Laman

Jumat, 16 Februari 2018

Limbah Minyak dan Ultrafiltrasi

Limbah Minyak dan Ultrafiltrasi

Oleh : arisa savitri eka pratiwi (G21-Arisa) 

Abstrak
Penanganan pencemaran air antara yang polusinya berasal dari satu sumber dengan yang berasal dari beberapa sumber tentunya berbeda. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai penghalang tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran.

Kata kunci : Limbah minyak, membrane ultrafiltrasi

Isi
Menurut Notodarmojo,Mayasanthy&Zulkarnain, Cutting oil atau minyak mesin pemotong merupakan suatu jenis emulsi minyak yang sering digunakan pada industri yang menghasilkan produk-produk presisi dengan ukuran yang beragam, seperti pada industri automotif. Cutting oil ini sering digunakan kembali (re-use) sampai kekentalannya menurun dan dibuang, sebagian dari komponen yang yang terdapat dalam emulsi minyak lamakelamaan akan mengalami degradasi yang disebabkan tumbuhnya mikroorganisme. Oleh sebab itu setelah digunakan beberapa periode, emulsi minyak ini harus diganti, dan bekasnya ditempatkan didalam suatu tempat sebagai limbah atau sering disebut sebagai “waste O/W emulsion”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 18, tahun 1999 telah menetapkan bahwa emulsi minyak termasuk limbah B3 dari sumber yang spesifik (Tabel 2, kode Limbah D238). Demikian juga berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEP-51/MENLH/10/1995) tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, dimana parameter COD maksimum yang diperbolehkan 300 mg/L dan konsentrasi surfaktan (senyawa aktif biru Limbah cair emulsi minyak banyak dihasilkan dari proses pemotongan logam, yang biasa disebut dengan cutting oil. Karena komposisi yang kompleks dari limbah cair emulsi minyak, maka tidaklah mudah untuk menangani beban COD yang tinggi, yang diyakini bahwa hal tersebut disebabkan karena adanya minyak. Pengolahan limbah cair emulsi minyak dengan menggunakan proses konvensional atau secara proses kimia sangat sulit dilakukan karena mengandung konsentrasi suspended solid, COD, kandungan logam dan minyak yang tinggi (Bennet, 1973; Kim et al., 1989).
Penelitian untuk mengolah limbah minyak mesin pemotong (cutting oil) dari industri pemotongan kabel menggunakan membran sellulosa triasetat telah dilakukan, dan diperoleh rejeksi 89-91% dengan kisaran COD 2000-3000 mg/L dan selanjutnya dilakukan proses lanjutan dengan proses pertukaran ion didapat COD effluen dengan kisaran 250-350 mg/L (Lin et al.,1998). Pengolahan limbah minyak mesin pemotong juga telah dilakukan dengan menggunakan membran sellulosa asetat dengan sistem aliran dead-end yang memberikan hasil rejeksi COD 94-97% dengan kisaran COD 600-800 mg/L (Zulkarnain, 1999). Penelitian lainnya, yaitu pengolahan limbah cair emulsi minyak dari industri baja dengan sistem aliran dead-end diperoleh rejeksi COD 93-96 % dengan kisaran COD 500-600 mg/L (Maharlika, 2003).

Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai penghalang tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder, 1996). Proses pemisahan pada membran terjadi karena adanya proses fisika-kimia antara membran dengan komponen yang akan dipisahkan serta adanya gaya dorong yang berupa gradient konsentrasi (∆C), gradient tekanan (∆P) dan gradient potensial (∆E) (Peter,1996). Berdasarkan gradient tekanan sebagai gaya dorongnya dan pemeabilitasnya, membran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu (Mulder,1996): 
a. Mikrofiltrasi (MF), Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 Bar dan batasan permeabilitas-nya lebih besar dari 50 L/m2 .jam.bar 
b. Ultrafiltrasi (UF), Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5 Bar dan batasan permeabilitas-nya adalah 10-50 L/m2 .jam.bar 
c. Nanofiltrasi, Membran ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitas-nya mencapai 1,4 – 12 L/m2 .jam.bar d. Reverse Osmosis (RO), Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 Bar dan batasan permeabilitas-nya mencapai 0,05-1,4 L/m2 .jam.bar. 

Ada dua parameter utama yang menentukan kinerja membran, yaitu laju aliran (fluks) dan selektivitas. Secara umum, fluks akan menentukan berapa banyak permeat yang dapat dihasilkan (kuantitas), sedangkan selektivitas berkaitan dengan kualitas permeat.



Daftar pustaka
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.