Abstract
Air is an important factor of life, but in the modern era is in line
with the development of the
physical development of the city and industrial center, as well as the development of transport, causing
air quality changes,
from what was once fresh, now dry and dirty which is generally caused by air
pollution due to vehicle transportation. The research
method used is library
research. The results
of the study: 1. Granting
permission for small
public transport more limited, while the mass transit vehicle,
reproduced. 2. Control
the number of private
vehicles. 3. Vehicle age
restrictions. 4. Construction of MRT, and
the launch of other ideas to tackle
congestion, namely the Electronic Road Pricing. 5. Settings traffic, signs, and
decisive action against violations of driving. 6. Emission test should be done regularly. 7 Planting broadleaved trees on
the roadside, as well as the heaviest traffic in the corners of the city, also reducing air pollution.
Keywords: air pollution,
exhaust emissions, life, environment
Abstrak
Udara adalah
faktor penting dalam kehidupan, namun, di era modern, sejalan dengan
perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya
transportasi, telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Dari yang mulanya
segar, kini, kering dan kotor akibat
dari terjadinya pencemaran udara karena kendaraan transportasi. Lewat
penggunaan metode kepustakaan, maka, tampak dengan jelas ada beberapa hal yang
harus mendapatkan perhatian yang serius, di antaranya; 1. Pemberian izin bagi
angkutan umum kecil lebih dibatasi, sementara, kendaraan angkutan massal,
diperbanyak. 2. Kontrol jumlah kendaraan pribadi. 3. Pembatasan usia kendaraan
. 4. Pembangunan MRT, dan pembuatan Electronic Road Pricing. 5. Pengaturan
lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendaraan.
6. Uji emisi harus dilakukan secara berkala pada kendaraan umum maupun pribadi.
7. Penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan yang lalu lintasnya padat
serta di sudut-sudut kota.
Kata kunci: pencemaran udara, emisi gas buang, kehidupan, lingkungan
Pendahuluan
Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan
kehidupan. Namun pada era modern ini, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, serta
berkembangnya transportasi, maka, kualitas udara pun mengalami perubahan yang
disebabkan oleh terjadinya pencemaran udara, atau, sebagai berubahnya salah
satu komposisi udara dari keadaan yang normal; yaitu masuknya zat pencemar
(berbentuk gas- gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara dalam jumlah
tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan tanaman (SLHD
DKI Jakarta, 2015).
Sementara menurut WHO (2012), pencemaran udara
merupakan pencemaran libngkungan indoor dan outdoor dengan bahan kimia agen
fisik atau biologis yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Salah satu
sumber pencemaran udara tersebut adalah kendaraan bermotor yang hasil
pembakarannya menghasilkan banyak polutan (Atep, 2018). Hasil pembakaran bahan
bakar yang merupakan sumber-sumber pencemar udara adalah seperti COx, Nox,
Sox, SPM (suspended
particulate matter), Ox dan berbagai logam berat (Afif Budiyono,
2001).
Jurnal ini khusus menyoroti penyumbang pencemaran
terbesar di Indonesia; yaitu oleh kendaraan bermotor. Mengingat, dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir, telah terjadi lonjakan jumlah kendaraan bermotor yang
sangat pesat, khususnya oleh pertambahan sepeda motor, yang
mencapai 30%. Sekitar lebih kurang 70% terdistribusi di daerah perkotaan.
Permasalahan
Pada rentang 2005, perbandingan antara jumlah sepeda
motor dan penduduk di Indonesia diperkirakan mencapai 1:8. Seterusnya, dari
tahun ke tahun, kondisi tersebut semakin meningkat. Akibatnya, ruas jalan di
Indonesia semakin padat. Bukan hanya di kota-kota besar, bahkan, sampai ke
pelosok daerah (WHO, 1979).
Menurut data terakhir Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia, jumlah kendaraan yang beropersi di seluruh
Indonesia pada rentang 2015 mencapai 121,394 juta unit,
naik sebesar 6.3 % dari 2014; yakni sebanyak 114,209 juta unit.
Dari jumlah tersebut, maka, populasi terbanyak disumbang oleh sepeda
motor, yaitu, rata-rata sebanyak 73%.
Berikut tabel perkembangan jumlah kendaraan bermotor
di Indonesia (Tabel 1). Pertumbuhan
kendaraan bermotor di Indonesia, sudah barang tentu memicu terjadinya
peningkatan polusi, namun, tampaknya, hal itu menjadi rumit ketika melihat faktor produksi dalam
pertumbuhan kendaraan bermotor.
Tabel 1 Jumlah Kendaraan Tahun 2015-2017
|
Jenis Kendaraan
|
|
Tahun
|
|
No
|
2015
(juta)
|
2016
(juta)
|
2017
(juta)
|
|
1
|
Mobil penumpang
|
13,480
|
14,580
|
15,493
|
2
|
Bus
|
2,420
|
2,468
|
2,509
|
3
|
Mobil Barang
|
6,611
|
7,063
|
7,523
|
4
|
Sepeda motor
|
98,881
|
105,150
|
113,030
|
|
Jumlah
|
121,394
|
129,2811
|
138,556
|
Jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor, ternyata,
merupakan tindakan yang dapat dilihat dengan progressive contextualization (Vayda, 1986) Ketika ingin mendeskripsikan suatu
pengrusakan lingkungan (terkait di sini masalah pencemaran udara akibat
transportasi), terbukti, tidak terbatas hanya melihat aktor-aktor pengguna
transportasi saja. Namun, kita juga dapat melihat lebih luas lagi bahwa
tindakan-tindakan tersebut berdampak bagi hidup dan kehidupan.
Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan kendaraan
bermotor yang mengeluarkan emisi dan mencemarkan udara di sekitar kita. Salah
satu kasus di perkotaan adalah; akibat pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta lebih
tinggi dibanding kota-kota lainnya, maka, telah mendorong perubahan gaya hidup
sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakatnya. Kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi
(mobil dan sepeda motor) juga angkutan umum meningkat, sehingga, mengambil
porsi ruas jalan yang lebih besar dibanding
moda transportasi lainnya.
Jumlah kendaraan di Jakarta, Depok, Tangerang dan
Bekasi dari tahun ke tahun, semakin meningkat.
Berdasarkan data kendaraan yang tercatat di Subdit Regident Ditlantas Polda
Metro Jaya, jumlah kendaraan pada 2016 mencapai 129.281.079 unit, dengan
pertumbuhan 6,5% dari tahun sebelumnya. Sementara pada 2015, jumlah kendaraan di Jakarta dan sekitarnya
mencapai 121.394.185 unit, dengan tren peningkatan yang mencapai 6,3 %.
Berikut tabel perkembangan jumlah kendaraan bermotor
di DKI Jakarta (Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah Kendaraan Tahun 2015-2016
Tahun
|
Pertum- buhan
|
|||
No
|
Jenis Kendaraan
|
2015
(juta)
|
2016
(juta)
|
|
1
|
Mobil penumpang
|
13,480
|
14,580
|
8.1%
|
2
|
Bus
|
2,420
|
2,468
|
1.9%
|
3
|
Mobil Barang
|
6,611
|
7,063
|
6.8%
|
4
|
Sepeda motor
|
98,881
|
105,150
|
6.3%
|
|
Jumlah
|
121,394
|
129,2811
|
6.5%
|
Perkembangan kendaraan bermotor yang dialami oleh
Indonesia, serta perkembangan di salah satu perkotaan, seperti DKI Jakarta, tentunya
menimbulkan masalah pada sistem transportasi, dan merupakan salah satu
yang mempengaruhi udara sebagai commons, sebagaimana
yang diungkapkan oleh Hardin Z dalam tulisannya “Tragedy of the commons”. Udara
sebagai commons dirusak oleh beberapa
kepentingan (Sudrajad, 2006).
Selanjutnya, dari beberapa penyebab polusi udara yang
ada, terbukti, emisi transportasi adalah sebagai penyumbang pencemaran udara
tertinggi, yakni sekitar 85 persen. Hal tersebut tampak dengan jelas,
mengingat, sebagian besar kendaraan bermotor menghasilkan
emisi gas buang yang buruk; baik akibat perawatan yang kurang memadai,
atau dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas yang kurang baik (misalnya;
kadar timbal yang tinggi).
Penelitian tentang “Pencemaran Udara
Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan
Transportasi serta Dampaknya Terhadap Kehidupan
Lingkungan” termasuk dalam jenis library
research. Kegiatannya
termasuk kategori penelitian kualitatif dan teknik penyajian finalnya dilakukan
secara deskriptif (Creswell, 2002), selanjutnya, Hasan (2002); bahwa studi
dokumentasi adalah teknik pengumpulan data tidak langsung melalui dokumentasi.
Sementara, dengan
memperhatikan konteksnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).
Hasil dan Pembahasan
A. Proses Terjadinya Emisi
Gas Buang oleh Kendaraan Transportasi
Tidak ada yang bisa
menepis, betapa, emisi gas buang,
berupa asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran
yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM),
oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2),
hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox)” (SLHD DKI
Jakarta, 2013).
Selanjutnya, emisi gas
buang yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke atmosfer berdasarkan
massa, adalah gas karbondioksida (CO2), dan uap
air (H2O) yang dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar yang berlangsung sempurna yang dapat dicapai dengan tersedianya
suplai udara yang berlebih. Namun demikian, kondisi pembakaran yang sempurna
dalam mesin kendaraan, jarang sekali
terjadi.
B. Dampak Terjadinya Pencemaran Udara Terhadap Kehidupan dan Lingkungan
Sebagaimana kita ketahui
bersama, pencemaran udara atau perubahan salah satu komposisi udara dari
keadaan normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam kehidupan
manusia. Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul dengan
permintaan pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan.
Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat
menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan global
atau (global warming) (Sudrajad, 2006).
Tentunya, hal ini harus merupakan sebuah peringatan
kepada para pemilik kebijakan industri dan kebijakan transportasi agar melihat
kepada masalah udara di sekitarnya. Proses pembangunan yang ada di Indonesia
dalam konteks transportasi, ternyata, telah menimbulkan bencana pembangunan
yang pada akhirnya bermuara menjadi permasalahan ekologis. Akibatnya, udara
sebagai salah satunya commons yang open access menjadi berbahaya bagi
kesehatan manusia dan alam sekitarnya. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang disajikan pada Tabel
3 berikut.
Tabel 3 Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang
Pencemar
|
Keterangan
|
Karbon monoksida (CO)
|
Standar
kesehatan: 10 mg/m3 (9 ppm)
|
Oksida sulfur (S0x)
|
Standar
kesehatan: 80 ug/m3 (0.03 ppm)
|
Partikulat Matter
|
Standar kesehatan: 50 ug/m3 selama
1 tahun; 150 ug/m3
|
Okdida Nitrogen (N0x)
|
Standar
kesehatan: 100 pg/m3 (0.05 ppm) selama 1 jam
|
Ozon (03)
|
Standar kesehatan: 235 ug/m3 (0.12 ppm) selama 1 jam
|
C. Kondisi Existing
Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Transportasi
Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan
bermotor sebagai suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang
disalahkan. Akan tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah yang dapat menimbulkan
”abuse” bagi lingkungan kita, terutama
udara. Singgungan antara
transportasi dan lingkungan juga
dapat diungkapkan lewat masalah perilaku manusia terhadap lingkungannya
(Sudrajad, 2006). Hal tersebut bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang
seharusnya merupakan salah satu perangkat teknologi untuk memudahkan manusia,
malahan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungannya.
Selanjutnya, secara langsung, kandungan-kandungan
timah hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan kita, dan/atau menimbulkan
penyakit-penyakit yang mematikan. Lalu apakah produksi
dari transportasi sebagai alasan pembangunan teknologi dapat dijadikan
alasan bagi para pembuat keputusan. Kenyataan inilah yang sampai sekarang selalu menjadi ajang perdebatan, terutama,
dalam memahami bagaimana mengartikan sebuah
lingkungan dan teknologi agar dapat berdampingan tanpa adanya bahaya
serta transportasi yang tidak teratur (disorder).
Sebagai contoh, di Jakarta, sumber pencemaran udara
yang utama adalah kendaraan bermotor dan
industri. Dalam hal ini, tehadap beban emisi total,
kendaraan bermotor menyumbang sekitar 71% pencemar oksida nitrogen (NOX), 15% pencemar oksida sulfur (SOx), dan 70% pencemar
partikulat (PM10). Tampaknya, emisi gas dan kandungannya menjadi beban moral
bagi pengguna transportasi dan industri transportasi (SLHD DKI Jakarta, 2015.)
Permasalahan seperti ini telah menjadi fenomena
pembangunan. Walau
pembangunan transportasi yang ideal amat diharapkan oleh masyarakat,
namun, dari sudut pandang ekologi, dampak sosial transportasi dengan lingkungan
telah menimbulkan depresi terhadap masyarakat.
Secara lebih tegas dapat dikatakan, udara yang tercemar akibat transportasi
telah menimbulkan tingkat stress pada manusia yang mengalami gangguan tersebut.
Dari perspektif ekologi, perilaku manusia yang
beradaptasi dengan proses akan menjadi jenuh apabila adaptasi tersebut
dilakukan dengan terus menerus atau sering, sehingga, orang yang dalam
kehidupan sehari-harinya mengalami gangguan udara dari transportasi dan
mengalami kejenuhan dapat menimbulkan stress dan depresi (kajian ini terjadi
pada behaviour-nya).
Karena apa yang adaptif dan bukan
adaptif, bagi mereka, adalah cenderung pada perubahan perilaku kolektif dari
masyarakatnya. Hal ini dapat ditunjukkan, tingkat stress dan depresi
penduduk di kota- kota besar seperti Jakarta tergolong
tinggi. Manusia sebagai faktor yang menentukan keberlanjutannya lingkungan yang
ada di sekitarnya, menjadi tidak berdaya, karena, pengrusakan lingkungan
terjadi dan dilakukan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung-jawab.
Oleh sebab itu, kejadian-kejadian seperti pencemaran
udara pun tidak terhindarkan. Bukan hanya itu, ternyata, permasalahan ekologi
yang terjadi akibat transportasi ini juga menjadi permasalahan psikologis yang
ada pada masyarakat urban. Semakin tinggi tingkat pencemaran udara, maka,
kecenderungan tingkat stress pun akan semakin tinggi pula.
Kebijakan transportasi yang berhubungan dengan
lingkungan atau Transportation
Environment, adalah merupakan suatu penyebab munculnya dampak sosial.
Artinya, dampak sosial yang dimaksud adalah transportasi yang tidak teratur (disorder), yang kemudian mengganggu kehidupan manusia.
Pada saat ini, transportasi selalu dijadikan alasan
utama bagi pencemaran kota. Kebanyakan orang beranggapan, pencemaran kota yang
merusak udara di sekitar kita adalah merupakan suatu akibat dari kelalaian
pemerintah dan produsen yang mendesain kendaraan bermotornya tidak sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan. Akibatnya, daerah perkotaan dianggap
merupakan salah satu sumber utama pencemaran udara, dan memegang peranan yang
sangat besar dalam masalah pencemaran udara.
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang potensial
dalam mencemari udara, maka, sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibanding dengan
sektor yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan
bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas
buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal
dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran sampah,
kebakaran hutan, dan lain-lain (SLHD DKI Jakarta, 2015).
Dari uraiaan di atas, maka, tampak dengan jelas
beberapa faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh
sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia
antara lain:
a.
Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat
(eksponensial).
b.
Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah
kendaraan yang ada.
c.
Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat,
akibat terpusatnya
kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran.
d.
Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk
yang semakin menjauhi pusat kota.
e.
Kesamaan waktu aliran lalu lintas.
f.
Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.
g.
Faktor perawatan kendaraan.
h.
Jenis bahan bakar yang digunakan.
i.
Jenis permukaan jalan.
j.
Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).
Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas
emisi gas buang sumber pencemaran udara tersebut, faktor penting lainnya
adalah; faktor potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan akan sangat
tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Padahal, sektor
transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi yang
berdampak terhadap kehidupan dan
lingkungan.
Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan
motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan sumber
emisi pencemaran udara. Penggunaan BBM (Bahan
Bakar Minyak) bensin
dalam motor bakar akan selalu
mengeluarkan senyawa- senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total
hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx
(oksida- oksida sulfur) (SLHD DKI Jakarta, 2015).
Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal.
Solar dalam motor disel akan mengeluarkan beberapa senyawa
tambahan di samping senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah
fraksi-fraksi organik seperti aldehida,
PAH (Poli Alifatik
Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik),
dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor
dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu, hidrokarbon
juga timbal. Udara yang
tercemar oleh zat-zat tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang
berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi
kimiawinya.
Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal
dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi
pada mata dan kulit. Biasanya, pencemaran udara karena partikel debu dapat
menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti
bronchitis kronis, emfiesma
paru, asma bronchial dan bahkan
kanker paru-paru.
Kadar timbal yang tinggi di udara juga dapat
mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan
dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan gangguan kesehatan lainnya; seperti anemia, kerusakan ginjal dan
lain-lain, sedang keracunan Pb bersifat akumulatif.
Keracunan gas CO timbul
sebagai akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO
yang lebih besar dibanding dengan
oksigen (O2) terhadap Hb
menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu
(SLHD DKI Jakarta, 2015). Selaras dengan itu, berkurangnya penyediaan oksigen
ke seluruh tubuh, apabila tidak segera mendapat udara segar, akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian.
Sementara, bahan pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2S dapat merangsang pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan
peradangan.
B. Upaya untuk Mengurangi Dampak Polusi/Pencemaran Udara
Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan
bermotor yang mencakup upaya-upaya
pengendalian baik langsung maupun tidak
langsung,
akan dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara
efektif antara lain (Sudrajad, 2006):
1.
Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan
jalan kaki, naik sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi
bersama teman- teman (car pooling).
2.
Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros
bahan bakar dan asapnya tidak mengotori udara.
3.
Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah
AC non-CFC dan hemat energi.
4.
Memilih bensin yang bebas timbal
(unleaded fuel).
Kesimpulan dan Saran
Solusi untuk mengatasi polusi udara kota, terutama
ditujukan pada pembenahan sektor transportasi dengan tanpa mengabaikan
sektor-sektor lain, maka, tidak ada kata lain kecuali harus mau
belajar dari kota-kota besar lain di dunia yang telah berhasil menurunkan
polusi udara dan angka kesakitan serta kematian yang diakibatkan karenanya. Di
antaranya, dengan pembatasan izin bagi angkutan umum kecil, dengan memperbanyak
kendaraan angkutan massal;
seperti bus dan kereta api, diperbanyak. Kemudian,
kontrol terhadap jumlah kendaraan pribadi juga dapat dilakukan seiring
dengan perbaikan pada sejumlah angkutan umum.
Selanjutnya, pembatasan usia kendaraan terutama bagi
angkutan umum juga perlu mendapatkan pertimbangan secara khusus,
mengingat, semakin tua
kendaraan, apalagi yang kurang terawat, sangat berpotensi besar sebagai penyumbang polutan
udara. Selaras dengan itu, pembangunan MRT, dan Electronic Road Pricing (ERP), juga mendesak untuk direalisasikan.
Di samping itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendara benar-benar dapat
diwujudkan, begitu juga uji emisi yang dilakukan secara berkala, serta
penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan, terutama yang lalu lintasnya
padat, dapat juga mengurangi polusi udara.
Daftar Pustaka
Afia Atep Hidayat dan Kholil Muhammad. 2018. Kimia dan
Pengetahuan Lingkungan Industri. Yogyakarta : Penerbit Wahana Resolusi (bab 2)
Status Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2015. Udara - Keanekaragaman Ekosistem.
Status Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2015. Pengertian Pencemaran Udara.
Hassan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Budiyono,
Afif. 2001. Dampak Pencemaran Udara Pada
Lingkungan. http://jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/687.
Gusnita,
Dessy. 2016. Green Transport :
Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya dalam Mengurangi Polusi Udara.
http://www.jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/1175.
Sudrajad, Agung. 2006. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan.
Http// kamase_ugm@yahoo.co.id [3Januari
2013]
World Health Organization. 1977. Environmental Health Criteria No. 3, Lead. Geneva.
World Health Organization. 1977. Environmental Health Criteria No. 4, Oxides of nitrogen, Geneva.
World Health
Organization, (1978). Environmental
Health Criteria No. 7, Photochemical oxidants. Geneva.
World Health Organization, (1979). Environmental Health Criteria No. 8, Sulfur
oxides and suspended particulate matter. Geneva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.