Laman

Jumat, 09 Oktober 2020

PROSES PENGGORENGAN TEKNIK DEEP FRYING PADA BAHAN MAKANAN

 

Proses Penggorengan Teknik Deep Frying pada Bahan Makanan


Disusun Oleh : Adam Syafarrazzaq
Kode Peserta : @R14-Adam

Abstrak
                Penggunaan teknik deep frying dalam proses penggorengan sebuah bahan makanan sudah banyak digunakan terutama Ketika memasak bahan makanan dalam jumlah banyak. Teknik deep frying ini mengefektifkan beberapa reaksi yang terlibat dalam sebuah proses penggorengan sebuah bahan makanan sehingga cukup efektif untuk digunakan. Proses penggorengan mengalami beberapa reaksi kimia diantaranya reaksi hidrolisis, reaksi polimerisasi, dan reaksi oksidasi. Dengan adanya berbagai reaksi yang terlibat dalam proses penggorengan ini, perubahan fisik dan kimia akan mulai terjadi pada bahan-bahan yang terlibat dalam proses penggorengan tersebut, termasuk minyak.

                Teknik penggorengan dalam memasak ada dua jenis, yaitu  Pan Frying dan Deep Frying. Perbedaan yang mendasar dari dua teknik tersebut adalah terdapat dalam penggunaan minyak untuk proses menggoreng. Dalam hal ini, Proses Deep Frying memerlukan minyak yang lebih banyak sehingga wajan atau panic tertutup sebagian sehingga bahan makanan terendam sepenuhnya dalam proses penggorengan. Hasil penggorengan yang dihasilkan cukup berbeda secara signifikan dengan teknik Pan Frying terletak pada tingkat kematangan dan perubahan warna bahan yang digoreng. Hal ini disebabkan karena adanya degradasi yang lebih dalam dengan adanya berbagai reaksi yang terlibat sehingga bahan mengalami dekomposisi.

Kata Kunci : Deep Frying, Penggorengan, Reaksi Kimia, Dekomposisi


PENDAHULUAN

            Sudah lama diketahui bahwa penggorengan dengan teknik Deep Frying sudah digunakan dalam metode memasak klasik sejak 1600 SM (sebelum masehi) dimana suhu yang biasanya dihasilkan melebihi 180oC, melewati suhu penggorengan yang direkomendasikan. Teknik Deep Frying merupakan metode memasak yang paling banyak digunakan karena dipercaya memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan pengolahan bahan makanan yang efisien untuk banyak bahan makanan yang diproses secara langsung dalam satu waktu. Dalam kondisi yang sudah ditetapkan, sebuah proses penggorengan melibatkan semua komponen yang ada untuk berpartisipasi dalam sebuah perubahan secara fisik dan kimia. Perubahan tersebut ditandai dengan adanya dekomposisi bahan makan yang dimasukkan secara volatile maupun nonvolatile. Reaksi tersebut melibatkan komponen mentah sebuah minyak goreng yaitu Triagriserol (TAGs) yang beroksidasi dengan zat keto, hidroksil, aldehida, radikal jenuh atau tidak jenuh, dan interaksi antar komponen tersebut.

Teknik Deep Frying ini merupakan proses fisiokemis yang kompleks karena melibatkan beberapa reaksi secara simultan yang dipengaruhi dari beberapa faktor seperti kandungan alami dari bahan yang digoreng atau minyak goreng, waktu, temperatur, Pemanasan secara kontinu ataupun dengan jeda, model penggorengan dan penggunaan saringan. Selanjutnya banyak produk yang terbentuk disebabkan oleh substrat kompleks yang terbentuk pada proses penggorengan dan kondisi kimiawi penggorengan. Dalam kondisi kimiawi yang terjadi ketika penggorengan, beberapa reaksi utama yang akan terjadi merupakan reaksi hidrolisis, reaksi polimerisasi, dan reaksi oksidasi. Reaksi ini juga menyebabkan adanya peningkatan busa-busa, perubahan warna, perubahan kekentalan, kerapatan, jumlah komponen polimer dan polar serta asam lemak bebas dari minyak goreng.


METODE

            Menggoreng merupakan salah satu metode memasak yang tercepat, tertua, dan termudah karena hanya mengandalkan pemanasan dan minyak yang aman dikonsumsi atau lemak dan hanya menggunakan minyak panas untuk menggoreng. Minyak terekspos untuk menaikkan temperatur dengan adanya udara dan tekstur yang ada.

Alat yang sering digunakan dalam menggoreng yaitu :

1. Panci

2. Minyak goreng

3. Spatula

4. Saringan

         Teknik menggoreng dalam proses memasak terbagi atas dua jenis, yaitu Pan Frying dan Deep Frying. Teknik Pan Frying merupakan proses menggoreng dengan penggunaan minyak goreng yang hanya menutupi dasar permukaan panci atau wajan. Teknik ini digunakan untuk menumis dan hanya menggoreng bumbu dasar pada olahan makanan. Teknik ini tidak tepat untuk digunakan jika hasil bahan makanan yang diinginkan adalah kematangan luar dan dalam. Namun, teknik ini mengefisienkan penggunaan minyak goreng untuk proses penggorengan dengan skala kecil. Sedangkan, teknik Deep Frying merupakan proses menggoreng bahan makanan dengan menggunakan minyak goreng yang menutupi sebagian sampai penuh panci atau wajan. Tentu bila dibandingkan dengan teknik pan frying, teknik ini cukup boros dalam penggunaan minyak dan perbedaan diantara keduanya hanyalah dalam kadar penggunaan minyak goreng dalam proses menggoreng. Dengan penggunaan teknik Deep Frying, Properti sensorik benda yang digoreng akan bertambah (warna, tekstur, dan rasa), tetapi penggunaan minyak goreng yang berulang memproduksi komponen yang tidak diperlukan dan berpengaruh terhadap kesehatan.

    Setiap dilakukan proses penggorengan ketika memasak, perubahan yang signifikan terjadi pada minyak goreng yang digunakan dan bahan makanan yang digoreng. Bahan makanan yang telah digoreng mengalami perubahan dari rasa, tekstur dan aroma yang dihasilkan. Misalkan saja pada makanan cepat saji dimana salah satunya merupakan kentang goreng yang mengalami perubahan warna menjadi lebih kuning dengan rasa gurih yang khas serta aroma minyak yang menyerap ke dalam kentang. Selain itu, bila bahan makanan dibiarkan menggoreng terlalu lama akan menjadi gosong dengan perubahan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya bahan makanan saja yang berubah, minyak goreng pun juga mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi. Bila diperhatikan dengan teliti, minyak hasil penggorengan mengalami perubahan komposisi dan warna akibat dari proses reaksi yang bereaksi dalam hasil menggoreng sehingga minyak goreng mengalami penurunan kualitas untuk digunakan berulang kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

                Proses menggoreng ketika menggunakan teknik Deep Frying mengalami berbagai reaksi secara simultan atau bersamaan, terutama reaksi deteriorisasi secara kimiawi seperti hidrolisis, oksidasi, polimerisasi dan terjadinya dekomposisi bahan untuk membentuk bahan yang volatile maupun monomer nonvolatil dan senyawa polimer. Perubahan tersebut tergantung terhadap beberapa faktor mulai dari temperatur, siklus penghangatan, permukaan/volume, rasio antara minyak dan bahan makanan yang digoreng, asam lemak, dan komposisi antioksidan dan minyak goreng. Pada umumnya, teknik Deep Frying meningkatkan pembusaan, warna, kekentalan, kerapatan, jumlah polimer, dan senyawa polar serta asam lemak bebas dari minyak goreng.

Beberapa reaksi yang terlibat dalam proses penggorengan teknik Deep Frying :

1. Reaksi Hidrolisis

                Ketika makanan digoreng menggunakan minyak goreng yang telah dipanaskan, timbul uap yang merupakan hasil evaporasi dengan percikan gelembung dan secara bertahap menghilang ketika makanan digoreng. Air, uap, dan oksigen menginisiasikan reaksi kimia di dalam makanan dan minyak goreng. Air ,yang merupakan nukleofil yang lemah, menyerang rantai ester dari triasilgliserol dan memproduksi monoasilgliserol, gliserol, dan asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas ini meningkat seiring proses penggorengan berlangsung dan memengaruhi perubahan yang terjadi pada bahan makanan dan juga minyak. Asam lemak bebas dan produk molekuler asam lemah yang terbentuk dari oksidasi lemak meningkatkan reaksi hidrolisis dalam kehadiran uap selama menggoreng. Produk hidrolisis ini mengurangi stabilitas minyak goreng dan dapat digunakan untuk mengukur kualitas minyak goreng.

2. Reaksi  Oksidasi

                Lemak yang dapat dikonsumsi mengandung molekul tidak jenuh yang dapat diserang oleh molekul oksigen. Proses ini merujuk kepada oksidasi lemak dan dapat memberikan peningkatan komponen rasa yang tidak diinginkan, berpotensi menghasilkan oksidasi racun dan reaksi deteriorisasi yang umum dalam sebuah kualitas lemak. Oksidasi lemak ini diebabkan oleh sebuah input energi seperti cahaya atau panas, komposisi dari asam lemak, tipe molekul oksigen, dan komponen minor seperti logam, pigmen, fosfolipid, asam lemak bebas, mono- dan diasilgliserol, senyawa oksidasi termal, dan antioksidan. Reaksi kimia yang terjadi dalam proses oksidasi berkontribusi dalam pembentukan produk dekomposisi volatile dan nonvolatil. Oksidasi dari minyak berpengaruh dalam kualitas nutrisi dan tingkat racun yang terdapat dalam minyak.

3. Reaksi Polimerisasi

    Hidroperoksida yang dihasilkan dari proses oksidasi biasanya akan mengalami pembelahan. Banyak senyawa polar nonvolatil dan polimer triasilgliserol diproduksi dari oksidasi minyak secara thermal. Polimerisasi meruapakan reaksi besar yang terjadi dalam oksidasi thermal minyak. Polimer merupakan molekul besar dengan besar berkisar diantara 692-1600 dalton dan terbentuk dari kombinasi dari gabungan -C-C- , -C-O-C-, dan -C-O-O-C- . Polimerisasi terjadi dengan mudah dalam minyak dengan kadar asam linoleate yang tinggi. Polimer yang kaya dalam oksigen memproduksi residu coklat, seperti resin. Seiring meningkatnya produk polimerasi dalam minyak, kekentalan dari minyak juga bertambah karena adanya dekomposisi peroksida yang berfluktuasi dengan cepat.

KESIMPULAN

               Selama proses penggorengan Deep Frying terdapat berbagai reaksi pemisahan kimiawi seperti hidrolisis, oksidasi, polimerisasi dan dekomposisi minyak untuk membentuk produk volatile dan monomer nonvolatil, dan senyawa polimer. Reaksi tersebut memengaruhi komponen yang ada dalam proses penggorengan, mulai dari rasa, tekstur, warna, kualitas komponen, kekentalan seiring penggorengan berlangsung dalam Deep Frying yang lebih terlihat perubahannya dibandingkan dengan Pan Frying. Reaksi hidrolisis dalam proses penggorengan merupakan reaksi yang paling awal terjadi dengan adanya kontak air dan minyak yang menghasilkan percikan gelembung uao air. Reaksi oksidasi yang terjadi merupakan oksidasi lemak yang menghasilkan peroksida untuk proses polimerisasi dan produk lain. Reaksi polimerisasi mengubah polimer peroksida menjadi senyawa polar nonvolatil dan senyawa triasilgliserol yang memengaruhi kekentalan minyak. Berbagai reaksi yang terjadi dalam proses penggorengan saling berhubungan satu sama lain dengan indicator tertentu yang dapat memengaruhi hasil dari penggorengan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ilmi, Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi, Ali Khomsan, Sri Anna Marliyati. 2015. Kualitas Minyak Goreng dan Produk Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia. Bogor: Indonesia Food Technologists

Mariod, Abdalbasit dan Nuha Muhammad Ali Omer. 2014. Chemical Reaction Taken Place During deep-fat Frying and their Produtcs: A Review. Khartoum: SUST Journal of Natural and Medical Sciences

mulonoapriyanto.wordpress.com. (2010, 12 Juli). Chemistry of Frying Oils. Diakses pada 8 Oktober 2020, dari https://mulonoapriyanto.wordpress.com/kimia-lipid/



1 komentar:

  1. Artikel ini memberikan manfaat bagi ibu rumah tangga dalam hal pengetahuan memasak. Namun, pada bagian abstrak menyebutkan dua jenis teknik sedangkan dalam penjabarannya hanya menjelaskan satu teknik saja sehingga bagian abstak kurang menggambarkan isi artikel. Saran saya dalam penulisan abstrak lebih di perhatikan lagi apakah menggambarkan isi artikel.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.