Laman

Rabu, 13 Desember 2017

SEKTOR MANUFAKTUR DAN INDUSTRI HIJAU

Oleh : Muhammad arief afifuddin , @D08-Arief

Investasi Sektor Manufaktur Diarahkan ke Indonesia Timur

Sejumlah investor dari luar negeri mengaku akan berinvestasi di sektor manufaktur. Namun Kementerian Perindustrian akan mengarahkan investasi tersebut ke arah Indonesia bagian timur. Saat ini, Kemenperin menyiapkan 6 kawasan industri di Jawa dan, Indonesia bagian timur serta Sumatera untuk mengantisipasi meningkatnya investasi di sektor manufaktur.


Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kemenperin, Dedi Mulyadi, mengungkapkan, beberapa investor telah menyatakan minatnya untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Evaluasi kesiapan kawasan industri, menurut Dedi, sudah dimulai pada awal bulan ini. "6 kawasan industri baru yang disiapkan berada di wilayah Bintuni (Papua), Pomalaa (Sulawesi Selatan), Batu Licin (Kalimantan Selatan), Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Bojonegara (Banten), dan Purwakarta (Jawa Barat)., Selain itu, PT Pupuk Indonesia akan mendirikan pabrik di Bintuni dan di wilayah Pomalaa PT Aneka Tambang Tbk akan berekspansi," paparnya di Jakarta, Senin (8/10).

Sampai dengan 2014, lanjut Dedi, pemerintah menargetkan bisa membuat 18 kawasan industri baru. "Setiap tahunnya kami proyeksikan 6 kawasan industri baru siap dioperasikan. Namun, pengembangan kawasan industri baru terkendala harga tanah yang semakin mahal," ujarnya.


Dedi menambahkan, Harga tanah di Indonesia rata-rata US$200 per meter persegi lebih mahal dibandingkan Malaysia maupun China. "Kawasan di Purwakarta akan dikembangkan untuk menampung kelebihan permintaan investor yang mengingirikan lahan di Karawang atau Bekasi. Mahalnya harga tanah membuat daya saing industri semakin menurun," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kemenperin Harris Munandar mengungkapkan, realisasi investasi pada 12 sektor industri manufaktur di Indonesia selama semester I-2012 melonjak 56,94% menjadi Rp 72,57 triliun dibandingkan periode sama tahun 2011 sebesar Rp
46,24 triliun.

"Rangkuman data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi sama bagusnya baik pada penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN)," ujar Harris.

Pada semester I-2012, nilai PMA tercatat sebesar US$ 5,45 miliar, atau setara Rp 51,77 triliun dengan asumsi kurs Rp 9.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Sedangkan nilai PMDN mencapai Rp 20,80 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode sama 2011, realisasi investasi PMA US$ 3,25 miliar, atau setara Rp 27,62 triliun dengan asumsi kurs Rp 6.500 per dolar AS. Sedangkan PMDN-nya sebesar Rp 18,62 triliun.
Kontribusi Industri Manufaktur Melesat

Kinerja industri manufaktur sepanjang 2015 mencapai Rp2.097,71 triliun atau berkontribusi 18,1% terhadap PDB nasional, dengan sokongan terbesar dari sektor makanan dan minuman, barang logam, alat angkutan serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional.
Raihan tersebut meningkat di bandingkan dengan tahun sebelumnya yakni senilai Rp1.884 triliun atau memberikan kontribusi 17,8% terhadap PDB nasional.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Syarif Hidayat mengatakan kenaikan porsi tersebut disebabkan oleh turunnya kontribusi dari beberapa sektor lain seperti minyak dan gas (migas), komoditas perkebunan, dan pertambangan.
“Kalau melihat dari sisi kontribusi terhadap PDB, itu tidak hanya mutlak dari pencapaian industri. Memang ada kenaikan sedikit, tapi ada juga faktor karena sektor lain turun,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (22/2).
Sektor industri pengolahan secara umum berkontribusi 20,84% atau mencapai Rp2.405,4 triliun dari PDB nasional senilai Rp11.540,79 triliun.
Adapun dari capaian sektor pengolahan nonmigas, kontribusi terbesar masih disokong oleh industri makanan dan minuman sebesar 30,84%. Selanjutnya disusul oleh industri barang logam, barang elektronik dan peralatan listrik (10,81%), industri alat angkutan (10,5%) serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional (9,98%).
Kendati kondisi perekonomian pada 2015 lebih sulit ketimbang tahun sebelumnya, secara nilai industrinya, manufaktur nasional masih mengalami pertumbuhan.
Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya investasi, baik dari investor baru maupun pelaku usaha yang melakukan ekspansi. “Intinya investasi bertambah. Kemudian ekspor produk manu faktur meningkat menjadi 70,9% dari total ekspor nasional,” katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya menargetkan kontribusi sektor manufaktur dapat meningkat menjadi 18,5% pada 2016, dengan laju pertumbuhan industri sebesar 5,7%. “Idealnya negara maju itu kontribusi sektor manufakturnya di atas 30%. Itu cita-cita kita pada 2035.

Sektor Manufaktur Harus Ditingkatkan


Pemerintah diminta menggenjot pertumbuhan sektor manufaktur untuk mendorongpertumbuhan ekonomi. Sektor manufaktur dapat memberikan nilai tambah sekaligus mendorongproduktivitas.
Senior Advisor Ekonomi Transformasi Jonathan Pincus mengatakan, sejak tahun 2000 nilai tambah sektor manufaktur di Indonesia telah meningkat sekitar 4,9% per tahun. Namun, angka tersebut masih kalah jauh dibandingkandengannegaralain di kawasan ASEAN seperti Vietnam yang pertumbuhan manufakturnya mencapai 10,1%.
"Negara lainnya, Bangladesh, juga termasuk tinggi, 7,9%. Untuk mendorong pertumbuhan, Indonesia harus menyamai catatan Vietnam yang tumbuh dua digit setiap tahunnya," ujar Jonathan kepada KORANSINDO kemarin.
Dia menambahkan, pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia kurang dari yang dicatatkan Vietnam, maka bukan mustahil akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi.Dengankata lain, manufaktur adalah sektor terdepan, berbeda dengan sektor jasa yang dinilai lebih lambat pertumbuhannya karena tidak diperdagangkan.
Berdasarkan kajian Transformasi, hambatan utama pengembangan industri adalah kurangnya infrastruktur, kurangnya pasokan buruh teram-pil, birokrasi yang rumit, dan terlalu banyak korupsi.
"Mengetahui apa yang salah itu mudah, memperbaikinya yang ternyata sangatlah sulit," ujar pria yang juga pakar ekonomi pembangunan dengan spesialisasi Asia Tenggara ini.
Dia menambahkan, pengembangan infrastruktur di Tariah Air lamban karena dua masalah utama yakni pembebasan lahan dan pembiayaan. Untuk itu, dia menyarankan agar Undang-Undang Pertanahan disederhanakan untuk melindungi publik, meningkatkan pendapatan pajak dari tanah, dan mempermudah penggunaan tanah atau lahan sebagai jaminan dan mempercepat pembangunan.
Jonathan juga berpendapat bahwa realisasi pengembangan belasan kawasan industri yang direncanakan oleh Kementerian Perindustrian sebaiknya secarabertahap. "Akanlebih bijak memulai dengan satu atau dua proyek. Setelah itu dievaluasi secara seksama," kata dia.
Sebelumnya Kementerian Perindustrian menyatakan akan mengembangkan 14 kawasan industri baru di Tanah Air, di mana mayoritas berada di luar Pulau Jawa.
Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Imam Haryono mengatakan, saat ini selain masih mengkaji Kawasan Industri Jorong, di Kalimantan Selatan, Pemerintah juga telah menyiapkan pembangunan infrastruktur untuk 13 kawasan industri.
Adapun, beberapa kawasan industri yang akan dibangun antaralain, Kaula Tanjung dan Sei Mangke Sumatera Utara; Tanggamus, Lampung; BatuLicin, Kalimantan Selatan; Ketapang dan Landak, Kalimantan Barat; Palu dan Morowali, Sulawesi Tengah; Bantaeng, Sulawesi Selatan; Bitung, Sulawesi Utara; Konawe, Sulawesi Tenggara; Bull Halmahera Timur, Maluku Utara; dan TelukBintuni, Papua.
Empat Industri Prioritas Terapkan Standar Industri Hijau
Empat industri prioritas akan mulai menerapkan standar industri hijau tahun ini. Standar industri hijau adalah standar industri yang mencakup bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, serta pengelolaan limbah yang sudah memakai konsep go green.
“Tahun ini, kementerian perindustrian akan menerapkan standar industri hijau pada industri baja, semen, kertas, dan keramik. Industri hijau sangat penting untuk mewujudkan keberlangsungan lingkungan,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Anshari Bukhari di Jakarta, Rabu (25/2).
Tahap awal, kata Anshari, standar industri hijau akan diberlakukan sukarela. Pada tahapan ini, pemerintah akan memfasilitasi perusahaan industri untuk memenuhi standar industri hijau melalui pemberian insentif nonfiskal, penguatan kapasitas kelembagaan, dan fasilitas dalam kegiatan promosi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, industri nasional harus menuju industri hijau dalam proses produksinya. Tujuannya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. “Jika industri nasional sudah menerapkan industri hijau, Indonesia akan menjadi negara hijau yang bebas polusi,” tutur dia.
Untuk memacu penerapan standar industri hijau, Kemenperin menggelar program penghargaan industri hijau kepada perusahaan industri yang telah menerapkan prinsip-prinsip hijau dalam proses produksinya. “Penghargaan industri hijau merupakan langkah persiapan bagi pelaku industri untuk menerapkan standar industri hijau,” ujar Anshari.
Pada 2014, penghargaan industri hijau diberikan kepada 101 perusahaan. Tahun ini, jumlah perusahaan yang mendapatkan penghargaan industri hijau diperkirakan naik 10%
DAFTAR PUSTAKA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.