Laman

Sabtu, 01 September 2018

Kota Hijau

Abstrak

Konsep Kota Hijau adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan yang menyelaraskan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia sebagai respon terhadap kerusakan lingkungan.
Dalam mewujudkan kota hijau, salah satu atributnya yaitu ruang terbuka hijau (RTH) diatur secara ketat dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sebanyak 30% dari luas total kota harus digunakan sebagai ruang terbuka hijau yaitu 20% sebagai RTH publik dan 10% RTH sebagai pribadi (Ratnasari et al, 2015)

Pembahasan

Menurut Ekaputra et al. (2013), kota hijau merupakan kota yang ramah lingkungan, yang memanfaatkan sumber daya air dan energi secara efektif dan efisien, mengurangi limbah, menerapkan sistem informasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, serta mensinergikan lingkungan alami dan buatan. Ukuran dari ramah lingkungan yang dimaksud dapat berupa tingkat polusi dan emisi karbon, penggunaan energy dan air, kualitas air, volume sampah dan banyaknya daur ulang, prosentase ruang terbuka hijau, serta alih fungsi lahan pertanian Meadows (1999), Brugmann (1999) dalam Untari (2017).
Perkembangan kota merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan salah satu hal krusial yang mempengaruhinya adalah aksesibilitas (Putri dan Zain, 2010 dalam Ratnasari et al, 2015). Terbukanya aksesibilitas dari dan ke kota mendorong orang untuk bermigrasi mencari kehidupan yang lebih layak. Semakin padat penduduk kota maka kualitas lingkungan semakin rendah (Todaro dan Smith, 2006 dalam Ratnasari et al. 2015) atau disaat pertumbuhan populasi penduduk kota sudah melebihi kapasitas daya dukung lingkungannya (Ratnasari et al., 2015).
Menurut Supriyanto (2016), akibat langsung dari ketidakseimbangan antara lingkungan terbangun (binaan) dengan lingkungan perlindungan (alam) menyebabkan penurunan mutu lingkungan kota (environmental degradation). Tentu saja kesehatan lingkungan juga tidak bisa dijaga seoptimal mungkin, berbagai penyakit akibat bakteri e-coli (berasal dari buangan manusia), seperti tipus, disentri dan diare sudah biasa terjadi sehari-hari, demikian pula penyakit yang penularannya berasal dari media air (sungai) tanah maupun udara telah banyak diuraikan di berbagai media (cetak maupun elektronik). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) akibat gigitan nyamuk aedes agepti serta malaria dan polio sudah merebak ke mana-mana. Masih banyak lagi jenis penyakit yang kemudian timbul berantai akibat degradasi lingkungan ini, termasuk akibat kongesti (menumpuknya) kendaraan bermotor di jalanan umum.

Kesimpulan

Menurut Supriyanto (2016), beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan penghijauan kembali lingkungan perkotaan. Kecenderungan yang terjadi pada kota-kota dunia sampai saat ini adalah menata kembali kotanya untuk dapat lebih ke arah keseimbangan antara daerah ’hijau’ dengan ’non hijau’, agar tercapai lingkungan perkotaan yang ’layak huni’, yaitu kondisi kehidupan yang sehat, nyaman dan terus berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Supriyanto, 2016. KONSEP PEMBANGUNAN MENUJU KOTA HIJAU (GREEN CITY).

Moniaga et al, 2015. Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang. TEMU ILMIAH IPLBI : 27-32

Ratnasari et al., 2015. PERENCANAAN KOTA HIJAU YOGYAKARTA BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN RTH. TATA LOKA VOLUME 17 NOMOR 4, NOVEMBER 2015, 196 – 208.

Widigdo et al. Surabaya sebagai Kota Taman atau “Green City”.

Lestari et al. PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM UPAYA MEWUJUDKAN SUSTAINABLE CITY (Studi Pada Masterplan Pengembangan RTH Tahun 2012-2032 di Kabupaten Nganjuk). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 3, Hal. 381-387

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.