Laman

Senin, 15 November 2021

Inovasi dan Aplikasi Pengembangan Berbasis Kimia Hijau

 Oleh: Ika Devi Mayang Sari (@T03-Ika)

Mind Mapping Kimia Hijau
Abstrak

Dampak dari limbah industri, khususnya limbah industri kimia masih menjadi masalah yang menjadi perbincangan yang tiada akhir. Kekhawatiran masyarakat akan dampak buruk yang bisa terjadi  dalam kehidupan mereka, menuntut para ahli kimia dan teknik kimia untuk menemukan solusi yang efektif dalam menanggulangi hal tersebut. Konsep Kimia Hijau menjadi jawaban yang dapat para ahli suguhkan yaitu dengan mendesain produk kimia yang mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya. Dalam pelaksanaan konsep kimia hijau agar tujuan kita semua tercapai, ada 12 prinsip yang harus dijalankan sehingga proses produksi kimia yang bisa selaras dengan lingkungan tanpa bahaya. Prinsip tersebut diaplikasikan ke dalam pengembangan yang berbasis kimia hijau, diantaranya yaitu katalis yang dapat diolah menjadi produk baru, nanoteknologi yang ramah lingkungan, dan pengembangan bioreduktor dari ekstrak bahan alami.

Kata kunci: kimia hijau, lingkungan, prinsip, limbah, katalis, nanoteknologi, bioreduktor, alami, lestari

Abstract

The impact of industrial waste, especially chemical industrial waste is still a problem that is an endless discussion. People's concerns about the negative impact that can occur in their lives, require chemists and chemical engineers to find effective solutions to overcome this problem. The concept of Green Chemistry is the answer that experts can provide, namely by designing chemical products that reduce or eliminate the use of hazardous substances. In implementing the green chemistry concept so that all of our goals are achieved, there are 12 principles that must be implemented so that the chemical production process can be in harmony with the environment without danger. These principles are applied to developments based on green chemistry, including catalysts that can be processed into new products, environmentally friendly nanotechnology, and the development of bioreductants from extracts of natural ingredients.

Keywords: green chemistry, environment, principle, waste, catalyst, nanotechnology, bioreductant, natural, sustainable

1.    Pendahuluan

Menurut Dunn (2012) Kimia Hijau atau Kimia berkelanjutan didefinisikan oleh Badan Perlindungan Lingkungan sebagai “desain produk kimia yang mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya”. Dalam beberapa tahun terakhir ada harapan dari masyarakat yang lebih besar, bahwa ahli kimia dan insinyur kimia harus menghasilkan proses kimia yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta kemungkinan tren ini akan terus tumbuh selama beberapa dekade mendatang.

Praktik kimia hijau dimulai dengan pengakuan bahwa produksi, pemrosesan, penggunaan, dan akhirnya pembuangan produk kimia dapat menyebabkan kerusakan jika dilakukan secara tidak benar. Dalam mencapai tujuannya, kimia hijau dan teknik kimia hijau dapat memodifikasi atau sepenuhnya mendesain ulang produk dan proses kimia dengan tujuan meminimalkan limbah dan penggunaan atau pembuatan bahan yang sangat berbahaya (Manahan, 2005. Hlm. 10).

Dalam jurnal Konsep Pengetahuan Lingkungan Green Chemistry pada Program Studi Pendidikan Biologi, yang ditulis oleh Ulfah dkk. (2013), menyebutkan bahwa adapun 12 prinsip Green Chemistry (Kimia Hijau) :

1)   Mencegah terbentuknya polutan proses kimia dengan cara merancang sintesa kimia yang mencegah terbentuknya sampah atau polutan.

2)  Merancang bahan kimia dan produk turunannya yang aman yang menghasilkan produk kimia yang efektif tanpa atau rendah efek racunnya.

3)  Merancang sintesa kimia yang tidak berbahaya, merancang proses dengan menggunakan dan menghasilkan senyawa yang memiliki sedikit atau tanpa efek beracun terhadap manusia dan lingkungan.

4)  Memanfaatkan bahan baku dalam proses kimia dari material terbaharukan. Bahan baku dari produk agrikultur atau aquakultur bisa dikatakan sebagai bahan baku terbaharukan, sedangkan hasil pertambangan dikatakan sebagai bahan tidak dapat diperbaharui.

5)  Menggunakan katalis. Reaksi yang memanfaatkan katalis memiliki keunggulan karena hanya menggunakan sedikit material katalis untuk mempercepat dan menaikkan produktifitas dan proses daur reaksi.

6)  Menghindari proses derivatisasi tehadap senyawa kimia. Artinya menghindari tahapan pembentukan senyawa antara atau derivat ketika melakukan reaksi, karena agen derivat tersebut menambah hasil samping atau hanya terbuang percuma sebagai sampah.

7)  Memaksimalkan ekonomi atom dengan cara merancang proses sehingga hasil akhir mengandung proporsi maksimum terhadap asupan awal proses sehingga tidak menghasilkan limbah.

8)  Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman dengan cara mencoba menghindari penggunaan pelarut, agen pemisah, atau bahan kimia pembantu lainnya. Pelarut digunakan seminimal mungkin dan tidak menimbulkan masalah pencemaran atau kerusakan terhadap lingkungan dan atmosfer. Air adalah universal solvent yang ramah lingkungan.

9)  Meningkatkan efisiensi energi yaitu melakukan reaksi pada kondisi mendekati atau sama dengan kondisi alamiah, misalnya suhu ruang dan tekanan atmosfer.

10)   Merancang bahan kimia dan produknya yang dapat terdegradasi setelah digunakan menjadi material tidak berbahaya atau tidak terakumulasi setelah digunakan.

11) Analisis pada waktu bersamaan dengan proses produksi untuk mencegah polusi. Dalam sebuah proses, dimasukkan tahapan pengawasan dan pengendalian bersamaan dan sepanjang proses sintesis untuk mengurangi pembentukan produk samping.

12)   Memperkecil potensi kecelakaan yaitu merancang bahan kimia dan wujud fisiknya yang dapat meminimalkan potensi kecelakaan kimia misalnya ledakan, kebakaran, atau pelepasan racun ke lingkungan.

Aplikasi pengembangan yang berbasis Kimia Hijau adalah dimana upaya perwujudan untuk mengatasi tantangan atau permasalah dalam industri kimia; baik itu dengan mengkaji ulang, mendesain ulang, dan menciptakan kembali alat-alat ilmiah dalam memproduksi, mengubah serta memanfaatkan produk kimia untuk meningkatkan efisiensi dan kemanjuran, sambil meminimalkan potensi limbah dan bahaya.

2.   Rumusan Masalah       

Ø  Apa yang dimaksud dengan inovisasi dalam Kimia Hijau?

Ø  Apa yang di maksud dengan katalisis?

Ø  Bagaimana peran nanoteknologi dalam Kimia Hijau?

Ø  Apa saja ekstrak dari bahan alami yang dapat dijadikan bioreduktor?

 

3.   Tujuan

Ø  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan inovisasi dalam Kimia Hijau.

Ø  Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan katalisis.

Ø  Untuk mengetahui peran nanoteknologi dalam Kimia Hijau.

Ø  Untuk mengetahui apa saja ekstrak bahan alami yang dapat dijadikan bioreduktor.

4.   Pembahasan

Ø  Inovisasi dalam Kimia Hijau

Menurut KBBI Daring, inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaruan; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat).

Dalam tulisannya Subadi (2012), menyebutkan bahwa Inovasi secara etimologi berasal dari Kata Latin innovation yang berarti pembaharuan atau perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbaharui dan mengubah, inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan, yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan).

Inovasi dalam Kimia Hijau sendiri memiliki maksud yaitu sebuah penemuan atau pembaharuan dari teknologi sistem dan produk dalam proses kimia, yang berbasis kimia hijau. Artinya teknologi, proses produksi, dan produk yang dihasilkan dapat selaras dengan lingkungan atau tidak menimbulkan dampak yang buruk dan berbahaya bagi kehidupan. Temuan-temuan atau pengembangan teknologi yang dapat selaras tersebut diantaranya ada pengembangan katalisis (proses katalitik), nanoteknologi, dan bioreduktor.

Ø  Katalisis

Katalis adalah suatu zat atau material yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Reaksi katalisis terjadi pada fluid solid, interface, luas permukaan yang besar akan sangat membantu dalam mencapai laju reaksi yang signifikan.

Sedangkan katalisis atau katalitik merupakan proses reaksi yang melibatkan katalis. Katalisis atau proses katalitik adalah suatu kunci teknologi untuk memberikan suatu solusi yang realistis terhadap banyak hal termasuk isu tentang masalah lingkungan (Sidjabat, 2008). Menurut Widi (2018), mengatakan bahwa Katalisis menjadi salah satu proses yang sangat penting dalam industri kimia, dan hingga saat ini aplikasi katalisis dalam proses industri kimia telah mencapai angka lebih dari 25.000 jenis.

Peran katalisis memang sangat penting, namun disamping itu penggunaan katalisis akan menghasilkan limbah katalis. Karena seperti yang kita tahu, katalis tidak ikut bereaksi hanya sebagai pemantik saja agar proses reaksi kimia untuk menghasilkan produk bisa berjalan. Jika memang konsep kimia hijau ini bisa terealisasi, perlu adanya penyelesaian dari limbah katalis tersebut dengan pengembangan teknologi yang dapat mengelolanya menjadi produk baru. Apabila memang tidak dapat diolah kembali maka harus digunakan regenerasi ataupun ditimbun dalam tanah(landfill),  sehingga  tidak  menjadi  masalah  dalam lingkungan (Sidjabat, 2008).

Ø  Peran Nanoteknologi dalam Kimia Hijau

Nanoteknologi adalah teknologi rekayasa material dalam skala nanometer atau satu per satu milyar meter  dari atom-atom atau molekul-molekul untuk mendapatkan sifat-sifat yang dapat dikontrol sesuai keinginan. Teknologi ini menggabungkan beberapa disiplin ilmu yaitu ilmu kimia, fisika, biologi, elektro, mesin dan ilmu material. Dalam kimia ada yang baru-baru ini dikenal dengan Nanokimia yaitu disiplin baru dalam nanoteknologi yang berkatian dengan sifat-sifat unik yang terkait dengan perakitan atom atau molekul terutama melalui metoda kimiawi, ini juga berhubungan dengan nanopartikel. (Anonim-UNY, 2010)

Pengembangan nanopartikel pada dasarnya menyangkut 3 aspek, yakni eksplorasi bahan baku dan pemilihan metode sintesis, sintesis nanopartikel itu sendiri, karakterisasi, dan aplikasinya. Beragam metode sintesis telah dikembangkan  dengan  cara fisik, kimia, dan biologi. Beberapa cara kimia antara lain kopresipitasi, sol-gel, elektrokimia, hidrotermal, spray drying. Namun, metode-metode ini dibebani dengan berbagai masalah termasuk penggunaan bahan kimia berbahaya, bahan kimia mahal dan konsumsi energi yang tinggi (Fajaroh, 2018).

Maka dari itu peran dari nanoteknologi saat ini, semakin dikembangkan kearah konsep kimia hijau yang ramah lingkungan dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak, alias murah. Salah satu produk yang dikembangkan saat ini yaitu pembentukan nanopartikel dengan menggunakan bioreduktor dari bahan alami. Ternyata limbah makanan dari hasil budidaya dan limbah holtikultura mengandung biomolekul dan senyawa yang dapat bermafaat yang dapat berguna sebagia bioreduktor. Yang dapat mereduksi logam dalam larutan berair membentuk nenopartikel logam dan oksida logam.

Ø  Ekstrak Bahan Alami yang dapat dijadikan Bioreduktor

Berikut beberapa contoh bioreduktor dari bahan alami yang telah ditemukan sebagai.

·        Tanaman pereduksi pada  sintesis  nanopartikel  emas. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang mengandung senyawa flavonoi, yaitu pandan (Pandanus amaryllifolius),  kemangi (Ocimum citriodorum), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), labu siam (Sechium edule), dan rumput mutiara (Hedyotis corymbosa). Sintesis dilakukan dengan pengadukan HAuCl4 0,5 mM dengan 3 mL bioreduktor pada skala 2 alat pengaduk tipe IKA C-MAG HS 7 dengan atau tanpa penambahan penstabil pada larutan. Kelima ekstrak dapat mereduksi Au3+ menjadi Au dan menghasilkan  partikel  emas  dengan  ukuran  nanometer  yang  ditandai dengan  terbentuknya  produk  berwarna  merah. (Wahyuni, M.  dan M. S. Sudrajat. 2017)

·        Daun ilalang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid dan flavonoid. Senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai zat reduktor alami dalam sintesis nanopartikel perak  (AgNPs). Sintesis nanopartikel perak menggunakan metode green synthesis (reduktor alam). Terbentuknya koloid nanopartikel perak terlihat secara visual ditandai dengan perubahan warna koloid menjadi coklat setelah penambahan ekstrak daun ilalang.

·        Dubey (2010) telah melaporkan pembentukan nanopartikel perak dan emas yang masing-masing dengan diameter 16 nm dan 11 nm dengan menggunakan prekursor larutan Ag dan Au encer dengan bioreduktor ekstrak Tanacetum vulgare (buah tansi). Selain itu, beberapa ekstrak limbah makanan lain, seperti Pyrus sp (buah pir) dan Mangifera indica (kulit mangga) telah menunjukkan kemampuannya dalam mereduksi ion Au (I) untuk membentuk nanopartikel Au (Yang, 2014. Ghodake 2010 dalam Hidayat, 2021).

 

5.   Kesimpulan

Inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan, yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan). Inovasi dalam Kimia Hijau sendiri memiliki maksud yaitu sebuah penemuan atau pembaharuan dari teknologi sistem dan produk dalam proses kimia, yang berbasis kimia hijau.

Katalisis atau katalitik merupakan proses reaksi yang melibatkan katalis. Katalisis atau proses katalitik adalah suatu kunci teknologi untuk memberikan suatu solusi yang realistis terhadap banyak hal termasuk isu tentang masalah lingkungan (Sidjabat, 2008).

Peran dari nanoteknologi saat ini, semakin dikembangkan kearah konsep kimia hijau yang ramah lingkungan. Salah satu produk yang dikembangkan saat ini yaitu pembentukan nanopartikel dengan menggunakan bioreduktor dari bahan alami. Tanaman pereduksi pada  sintesis  nanopartikel  emas, yaitu pandan (Pandanus amaryllifolius),  kemangi (Ocimum citriodorum), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), labu siam (Sechium edule), dan rumput mutiara (Hedyotis corymbosa).

Daun ilalang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid dan flavonoid. Senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai zat reduktor alami dalam sintesis nanopartikel perak. Dan pembentukan nanopartikel perak dan emas dengan bioreduktor ekstrak Tanacetum vulgare (buah tansi). Limbah buah pir yang busuk mungkin dna kulit mangga dapat mereduksi Au (perak) membentuk nanopartikel Au (emas).

Daftar Pustaka

Dunn, P. J. (2012). The importance of green chemistry in process research and development. Chemical Society Reviews, 41(4) 1452-1461. Dalam https://doi.org/10.1039/C1CS15041C (Diakses pada 14 November 2021)

Fajaroh, Fauziatul. 2018. Sintesis Nanopartikel dengan Prinsip Kimia Hijau. Dalam Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Hidayat, Atep Afia. 2021. Industri Kimia di Masa Depan. Dalam Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana.

Manahan, Stanley E.. 2006. Green Chemistry and the Ten Commandments of Sustainability 2nd ed. Columbia: ChemChar Research, Inc. Woodlea Drive. ISBN. 0-9749522-4-9.

Sidjabat, Oberlin. 2008. Pengembangan Teknologi Bersih dan Kimia Hijau dalam Meminimalisasi Limbah Industri. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi, 42(1), 45-50.

Subadi, Tjipto. 2012. Inovasi Pendidikan. Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam http://hdl.handle.net/11617/3059 (Diakses pada 14 November 2021)

Ulfah, M., Rahayu, P., & Dewi, L. R. 2013. Konsep Pengetahuan Lingkungan Green Chemistry pada Program Studi Pendidikan Biologi. Semarang: Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Semarang. Dalam Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS 2013. Universitas Sebelas Maret. Vol. 10, No. 3, 18-185.

Widi, Restu Kartiko. 2018. Pemanfaatan Material Anorganik: Pengenalan dan Beberapa Inovasi di Bidang Penelitian. Yogyakarta: Deepublish. Dalam https://www.google.co.id/books/edition/Pemanfaatan_Material_Anorganik_Pengenala/sS1qDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0 (Diakses pada 14 November 2021)

Wahyuni, Marwita  dan M. S. Sudrajat. 2017. Skrining Aktivitas Bioreduktor Beberapa Ekstrak Tanaman Asia Untuk Sintesis Nanopartikel Emas. Bandung: Politeknik Negeri Bandung. Dalam http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/148/jbptppolban-gdl-marwitawah-7357-1-kelengka-0.pdf.  (Diakses pada 14 November 2021)

Sumber referensi:

Hidayat, Atep Afia. 2021. Kimia Hijau. Dalam Modul 11 Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana.

Sumber referensi internet:

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/inovasi (Diakses pada 14 November 2021)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.