
meningkat berbanding terbalik dengan keberadaan sumber energi. Sampai saat ini
sumber energi utama di Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, di mana
diperkirakan akan habis dalam waktu 12 tahun. Permasalahan ini ditambah dengan
munculnya permasalahan perubahan iklim akibat pemborosan energi melahirkan
teknologi hijau di bidang energi terbarukan. Bangunan hijau/ ramah lingkungan
(green building), yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan rumah
atau infrastruktur ramah lingkungan. Penerapannya dimulai sejak pemilihan bahan
bangunan hingga lokasi pendirian diharapkan mempertimbangan kelestarian
lingkungan hidup. Kimia hijau (green chemistry), yaitu penemuan, rancangan dan
aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan beracun
atau zat yang berbahaya bagi kehidupan. Teknologi Nano Hijau (Green nano
technology), yaitu penerapan kimia hijau tingkat lanjut dengan prinsip-prinsip
rekayasa teknologi yang ramah lingkungan. Beberapa tujuan utama dari penerapan
Teknologi Hijau yaitu: Keberlanjutan, dimana dengan diterapkannya jenis
teknologi ini maka tidak akan mengancam kelestarian lingkungan hidup di masa
mendatang. Desain daur ulang, di mana produk yang dihasilkan harus dapat di
daur ulang untuk menghasilkan produk sejenis. Konservasi sumber daya, dimana
mengurangi limbah dan polusi dengan mengubah pola produksi dan konsumsi.
Inovasi, dimana mengembangkan alternatif untuk teknologi - apakah fosil bahan
bakar atau bahan kimia pertanian intensif - yang telah terbukti merusak
kesehatan dan lingkungan. Viabilitas yaitu menciptakan pusat kegiatan ekonomi
di sekitar teknologi dan produk yang bermanfaat bagi lingkungan, mempercepat
pelaksanaannya dan menciptakan karier baru yang benar-benar melindungi planet
bumi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dininuris/teknologi-hijau-solusi-cerdas-bagi-pemanasan-global_552931adf17e61824a8b458f
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dininuris/teknologi-hijau-solusi-cerdas-bagi-pemanasan-global_552931adf17e61824a8b458f
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Teknologi hijau (green technology) diyakini
dapat membantu memecahkan masalah limbah industri secara fundamental, karena
dapat mengeliminir sumber masalahnya. Hal itu diungkapkan Guru Besar Fakultas
Teknologi Pertanian IPB Prof Dr Ing Ir Suprihatin, IPU, di Bogor, Jumat
(16/12).
"Teknologi hijau memanfaatkan sains lingkungan terkini dengan prinsip-prinsip rekayasa yang pro-lingkungan, mencakup input, proses, produk, dan sistem idustri," katanya.
Ia mengatakan industri menghadapi persoalan limbah, berbagai peraturan lingkungan diberlakukan secara ketat. Sehingga, penanganan dan pembuangan limbah menjadi semakin sulit dan mahal.
Menurutnya, tekanan regulasi dan biaya lingkungan tersebut saat ini tampak semakin jelas di seluruh mata rantai pasok produksi industri, mulai dari penyediaan bahan baku, pra-produksi, proses produksi, penjualan, penggunaan, hingga pembuangannya, yang menghambat pendirian industri baru. "Ini mengancam keberlanjutan industri yang sudah ada," katanya.
Sebagaimana teknologi pada umumnya, lanjut dia, inovasi teknologi hijau dapat memiliki tiga makna, yakni perangkat dan instrumen (tools dan instrument) untuk meningkatkan kemampuan manusia "merekayasa" alam (proses, produk dan sistem) dan memecahkan masalah praktis serta pengetahun untuk membuat/memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. "Teknologi hijau juga memiliki makna sebagai budaya dalam pemahaman tentang dunia dan sistem nilai," katanya.
Ia menjelaskan, di bidang agroindustri, potensi ruang penerapan teknologi hijau sangat besar, mencakup teknologi bahan baru (biomaterial, bioproduk), energi baru/terbarukan, teknologi proses dan sistem, dan teknologi pemanfaatan atau pengolahan limbah atau residu.
Menurutnya, dengan teknologi kemurgi, komoniti, dan biomassa pertanian yang ketersediaannya sangat melimpah di Indonesia dapat ditransformasi menjadi produk-produk industri non-pangan dan energi terbarukan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan ramah lingkungan.
"Puluhan produk kemurgi telah diteliti secara mendalam baik secara teoritis maupun eksperimental, dan dinilai sebagai produk yang prospektif secara komersial," katanya.
Produk kemurgi tersebut seperti bioenergi, furfural, butanadiol, butadiena, eti laktat, alkohol lemak, furfural, gliserin, isoprena, asam laktat, propanadiol, propilen, glikol dan produk eleokimia dan sukrokimia lainnya.
"Produk berbasis komoditi dan biomassa pertanian dapat sebagai substitusi bahan kimia sejenis yang diturunkan dari bahan petroleum, sehingga mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, sekaligus meningkatkan nilai tambah hasil pertanian," katanya.
Ia mengatakan, teknologi hijau dapat diterapkan di berbagai tahapan dalam siklus hidup komoditi dan biomassa pertanian, mulai dari kegiatan pertanian, pengemasan, transportasi, distribusi, logistik komoditi dan produk industri, kegiatan industri proses/pengolahan, konsumsi atau penggunaan komoditi dan produk industri pertanian, serta daur ulang, penanganan dan pembuangan limbah.
"Potensi terbesar pertanian adalah sebagai penghasil pangan, energi terbarukan, obat-obatan, bahan kimia industri dan bioproduk lainnya sebagai subtitusi bahan sintetik berbasis hasil tambang," katanya.
Ia mencontohkan, kelapa sawit sebagai salah satu industri pertanian yang mendapat tekanan isu lingkungan sangat kuat, terutama tekanan dari luar negeri. Oleh US EPA, produk turunan kelapa sawit Indonesia digolongkan sebagai tidak ramah lingkungan, sehingga daya saing produk kelapa sawit jadi berkurang di tingkat internasional.
Menurutnya, salah satu kesulitan menangkal isu lingkungan tersebut, terutama terletak pada kekurangan basis data tentang aspek lingkungan industri kelapa sawit di Indonesia.
"Salah satu penyebab masalah lingkungan industri sawit kasa (crude palm oil/CPO) adalah limbah cair yang dihasilkan," katanya.
Ia menambahkan, limbah cair mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang sangat tinggi, dan selama ini ditangani dengan cara relatif sederhana yakni dengan mengalirkan ke dalam kolam.
Melalui orasi guru besar IPB yang akan dilaksanakan Sabtu (17/12) besok, Prof Suprihatin menyampaikan gagasannya terkait limbah industri kelapa sawit. Emisi metana dari kolam stabilitas limbah cair industri CPO dapat direduksi khusus sehingga memungkinkan untuk menampung dan memanfaatkan produksi biogas sebagai bahan energi terbarukan sebagai pembangkit listrik.
"Teknologi pemanfaatan limbah cair sebagai sumber energi listrik pada industri sawit kasar dengan kapasitas 1,7 ton tandan buah segar per tahun dapat menghasilkan listrik 42-67 juta kWh, dan mereduksi sekitar 300 ribu ton CO2e per tahun," katanya.
"Teknologi hijau memanfaatkan sains lingkungan terkini dengan prinsip-prinsip rekayasa yang pro-lingkungan, mencakup input, proses, produk, dan sistem idustri," katanya.
Ia mengatakan industri menghadapi persoalan limbah, berbagai peraturan lingkungan diberlakukan secara ketat. Sehingga, penanganan dan pembuangan limbah menjadi semakin sulit dan mahal.
Menurutnya, tekanan regulasi dan biaya lingkungan tersebut saat ini tampak semakin jelas di seluruh mata rantai pasok produksi industri, mulai dari penyediaan bahan baku, pra-produksi, proses produksi, penjualan, penggunaan, hingga pembuangannya, yang menghambat pendirian industri baru. "Ini mengancam keberlanjutan industri yang sudah ada," katanya.
Sebagaimana teknologi pada umumnya, lanjut dia, inovasi teknologi hijau dapat memiliki tiga makna, yakni perangkat dan instrumen (tools dan instrument) untuk meningkatkan kemampuan manusia "merekayasa" alam (proses, produk dan sistem) dan memecahkan masalah praktis serta pengetahun untuk membuat/memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. "Teknologi hijau juga memiliki makna sebagai budaya dalam pemahaman tentang dunia dan sistem nilai," katanya.
Ia menjelaskan, di bidang agroindustri, potensi ruang penerapan teknologi hijau sangat besar, mencakup teknologi bahan baru (biomaterial, bioproduk), energi baru/terbarukan, teknologi proses dan sistem, dan teknologi pemanfaatan atau pengolahan limbah atau residu.
Menurutnya, dengan teknologi kemurgi, komoniti, dan biomassa pertanian yang ketersediaannya sangat melimpah di Indonesia dapat ditransformasi menjadi produk-produk industri non-pangan dan energi terbarukan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan ramah lingkungan.
"Puluhan produk kemurgi telah diteliti secara mendalam baik secara teoritis maupun eksperimental, dan dinilai sebagai produk yang prospektif secara komersial," katanya.
Produk kemurgi tersebut seperti bioenergi, furfural, butanadiol, butadiena, eti laktat, alkohol lemak, furfural, gliserin, isoprena, asam laktat, propanadiol, propilen, glikol dan produk eleokimia dan sukrokimia lainnya.
"Produk berbasis komoditi dan biomassa pertanian dapat sebagai substitusi bahan kimia sejenis yang diturunkan dari bahan petroleum, sehingga mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, sekaligus meningkatkan nilai tambah hasil pertanian," katanya.
Ia mengatakan, teknologi hijau dapat diterapkan di berbagai tahapan dalam siklus hidup komoditi dan biomassa pertanian, mulai dari kegiatan pertanian, pengemasan, transportasi, distribusi, logistik komoditi dan produk industri, kegiatan industri proses/pengolahan, konsumsi atau penggunaan komoditi dan produk industri pertanian, serta daur ulang, penanganan dan pembuangan limbah.
"Potensi terbesar pertanian adalah sebagai penghasil pangan, energi terbarukan, obat-obatan, bahan kimia industri dan bioproduk lainnya sebagai subtitusi bahan sintetik berbasis hasil tambang," katanya.
Ia mencontohkan, kelapa sawit sebagai salah satu industri pertanian yang mendapat tekanan isu lingkungan sangat kuat, terutama tekanan dari luar negeri. Oleh US EPA, produk turunan kelapa sawit Indonesia digolongkan sebagai tidak ramah lingkungan, sehingga daya saing produk kelapa sawit jadi berkurang di tingkat internasional.
Menurutnya, salah satu kesulitan menangkal isu lingkungan tersebut, terutama terletak pada kekurangan basis data tentang aspek lingkungan industri kelapa sawit di Indonesia.
"Salah satu penyebab masalah lingkungan industri sawit kasa (crude palm oil/CPO) adalah limbah cair yang dihasilkan," katanya.
Ia menambahkan, limbah cair mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang sangat tinggi, dan selama ini ditangani dengan cara relatif sederhana yakni dengan mengalirkan ke dalam kolam.
Melalui orasi guru besar IPB yang akan dilaksanakan Sabtu (17/12) besok, Prof Suprihatin menyampaikan gagasannya terkait limbah industri kelapa sawit. Emisi metana dari kolam stabilitas limbah cair industri CPO dapat direduksi khusus sehingga memungkinkan untuk menampung dan memanfaatkan produksi biogas sebagai bahan energi terbarukan sebagai pembangkit listrik.
"Teknologi pemanfaatan limbah cair sebagai sumber energi listrik pada industri sawit kasar dengan kapasitas 1,7 ton tandan buah segar per tahun dapat menghasilkan listrik 42-67 juta kWh, dan mereduksi sekitar 300 ribu ton CO2e per tahun," katanya.
REFERENSI
DAFTAR PUSAKA
Manggala, yudha p putra.”Teknologi hijau bantu pecahkan
masalah limbah industri”. Rabu , 09 September 2015.
Nurlis,Dini.”Teknologi hijau solusi cerdas bagi pemanasan
global”.25 april 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.