Pengelolaan Limbah B3 merupakan
salah satu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan,
pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil
pengolahan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan pelaku pengelolaan limbah B3
antara lain :
- Penghasil Limbah B3
- Pengumpul Limbah B3
- Pengangkut Limbah B3
- Pemanfaat Limbah B3
- Pengolah Limbah B3
- Penimbun Limbah B3
Mayoritas pabrik tidak menyadari,
bahwa limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori limbah B3, sehingga limbah
dibuang begitu saja ke sistem perairan tanpa adanya proses pengolahan. Pada
dasarnya prinsip pengolahan limbah adalah upaya untuk memisahkan zat pencemar
dari cairan atau padatan. Walaupun volumenya kecil, konsentrasi zat pencemar
yang telah dipisahkan itu sangat tinggi. Selama ini, zat pencemar yang sudah
dipisahkan atau konsentrat belum tertangani dengan baik,
sehingga terjadi akumulasi bahaya yang setiap saat mengancam kesehatan manusia
dan keselamatan lingkungan hidup. Untuk itu limbah B3 perlu dikelola
antara lain melalui pengolahan limbah B3.
Upaya pengelolaan limbah B3 dapat
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
- Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya.
- Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995.
- Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.
- Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi.
- Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan ketentuan teknis pengangkutan.
Mengenai pengangkutan limbah B3,
Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga
tahun 2002. Peraturan pengangkutan yang menjadi acuan adalah peraturan
pengangkutan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal
pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya.
Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi
kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran
limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus
memiliki kualitas yang cukup agar efektifitas kemasan tidak berkurang selama
pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbakar harus dilengkapi dengan head
shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas
untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute
pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material
Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap truk dan di dinas pemadam
kebarakan.
- Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.
- Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan.
- Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.
Beberapa metode penanganan limbah B3
yang umum diterapkan adalah sebagai berikut:
- Metode Pengolahan secara Kimia,
Pengolahan air buangan secara kimia
biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah
mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun;
dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan tergantung jenis dan
kadar limbahnya.
Proses pengolahan limbah B3 secara
kimia yang umum dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi. Stabilisasi/
solidifikasi adalah proses mengubah bentuk fisik dan/atau senyawa kimia dengan
menambahkan bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu untuk
memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah,
sebelum dibuang. Definisi stabilisasi adalah proses pencampuran limbah dengan
bahan tambahan dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah
serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua
proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang
sama. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi
adalah semen, kapur, dan bahan termoplastik.
Presipitasi adalah pengurangan
bahan-bahan terlarut dengan cara menambahkan senyawa kimia tertentu yang larut
dan dapat menyebabkan terbentuknya padatan. Dalam pengolahan air limbah,
presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sufat, fluoride, dan
fosfat. Senyawa kimia yang biasa digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan
kalsium klorida, magnesium klorida, alumunium klorida, dan garam – garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid)
atau EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi
tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan
sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan penambahan garam
besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang memiliki karakteristik
pengendapan yang baik. Pengendapan fosfat, terutama pada limbah domestik,
dilakukan untuk mencegah eutrophicationdari permukaan. Presipitasi
fosfat dari sewage dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu penambahan
slaked lime, garam besi, atau garam alumunium.
Koagulasi dan Flokulasi digunakan
untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan
secara alami padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Proses koagulasi dan
flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid yang
sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan yang dapat
diendapkan, disaring, atau diapungkan.
Beberapa kelebihan proses pengolahan
kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak
terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada
perubahan konsentrasi. Pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam
pada effluent, meningkatkan jumlah lumpur sehingga memerlukan bahan
kimia tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.
- Metode Pengolahan secara Fisik
Sebelum dilakukan pengolahan
lanjutan terhadap air buangan, dilakukan penyisihan terhadap bahan-bahan
tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang
terapung. Penyaringan atau screening merupakan cara yang
efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar.
Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan
proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan
ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak
pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik misalnya fenol dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut terpisah dan dapat diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut yang memiliki titik didih yang berbeda dengan senyawa lainnya.
Metode insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengendalian agar gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara. Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3. Insinerator adalah alat untuk membakar sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang perlu syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Ukuran, desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi dengan alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Insinerasi mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini bukan
solusi terakhir dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak
kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas.
- Metode Pengolahan secara Biologi
Proses pengolahan limbah B3 secara
biologi yang berkembang dewasa saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan
fitoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain
untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3. Sedangkan fitoremediasi adalah
penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun
dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh
limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan metode kimia atau
fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan
fitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu,
karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa
senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam ekosistem.
Metode Pembuangan Limbah B3
- Sumur dalam atau sumur injeksi (deep well injection)
Salah satu cara membuang limbah B3
agar tidak membahayakan manusia adalah dengan memompakan limbah tersebut
melalui pipa ke lapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah
dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap
di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air.
Pembuangan limbah B3 melalui metode
ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang integral
terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan
sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan antara tahun 1965-1974
dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Pembuangan limbah ke sumur dalam
merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada
jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama
halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas
bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur
dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.
- 2. Kolam penyimpanan atau Surface Impoundments
Limbah B3 cair dapat ditampung pada
kolam-kolam yang diperuntukkan khusus bagi limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi
lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah
menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan
metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam
kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa
B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.
- 3. Landfill untuk limbah B3 atau Secure Landfills
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill,
namun harus dengan pengamanan tingkat tinggi. Pada metode pembuangan secure
landfill, limbah B3 dimasukkan kedalam drum atau tong-tong, kemudian
dikubur dalamlandfill yang didesain khusus untuk mencegah
pencemaran limbah B3. Landfill harus dilengkapi peralatan
monitoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu
dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan
limbah B3 yang efektif. Metode secure landfillmerupakan metode yang
memiliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan
tidak memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.