Laman

Sabtu, 31 Oktober 2020

Metode Pembuatan dan Kerusakan Fisik Sediaan Tablet

Metode Pembuatan dan Kerusakan Fisik Sediaan Tablet



Disusun oleh : Laykha Fitriani Az Zahra
Kode Peserta : @R16-Laykha




ABSTRAK


Rute pemberian obat secara oral sangan disukai oleh sebagain besar pengguna. Salah satu bentuk, sediaan oral yang paling disukai adalah tablet. Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan pengisi. Pada artikel ini akan akan dibahas mengenai metode umum pembuatan obat tablet , yaitu terdapat 3 metode diantaranya metode granulasi basah , metode granulasi kering dan metode kempa langsung. Serta kemungkinan-kemungkinan masalah umum terjadinya kecacatan fisik tablet yang sering ditemui bersama dengan penyebabnya dan cara mengatasinya sumber masalah tersebut. Selama proses pembuatan, penyimpanan dan pendistribusian tablet sering kali ditemui masalah kerusakan fisik tablet seperti capping, lamination, cracking, chipping, stricking, picking, binding, mottling, dan double impression, yang dapat mengurangi penerimaan oleh pengguna dan keefektifan fungsional sediaan

 Kata kunci: Tablet, Metode Pembuatan, Kerusakan Fisik


PENDAHULUAN

Tablet merupakan salah satu jenis sediaan obat dengan rute pemberiaan  secara oral. Rute oral ini paling disukai karena tingkat kenyamanan dan kepatuhan  pasien sangat baik. Selain itu biaya produksinya juga cukup rendah. Obat yang  diberikan secara oral akan terlarutkan (terdispersi molekuler)  dalam cairan  lambung sebelum diabsorpsi ke dalam sirkulasi sitemik.  Kecepatan disolusi atau waktu yang dibutuhkan untuk obat melarut dalam  cairan pencernaan menjadi kecepatan pembatas (rate-limiting step) dari proses  absorbsi. Hal ini berlaku untuk obat yang diberikan dalam bentuk sediaan padat  oral seperti tablet (Shargel & Yu, 1999).

Sedangkan menurut (Ditjen POM, 1995) tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.

Komposisi tablet pada umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan dalam pembuatan tablet. Sustained release merupakan salah satu contoh bentuk sediaan yang dirancang untuk  melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, Allen & Popovich, 1999). Secara ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol (Shargel & Yu, 1999).

Dari pendahuluan diatas dapat kita ketahui bahwa tablet merupakan salah satu sediaan  farmasi yang sering dijumpai dipasaran, Bukan karena cara pembuatannya yang mudah atau simple, tetapi tablet juga merupakan sediaaan yang paling stabil diantara sediaan farmasi sehinggga tablet lebih sering diproduksi besar-besaran atau sekala besar oleh industri farmasi.

 

PERMASALAHAN

Tablet ideal umumnya harus bebas dari kerusakan atau cact visual ataupun fungsional. Kemajuan tenologi dan inovasi dalam pembuatan tablet tidak menjamin dapat mengurangi masalah kerusakan tablet selama proses pembuatan, bahkan sebaliknya dengan kemajuan teknologi dan inovasi dalam pembuatan tablet seringkali menyebabkan meningkatnya masalah utama karena kompleksitas pencetakan tablet dan atau semakin besarnya tuntunan criteria perimaan dari kualitas tablet yang diinginkan

Masalah dalam proses pembuatan tablet secara umum dapat disebabkan karena masalah dalam formulasiatau karena masalah dalam pengaturan peralatan dan atau keduanya. Dengan demikian masalah umumdalam proses pembuatan tablet dapat diklasifikasi sebagai berikut

 

1.      Kecacatan Tablet Terkait dengan Proses Pengempaan Tablet:

a.      Capping 

pemisahan sebagian atau seluruh mahkota atas atau bawah tablet dari badan utama tablet karena adanya udara yang terjebak dalam massa cetak. 

b.      Lamination 

pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih, lapisan terpisah secara horizontal karena adanya udara yang terjebak dalam massa cetak

c.       Cracking 

Retak kecil dan halus yang diamati pada permukaan tengah atas dan bawah tablet, atau sangatjarang pada dinding samping tablet

 

2.      Kecacatan Tablet yang Dipengaruhi oleh Eksipien:

a.      Chipping 

Rusaknya bagian tepi tablet,  karena butiran tepi yang sangat kering.

b.      Sticking

Bahan massa cetak tablet menempel pada dinding cetakan die Karena massa cetak lengket dansebagian besar disebabkan oleh kelembapan berlebih 

c.       Picking 

Perpindahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan punch.

d.      Binding

Massa cetak yang akan dikempa melekat pada dinding ruang cetak pada saat proses ejection karena massa cetak yang tidak kering atau kurangnya pemberian lubrikan

 

3.       Kecacatan Tablet yang dipergaruhi oleh Lebih dari Satu Faktor :

a.      Mottling 

Keadaan dimana distribusi warna yang tidak merata pada tablet, dengan tersapat bagian bintik bintik terang atau gelap menonjol pada permukaan yang seragam

 

4. Kecacatan Tablet Terkait dengan Pengaruh Mesin :

Double Impression

Merupakan suatu kesan ganda pada permukaan tablet yang dibuat dengan punch yang berlogo hal ini terjadi karena adanya gerakan punch yang tidak terkontrol setelah pengempan

Berdasarkan macam-macam metode dalam tahapan proses pembuatan tablet yang telah dibahas, maka dalam pemilihan penggunaannya harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari masing masing produk tersebut . Serta mempertimbangkan kemungkinan- kemungkinan permasalahan penyebab ketidaksempurnaan atau kecacatan tablet yang sering kali terjadi dalam proses pembuatan tablet , penyimpanan , pendistribusian tablet dan cara mengatasinya

  

PEMBAHASAN

 

Komposisi Tablet

Tablet merupakan sediaan padat farmasi yang mengandung zat aktif, juga mengandung sebagai berikut:

1.      Zat berkhasiat/ zat aktif

Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief,1994).

2.      Zat pengisi

Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).

3.      Zat pengikat

Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak (Anief, 1994). Ada dua golongan bahan pengikat yaitu bahan gula atau zat polimerik. Bahan polimerik terdiri atas dua kelas yaitu polimer alam seperti pati, atau gom mencakup akasia, tragakan dan gelatin; dan polimer sintetis seperti polivinil pirolidon, metil selulosa, etil selulosa, dan hidroksipropilselulosa (Siregar dan Wikarsa, 2010)

4.      Zat penghancur (disintegran)

Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi (Lachman, dkk, 1994).

5.      Zat pelicin

Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa dan untuk mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat,natrium stearat, polietilen glikol, dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).

            Tujuan dari penambahan zat tambahan seperti pewarna yaitu untuk mempercantik sediaan tablet dan untuk menutupi atau mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan oleh tahap pelapisan dasar serta memberikan warna yang diinginkan pada sediaan tablet. Umumnya pewarnaan ditambahkan pada saat tablet sudah cukup halus agar hasil akhir tablet tidak berbinik-bintik dan terjadi migrasi warna.

 

Penggolongan Tablet

Sediaan tablet memiliki berbagai macam bentuk dan penggolongannya yaitu

a.  Tablet kempa atau tablet kempa standar, yaitu tablet oral tidak bersalut yang dibuat dengan pengempaan dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan eksipien. Metode umum yang digunakan dengan granulasi basah, granulasi kering atau kempa langsung.

b.   Tablet multi kempa atau tablet kempa lapis ganda, adalah tablet yang dibuat dengan lebih dari satu siklus kempa tunggal. Ada dua kelompok tablet ini yaitu : tablet berlapis dan tablet yang disalut dengan pengempaan.

c.  Tablet aksi diperlama atau tablet salut enterik, bentuk sediaan ini dimaksudkan untuk melepaskan obat setelah beberapa waktu tunda atau setelah tablet telah melewati satu bagian dari GIT ke yang lain. Tablet salut enterik adalah tablet kempa konvensional disalut dengan suatu zat seperti selak atau suatu senyawa selulosa, yang tidak terdisolusi dalam lambung (suasana asam), tetapi terlarut dalam saluran usus (suasana basa).

d.   Tablet salut gula, adalah tablet kempa konvensional yang disalut dengan beberapa lapisan tipis larutan gula berwarna atau tidak berwarna. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan tablet yang elegan, mengkilap, mudah untuk ditelan, secara luas digunakan dalam pembuatan multivitamin dan kombinasi multivitamin mineral.

e.      Tablet salut lapis tipis, adalah tablet kempa konvensional disalut dengan film tipis polimerik larut-air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi segera dalam saluran cerna.

f.   Tablet kunyah, tablet yang dimaksudkan dikunyah dulu sebelum ditelan. Tablet kunyah harus mengandung bahan tambahan dasar yang mempunyai rasa dan aroma yang menyenangkan.

g.      Tablet bukal, tablet berukuran kecil, datar, dan dimaksudkan untuk tertahan di antara pipi dan gigi. Obat yang digunakan melalui rute ini memiliki aksi sistemik cepat. Tablet ini dirancang untuk tidak hancur namun perlahan-lahan larut.

h.     Tablet sublingual, sama seperti tablet bukal hanya saja penggunaannya di bawah lidah.

i.       Troche atau Lozenges, tablet yang digunakan dalam rongga mulut untuk memberikan efek lokal di mulut dan tenggorokan. Umumnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan atau mengontrol batuk pada saat flu. Dapat berisi obat bius lokal, antiseptik, agen antibakteri, astringent dan antitusif.

j.    Dental cones, Cone gigi, tablet yang dirancang untuk ditempatkan pada socket kosong yang ada setelah pencabutan gigi. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam socket atau mengurangi perdarahan.

k.     Tablet implantasi, adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberikan efek zat aktif yang diperlama, sekitar satu bulan sampai satu tahun.

l.     Tablet vaginal, tablet yang dirancang utuk terdisolusi lambat dan pelepasan obatnya dalam rongga vagina. Tablet lebar atau berbentuk buah pir, digunakan untuk antibakteri, antiseptik dan mengobati infeksi vagina.

m. Tablet effervescen, merupakan tablet yang dirancang untuk menghasilkan larutan dengan cepat melalui pelepasan karbon dioksida. Bila tablet ini dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air.

n.  Tablet dispensing, adalah tablet kempa yang biasanya digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan solid dan cairan

o.  Tablet hipodermik, adalah tablet kempa yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya untuk membuat sediaan injeksi hipodemik segar yang akan diinjeksikan.

p.   Tablet triturat, adalah tablet kempa yang fungsinya sama dengan tablet dispensing, berbentuk kecil umumnya silindris dan digunakan untuk menyediakan zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Biasanya mengandung zat aktif yang sangat toksik atau sangat berkhasiat keras.


Cara Pembuatan Tablet

            Tablet dapat dibuat dengan 3 metode yaitu metode cetak langsung, metode granulasi kering, metode granulasi basah.

Metode cetak langsung (direct granulation) atau kempa langsung yaitu proses pembuatannya dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis  kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit,  zat aktif tidak tahan pemanasan dan lembab.

Metode granulasi kering (dry granulation)  yaitu proses pembuatannya dengan cara mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan kering, untuk dikempa lalu dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar dan dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi persyaratan. Prinsipnya membuat granul yang baik dengan cara mekanis, tanpa pengikat dan pelarut. Metode ini boleh digunakan apabila zat aktif memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab dan kandungan zat aktif dalam tablet tinggi.

Metode cetak langsung (direct granulation) atau kempa langsung yaitu proses pembuatannya dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis  kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit,  zat aktif tidak tahan pemanasan dan lembab. Beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan KCl dapat langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat langsung dikempa.

 

Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet yang dilakukan adalah  uji keseragaman sediaan, uji kekerasan tablet, uji keregasan tablet, uji waktu hancur, uji disolusi, uji penetapan kadar zat berkhasiat. Evaluasi ini diterapkan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas atau mutu dari tablet yang telah jadi

 

 Alur Produksi Tablet

Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku.  Tablet yang diproduksi dengan menggunakan metode granulasi basah, dibuat mucilago terlebih dahulu (gelatin, CMC) sebagai pengikat. Bahan-bahan yang termasuk fase dalam dicampur di mesin pencampur (mixer) dengan menambahkan mucilago sedikit demi sedikit, kemudian dikeringkan di oven (untuk granulasi basah). Bahan yang sudah dikeringkan digranulasi dengan granulator. Granul yang didapat selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan penambahan fase luar sesuai dengan bobot granul yang didapatkan. Granul yang diperoleh dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan kadar zat aktif, jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan, granul dicetak menjadi produk ruahan. Tablet yang dihasilkan diuji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat aktif pada waktu-waktu tertentu. Untuk tablet salut, proses pembuatan dilanjutkan dengan penyalutan tablet menggunakan mesin penyalut. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet. Produk yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi. Alur kegiatan produksi tablet dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


KESIMPULAN

Tablet merupakan sediaan oral yang paling umum dan sering digunakan diantara bentuk sediian oral lain . Hal ini disebabkan karena tablet merupakan bentuk sediaan yang nyaman digunakan dalam hal pengobatan sendiri, kemudahan pembeian, ketepatan dosis yang lebih akurat, penghindaraan rasa sakit, fleksibilitas dan relative lebih efisien dalam proses pembuataannya sehingga dapat meminimalkan harga jual. Namun ketidaksempurnaan fisik tablet (Visual Defect) selama proses pembuatan,penyimpangan atau pendistribusian seringkali ditemui, dan dapat mengurangi nilai penerimaan oleh pengguna dan keefektifan produk. Oleh karena itu dalam ulasan ini telah dibahas kemungkinan masalah umum yang sering terjadi dalam proses pembuatan tablet, penyebab, dan tindakan untuk mengatasi visual deect tersebut sehingga dapat meminimalkan dan mencegah penyebab masing masing visual defect.

  

DAFTAR PUSTAKA


Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.

Chaerunisaa, A. Y., Surahman, E., dan Soeryati, S.2009. Farmasetika Dasar, Konsep Teoritis dan Aplikasi Pembuatan Obat. Bandung: Widya Padjadjaran

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.

Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet DasarDasar   Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

 

Cara Pembuatan Obat yang Baik dalam Industri Farmasi

 

Cara Pembuatan Obat yang Baik dalam Industri Farmasi

Oleh : Umi Nurul Solikhah ( @R09-Umi )

                                                                        
 Sumber : www.validnews.id

Abstrak

            Industry farmasi harus membuat obat yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, dan tidak menimbulkan risiko. Pemerintah Indonesia melalui kementrian kesehatan berupaya untuk mewujudkan penyediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat melalui penerapan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) bagi seluruh industry farmasi.

            Produksi dalam industri farmasi harus mengikuti pedoman yang tertera dalam CPOB sehingga menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi meliputi pengadaan bahan awal, pencemaran silang, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses produksi, dan karantina bahan jadi.

Kata kunci : Industri Farmasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik

Pendahuluan

            Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

            Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obat-obatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan. CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Permasalahan

            Untuk memproduksi dan mendistibusikan obat ke pelanggan, setiap industri farmasi harus mengikuti panduan Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar dapat menjamin dan menghasilkan produk obat yang bermutu. Produk obat yang bermutu tidak hanya ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, akan tetapi setiap proses produksi obat, mulai dari penyiapan bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan, pengemasan hingga bangunan dan personil harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB sendiri memiliki 12 aspek penting yang harus dipenuhi oleh industry farmasi.

Pembahasan


 

A.    Pengertian Industri Farmasi

            Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri KesehatanNo. 1799/Menkes/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari Mentri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

            Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu industri padat modal dan industri padat karya. Industri padat modal adalah industri yang menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah yang lebih besar dari pada jumlah tenaga kerjanya, sedangkan industri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga manusia dari pada tenaga mesin.

B.     Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

            Industri farmasi merupakan industri yang memproduksi obat yang aman dan berkualitas. Untuk menjamin mutu obat yang berkualitas, maka industri farmasi melakukan seluruh aspek rangkaian kegiatan produksinya dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian proses di industry farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan keputusan Menteri KesehatanRI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.

            Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengadakan pengawasan baik sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung untuk memastikan mutu produk obat agar memenuhi standart yang telah ditetapkan. Jadi CPOB adalah suatu konsep yang ditetapkan dalam industry farmasi mengenai langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Hal yang harus diperhatikan dalam produksi :

a.       Pengadaan Bahan Awal

Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat yang berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal kadaluarsa (BPOM, 2006).

b.      Pencegahan Pencemaran Silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat (BPOM, 2006).

c.       Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).

d.      Pengembalian

Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).

e.       Pengolahan

Semua bahan yang dipakai didalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa dan dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis, tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan, dan semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).

f.        Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas serta dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.

g.      Pengawasan Selama Proses Produksi

Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :

·         Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.

·         Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.

h.      Karantina Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

C.     Aspek dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik

            Pedoman CPOB merupakan suatu pedoman bagi industri farmasi mengenaisemua aspek-aspek dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadiPedoman CPOB tahun 2006, meliputi 12 aspek antara lain:

1.      Sistem Mutu Industri Farmasi

Pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) memproduksi obat sesuai dengan tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji Klinik. Selain itu, obat yang dibuat oleh industri farmasi harus menjaga keamanan,  mutu dan efektifitas obat agar tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi pasien atau pengguna.

2.      Personalia

CPOB menyatakan bahwa suatu industri farmasi harus menyediakan sumber daya manusia (personil) yang berkualitas dan terkualifikasi dengan jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.

3.      Bangunan dan fasilitas

Bangunan dan fasilitas yang dimiliki oleh industri farmasi hendaklah memiliki desain konstruksi yang memadai dan disesuaikan kondisinya serta dirawat dengan baik untuk memudahkan produksi obat yang benar. Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di ruangan harus mampu memperkecil terjadinya risiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain.

4.      Peralatan

Peralatan pembuatan obat harus ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat yang dihasilkan dapat terjamin dan seragam dari bets ke bets.

5.      Produksi

Industri farmasi memproduksi obat dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB. Dengan mengikuti pedoman CPOB dalam produksinya akan menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

6.      Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik

Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengevaluasi kemungkinan kerusakan mutu obat. Jika kondisi kemasan masih baik namun cara penyimpanan, lama penyimpanan dan cara pengiriman diduga dapat merusak produk, maka produk harus dikarantina dan dilakukan koordinasi dengan industri farmasi terkait mutu produknya.

7.      Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek yang paling esensial dari CPOB. Pengawasan mutu ini akan memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten dimonitoring untuk menjaga mutu produk yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

8.      Inspeksi diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok (Supplier)

Tujuan pelaksanaan aspek inspeksi diri ini adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Audit Mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau juga bisa tim yang dibentuk oleh manajemen perusahaan yang berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.Audit mutu ini juga dapat diperluas terhadap supplier bahan produksi atau bahan pengemas yang telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan oleh industri farmasi yang bersangkutan.

9.      Keluhan dan Penarikan Kembali Produk

Tindakan ini dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai keluhan setelah pemakaian produk sehingga berisiko terhadap kesehatan. Produk obat yang sudah beredar dapat dikembalikan ke industri farmasi berdasarkan adanya laporan keluhan dari pelanggan atau konsumen.

10.  Dokumentasi

Tujuan dilakukannya dokumentasi adalah untuk memastikan setiap personil akan menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci. Dengan dokumentasi yang jelas akan mampu memperkecil risiko terjadinya kekeliruan.

11.  Kegiatan Alih Daya

Kegiatan alih daya merupakan tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan POM untuk menghindari kesalahpahaman sehingga dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

12.  Kualifikasi dan Validasi

Industri farmasi melakukan identifikasi kualifikasi dan validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Adanya perubahan yang signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk obat hendaklah divalidasi.

Kesimpulan

            Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan produk disamping persyaratan lainnya (misalnya persyaratan izin edar), sehingga produk tersebut aman dikonsumsi dan diterima oleh masyarakat. Penerapan CPOB di industri farmasi dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam proses produksi obat sehingga tidak membahayakan jiwa manusia.

            Ruang lingkup CPOB meliputi : pengadaan bahan awal, pencegahan pencemaran silang, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses produksi, dan karantina produksi. Adapun aspek dalam CPOB yaitu : sistem mutu industry farmasi, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu danaudit persetujuan pemasok (supplier), keluhan dan penarikan kembali produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, kualifikasi dan validasi.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia; 2010

Anonim, 2012, PP 72/1998, Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Badan POM, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jakarta.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri Edisi 1, Yogyakarta: Global Pustaka Utama.