.

Sabtu, 31 Agustus 2019

Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor


Abstract
Air is an important factor of life, but in the modern era is in line with the development of the physical development of the city and industrial center, as well as the development of transport, causing air quality changes, from what was once fresh, now dry and dirty which is generally caused by air pollution due to vehicle transportation. The research method used is library research. The results of the study: 1. Granting permission for small public transport more limited, while the mass transit vehicle, reproduced. 2. Control the number of private vehicles. 3. Vehicle age restrictions. 4. Construction of MRT, and the launch of other ideas to tackle congestion, namely the Electronic Road Pricing. 5. Settings traffic, signs, and decisive action against violations of driving. 6. Emission test should be done regularly. 7 Planting broadleaved trees on the roadside, as well as the heaviest traffic in the corners of the city, also reducing air pollution.
Keywords: air pollution, exhaust emissions, life, environment

Abstrak

Udara adalah faktor penting dalam kehidupan, namun, di era modern, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya transportasi, telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Dari yang mulanya segar, kini, kering dan kotor akibat dari terjadinya pencemaran udara karena kendaraan transportasi. Lewat penggunaan metode kepustakaan, maka, tampak dengan jelas ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian yang serius, di antaranya; 1. Pemberian izin bagi angkutan umum kecil lebih dibatasi, sementara, kendaraan angkutan massal, diperbanyak. 2. Kontrol jumlah kendaraan pribadi. 3. Pembatasan usia kendaraan . 4. Pembangunan MRT, dan pembuatan Electronic Road Pricing. 5. Pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendaraan. 6. Uji emisi harus dilakukan secara berkala pada kendaraan umum maupun pribadi. 7. Penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan yang lalu lintasnya padat serta di sudut-sudut kota.
Kata kunci: pencemaran udara, emisi gas buang, kehidupan, lingkungan

Pendahuluan

Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan kehidupan. Namun pada era modern ini, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, serta berkembangnya transportasi, maka, kualitas udara pun mengalami perubahan yang disebabkan oleh terjadinya pencemaran udara, atau, sebagai berubahnya salah satu komposisi udara dari keadaan yang normal; yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas- gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan tanaman (SLHD DKI Jakarta, 2015).
Sementara menurut WHO (2012), pencemaran udara merupakan pencemaran libngkungan indoor dan outdoor dengan bahan kimia agen fisik atau biologis yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Salah satu sumber pencemaran udara tersebut adalah kendaraan bermotor yang hasil pembakarannya menghasilkan banyak polutan (Atep, 2018). Hasil pembakaran bahan bakar yang merupakan sumber-sumber pencemar udara adalah seperti COx, Nox, Sox, SPM (suspended particulate matter), Ox dan berbagai logam berat (Afif Budiyono, 2001).
Jurnal ini khusus menyoroti penyumbang pencemaran terbesar di Indonesia; yaitu oleh kendaraan bermotor. Mengingat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, telah terjadi lonjakan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, khususnya oleh pertambahan sepeda motor, yang mencapai 30%. Sekitar lebih kurang 70% terdistribusi di daerah perkotaan.

Permasalahan

Pada rentang 2005, perbandingan antara jumlah sepeda motor dan penduduk di Indonesia diperkirakan mencapai 1:8. Seterusnya, dari tahun ke tahun, kondisi tersebut semakin meningkat. Akibatnya, ruas jalan di Indonesia semakin padat. Bukan hanya di kota-kota besar, bahkan, sampai ke pelosok daerah (WHO, 1979).
Menurut data terakhir Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah kendaraan yang beropersi di seluruh Indonesia pada rentang 2015 mencapai 121,394 juta unit, naik sebesar 6.3 % dari 2014; yakni sebanyak 114,209 juta unit.
Dari jumlah tersebut, maka, populasi terbanyak disumbang oleh sepeda motor, yaitu, rata-rata sebanyak 73%.

Berikut tabel perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia (Tabel 1). Pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia, sudah barang tentu memicu terjadinya peningkatan polusi, namun, tampaknya, hal itu menjadi rumit ketika melihat faktor produksi dalam pertumbuhan kendaraan bermotor.

Tabel 1 Jumlah Kendaraan Tahun 2015-2017



Jenis Kendaraan

Tahun

No
2015
(juta)
2016
(juta)
2017
(juta)
1
Mobil penumpang
13,480
14,580
15,493
2
Bus
2,420
2,468
2,509
3
Mobil Barang
6,611
7,063
7,523
4
Sepeda motor
98,881
105,150
113,030

                 Jumlah        
121,394
129,2811
138,556

Jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor, ternyata, merupakan tindakan yang dapat dilihat dengan progressive contextualization (Vayda, 1986) Ketika ingin mendeskripsikan suatu pengrusakan lingkungan (terkait di sini masalah pencemaran udara akibat transportasi), terbukti, tidak terbatas hanya melihat aktor-aktor pengguna transportasi saja. Namun, kita juga dapat melihat lebih luas lagi bahwa tindakan-tindakan tersebut berdampak bagi hidup dan kehidupan.
Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi dan mencemarkan udara di sekitar kita. Salah satu kasus di perkotaan adalah; akibat pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta lebih tinggi dibanding kota-kota lainnya, maka, telah mendorong perubahan gaya hidup sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakatnya.  Kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) juga angkutan umum meningkat, sehingga, mengambil porsi ruas jalan yang lebih besar dibanding moda transportasi lainnya.
Jumlah kendaraan di Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi dari tahun ke  tahun, semakin meningkat. Berdasarkan data kendaraan yang tercatat di Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan pada 2016 mencapai 129.281.079 unit, dengan pertumbuhan 6,5% dari tahun sebelumnya. Sementara pada 2015, jumlah kendaraan di Jakarta dan sekitarnya mencapai 121.394.185 unit, dengan tren peningkatan yang mencapai 6,3 %.
Berikut tabel perkembangan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah Kendaraan Tahun 2015-2016


Tahun
Pertum- buhan
No
Jenis Kendaraan
2015
(juta)
2016
(juta)
1
Mobil penumpang
13,480
14,580
8.1%
2
Bus
2,420
2,468
1.9%
3
Mobil Barang
6,611
7,063
6.8%
4
Sepeda motor
98,881
105,150
6.3%

               Jumlah        
121,394
129,2811
6.5%

Perkembangan kendaraan bermotor yang dialami oleh Indonesia, serta perkembangan di salah satu perkotaan, seperti DKI Jakarta, tentunya menimbulkan masalah pada sistem transportasi, dan merupakan salah satu yang mempengaruhi udara sebagai commons, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hardin Z dalam tulisannya “Tragedy of the commons”. Udara sebagai commons dirusak oleh beberapa kepentingan (Sudrajad, 2006).
Selanjutnya, dari beberapa penyebab polusi udara yang ada, terbukti, emisi transportasi adalah sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi, yakni sekitar 85 persen. Hal tersebut tampak dengan jelas, mengingat, sebagian besar kendaraan bermotor menghasilkan

emisi gas buang yang buruk; baik akibat perawatan yang kurang memadai, atau dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas yang kurang baik (misalnya; kadar timbal yang tinggi).
Penelitian tentang “Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Transportasi serta Dampaknya Terhadap Kehidupan Lingkungan” termasuk dalam jenis  library  research.                                                 Kegiatannya termasuk kategori penelitian kualitatif dan teknik penyajian finalnya dilakukan secara deskriptif (Creswell, 2002), selanjutnya, Hasan (2002); bahwa studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data tidak langsung melalui dokumentasi.
Sementara, dengan memperhatikan konteksnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).

Hasil dan Pembahasan

A.  Proses Terjadinya Emisi Gas Buang oleh Kendaraan Transportasi
Tidak ada yang bisa menepis, betapa, emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox)” (SLHD DKI Jakarta, 2013).
Selanjutnya, emisi gas buang yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke atmosfer berdasarkan massa, adalah gas karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung sempurna yang dapat dicapai dengan tersedianya suplai udara yang berlebih. Namun demikian, kondisi pembakaran yang sempurna dalam mesin kendaraan, jarang sekali terjadi.

B. Dampak Terjadinya Pencemaran Udara Terhadap Kehidupan dan Lingkungan

Sebagaimana kita ketahui bersama, pencemaran udara atau perubahan salah satu komposisi udara dari keadaan normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam kehidupan manusia. Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul dengan permintaan pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan. Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan global atau (global warming) (Sudrajad, 2006).
Tentunya, hal ini harus merupakan sebuah peringatan kepada para pemilik kebijakan industri dan kebijakan transportasi agar melihat kepada masalah udara di sekitarnya. Proses pembangunan yang ada di Indonesia dalam konteks transportasi, ternyata, telah menimbulkan bencana pembangunan yang pada akhirnya bermuara menjadi permasalahan ekologis. Akibatnya, udara sebagai salah satunya commons yang open access menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia dan alam sekitarnya. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang

      Pencemar   
Keterangan                   
Karbon monoksida (CO)
Standar kesehatan: 10 mg/m3 (9 ppm)
Oksida sulfur (S0x)
Standar kesehatan: 80 ug/m3 (0.03 ppm)
Partikulat Matter
Standar kesehatan: 50 ug/m3 selama 1 tahun; 150 ug/m3
Okdida   Nitrogen (N0x)
Standar kesehatan: 100 pg/m3 (0.05 ppm) selama 1 jam
  Ozon (03)          
Standar kesehatan: 235 ug/m3 (0.12 ppm) selama 1 jam
C.  Kondisi Existing Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Transportasi
Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan bermotor sebagai suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang disalahkan. Akan tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah yang dapat menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita, terutama udara. Singgungan antara  transportasi  dan lingkungan juga dapat diungkapkan lewat masalah perilaku manusia terhadap lingkungannya (Sudrajad, 2006). Hal tersebut bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang seharusnya merupakan salah satu perangkat teknologi untuk memudahkan manusia, malahan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungannya.
Selanjutnya, secara langsung, kandungan-kandungan timah hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan kita, dan/atau menimbulkan penyakit-penyakit yang mematikan. Lalu apakah produksi dari transportasi sebagai alasan pembangunan teknologi dapat dijadikan alasan bagi para pembuat keputusan. Kenyataan inilah yang sampai sekarang selalu menjadi ajang perdebatan, terutama, dalam memahami bagaimana mengartikan sebuah lingkungan dan teknologi agar dapat berdampingan tanpa adanya bahaya serta transportasi yang tidak teratur (disorder).
Sebagai contoh, di Jakarta, sumber pencemaran udara yang utama adalah kendaraan bermotor dan industri. Dalam hal ini, tehadap beban emisi total, kendaraan bermotor menyumbang sekitar 71% pencemar oksida nitrogen (NOX), 15% pencemar oksida sulfur (SOx), dan 70% pencemar partikulat (PM10). Tampaknya, emisi gas dan kandungannya menjadi beban moral bagi pengguna transportasi dan industri transportasi (SLHD DKI Jakarta, 2015.)
Permasalahan     seperti     ini     telah menjadi  fenomena  pembangunan.  Walau
pembangunan transportasi yang ideal amat diharapkan oleh masyarakat, namun, dari sudut pandang ekologi, dampak sosial transportasi dengan lingkungan telah menimbulkan depresi terhadap masyarakat. Secara lebih tegas dapat dikatakan, udara yang tercemar akibat transportasi telah menimbulkan tingkat stress pada manusia yang mengalami gangguan tersebut.
Dari perspektif ekologi, perilaku manusia yang beradaptasi dengan proses akan menjadi jenuh apabila adaptasi tersebut dilakukan dengan terus menerus atau sering, sehingga, orang yang dalam kehidupan sehari-harinya mengalami gangguan udara dari transportasi dan mengalami kejenuhan dapat menimbulkan stress dan depresi (kajian ini terjadi pada behaviour-nya).
Karena apa yang adaptif dan bukan adaptif, bagi mereka, adalah cenderung pada perubahan perilaku kolektif dari masyarakatnya. Hal ini dapat ditunjukkan, tingkat stress dan depresi penduduk di kota- kota besar seperti Jakarta tergolong tinggi. Manusia sebagai faktor yang menentukan keberlanjutannya lingkungan yang ada di sekitarnya, menjadi tidak berdaya, karena, pengrusakan lingkungan terjadi dan dilakukan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung-jawab.
Oleh sebab itu, kejadian-kejadian seperti pencemaran udara pun tidak terhindarkan. Bukan hanya itu, ternyata, permasalahan ekologi yang terjadi akibat transportasi ini juga menjadi permasalahan psikologis yang ada pada masyarakat urban. Semakin tinggi tingkat pencemaran udara, maka, kecenderungan tingkat stress pun akan semakin tinggi pula.
Kebijakan transportasi yang berhubungan dengan lingkungan atau Transportation Environment, adalah merupakan suatu penyebab munculnya dampak sosial. Artinya, dampak sosial yang dimaksud adalah transportasi yang tidak teratur (disorder), yang kemudian mengganggu kehidupan manusia.
Pada saat ini, transportasi selalu dijadikan alasan utama bagi pencemaran kota. Kebanyakan orang beranggapan, pencemaran kota yang merusak udara di sekitar kita adalah merupakan suatu akibat dari kelalaian pemerintah dan produsen yang mendesain kendaraan bermotornya tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Akibatnya, daerah perkotaan dianggap merupakan salah satu sumber utama pencemaran udara, dan memegang peranan yang sangat besar dalam masalah pencemaran udara.
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, maka, sektor transportasi memegang  peran yang sangat besar dibanding dengan sektor yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain (SLHD DKI Jakarta, 2015).
Dari uraiaan di atas, maka, tampak dengan jelas beberapa faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:
a.           Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).
b.          Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.
c.           Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran.
d.          Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota.
e.           Kesamaan waktu aliran lalu lintas.
f.            Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.
g.          Faktor perawatan kendaraan.
h.          Jenis bahan bakar yang digunakan.
i.             Jenis permukaan jalan.
j.             Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).
Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas emisi gas buang sumber pencemaran udara tersebut, faktor penting lainnya adalah; faktor potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan akan sangat tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Padahal, sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi yang berdampak terhadap kehidupan dan lingkungan.
Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan sumber emisi pencemaran udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawa- senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx (oksida- oksida sulfur) (SLHD DKI Jakarta, 2015).
Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar dalam motor disel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik), dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu, hidrokarbon juga timbal. Udara yang

tercemar oleh zat-zat tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.
Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Biasanya, pencemaran udara karena partikel debu dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru-paru.
Kadar timbal yang tinggi di udara juga dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya; seperti anemia, kerusakan ginjal dan lain-lain, sedang keracunan Pb bersifat akumulatif.
Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibanding dengan  oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu (SLHD DKI Jakarta, 2015). Selaras dengan itu, berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh, apabila tidak segera mendapat udara segar, akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian. Sementara, bahan pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2S dapat merangsang pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan.



B.  Upaya untuk Mengurangi Dampak Polusi/Pencemaran Udara

Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang mencakup upaya-upaya  pengendalian baik langsung maupun tidak langsung,

akan dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara efektif antara lain (Sudrajad, 2006):
1.         Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama teman- teman (car pooling).
2.         Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan asapnya tidak mengotori udara.
3.         Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah
AC non-CFC dan hemat energi.
4.         Memilih bensin yang bebas timbal
(unleaded fuel).

Kesimpulan dan Saran

Solusi untuk mengatasi polusi udara kota, terutama ditujukan pada pembenahan sektor transportasi dengan tanpa mengabaikan sektor-sektor lain, maka, tidak ada kata lain kecuali harus mau belajar dari kota-kota besar lain di dunia yang telah berhasil menurunkan polusi udara dan angka kesakitan serta kematian yang diakibatkan karenanya. Di antaranya, dengan pembatasan izin bagi angkutan umum kecil, dengan memperbanyak kendaraan angkutan massal; seperti bus dan kereta api, diperbanyak. Kemudian, kontrol terhadap jumlah kendaraan pribadi juga dapat dilakukan seiring dengan perbaikan pada sejumlah angkutan umum.
Selanjutnya, pembatasan usia kendaraan terutama bagi angkutan umum juga perlu mendapatkan pertimbangan secara   khusus,   mengingat,    semakin tua kendaraan, apalagi yang kurang terawat, sangat berpotensi besar sebagai penyumbang polutan udara. Selaras dengan itu, pembangunan MRT, dan Electronic Road Pricing (ERP), juga mendesak untuk direalisasikan. Di samping itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendara benar-benar dapat diwujudkan, begitu juga uji emisi yang dilakukan secara berkala, serta penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan, terutama yang lalu lintasnya padat, dapat juga mengurangi polusi udara.

Daftar Pustaka

Afia Atep Hidayat dan Kholil Muhammad. 2018. Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Yogyakarta : Penerbit Wahana Resolusi (bab 2)
Status Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2015. Udara - Keanekaragaman Ekosistem.
Status Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2015. Pengertian Pencemaran Udara.
Hassan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Budiyono, Afif. 2001. Dampak Pencemaran Udara Pada Lingkungan. http://jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/687.
Gusnita, Dessy. 2016. Green Transport : Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya dalam Mengurangi Polusi Udara. http://www.jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/1175.
Sudrajad, Agung. 2006. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan. Http// kamase_ugm@yahoo.co.id                                                        [3Januari 2013]
World Health Organization. 1977. Environmental Health Criteria No. 3, Lead. Geneva.
World Health Organization. 1977. Environmental Health Criteria No. 4, Oxides of nitrogen, Geneva.
World Health Organization, (1978). Environmental Health Criteria No. 7, Photochemical oxidants. Geneva.
World Health Organization, (1979). Environmental Health Criteria No. 8, Sulfur oxides and suspended particulate matter. Geneva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.