Laman

Jumat, 16 Februari 2018

Asap Rokok : Pencemar Udara yang Terlupakan

Oleh : M. Irsyad Herlanda Putra

Abstrak :

Berbagai penelitian, perokok pasif mempunyai risiko yang sama besar dengan perokok aktif untuk terkena penyakit jantung koroner, stroke, emphysema, kanker paru, penyakit paru kronis yang semuanya itu merupakan sebab utama kematian. Di negara berkembang angka perokok pada perempuan masih ckup rendah disbanding pada laki-laki, sedangkan orang yang ada di sekelilingnya umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Dengan demikian, perokok pasif merupakan masalah perempuan dan anak karena dampak negatif dari asap rokok terhadap kesehatan mereka. Asap rokok termasuk ke dalam polusi udara atau pencemaran udara, dikarenakan dapat mengganggu kesehatan dan pernapasan di sekelilingnya. 

Kata Kunci : Polusi, Asap Rokok, perokok pasif

Pendahuluan :

Untuk kelangsungan hidupnya, manusia memerlukan udara pernafasan yang higienis
(Akhadi, 2015). Persoalannya udara pernafasan yang higienis relative sulit diperoleh, seehingga dengan terpaksaan harus menghirup udara dengan kualitas yang buruk dan tidak memenuhi standar kesehatan. Beragam jenis zat pencemar terbuti mengkontaminasi udara sehinga secara langsung menyebabkan degradasi kualiats udara yang sangat diperlukan untuk beragam proses biokimia dalam tubuh (Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil, 2017).

Menurut Akhadi (2013), Pencemaran udara tak lain merupakan kerusakan yang terjadi secara sistematis pada salah satu bagian atmosfer, tepatnya lapisan troposfer. Polutan yang dilepaskan dari permukaan bumi akan masuk langsung ke lapisan troposfer sebagai bagian atmosfer yang bersinggung langsung dengan permukaan bumi.

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Karena asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydricarbons (PAHs) dan lain lain serta partikulat pemicu kanker seperti tar, benzo pyrenes, vinyl chloride, nitro-sonor nicotine. Nikotin dapat menimbulkan ketagihan baik pada perokok aktif maupun perokok pasif. (Pradono, Julianty dan Ch. M. Kristianti. 2003).

Isi :

Perokok pasif adalah orang yang paling menderita, karena harus menerima dampak dari paparan asap rokok orang lain. Di Indonesia, prevalensi orang yang terpapar asap rokok orang lain sangat tinggi karena prevalensi perokok yang tinggi dan lemahnya penegakan aturan kawasan tanpa rokok. (Nurjanah dkk. 2014). 

Indonesia sudah memiliki aturan tentang kawasan tanpa rokok, yaitu pada UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 115 mengatur tujuh kawasan tanpa rokok, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Kota Semarang juga telah memiliki Perda no. 3 tahun 2012 yang mengatur hal yang sama. Café dan restoran adalah salah satu tempat umum yang menjadi kawasan tanpa rokok, namun demikian hal tersebut masih sangat sulit diimplementasikan. Banyak café dan restoran yang masih memberikan kebebasan pengunjung untuk merokok dalam ruangan atau menyediakan tempat merokok yang masih berhubungan langsung dengan kawasan tanpa rokok. WHO sudah menyatakan bahwa tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain dan pemisahan ruang merokok dan ventilasi tidak akan mengurangi polusi asap rokok menjadi level aman. (Nurjanah dkk. 2014)

Prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, 65,6% laki-laki di Indonesia adalah perokok, tahun 2010 meningkat menjadi 65,9% dan tahun 2013 meningkat lagi menjadi 68.8%. Sedangkan proporsi penduduk perempuan yang perokok pada tahun 2007 sebesar 5,2%, tahun 2010 sebesar 4,2% dan tahun 2013 meningkat tajam menjadi 6,9%. Tingginya angka perokok di Indonesia menyebabkan 97 juta orang Indonesa non perokok secara reguler terpapar asap rokok orang lain (Kemenkes, 2004), dan jumlah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah perokok. Asap rokok orang lain adalah polusi dalam ruangan yang sangat berbahaya dan dampaknya lebih besar karena lebih dari 90% orang menghabiskan waktu dalam ruangan (Haris, 2012).

Menurut Pradono, Julianty dan CH. M Kristianty (2013), Terpaparnya perempuan dan anak 0-14 tahun oleh asap rokok oleh perokok dalam rumah, memberi kontribusi terhadap ketidaksetaraan gender dan telah merusak hak perempuan dan anak untuk sehat, sebagai hak manusia yang paling mendasar. Fokus dari Konferensi Internasional WHO di Kobe Nopember 1999 adalah mencegah epidemic tembakau pada perempuan dan anak- anak. Pada konferensi ini, ilmuwan, wakil-wakil dari pemerintah dan LSM mencanangkan usaha global untuk mencegah meningkatnya epidemi penggunaan tembakau oada perempuandan anak-anak.

Menurut Nurjanah dkk (2014), asap rokok orang lain adalah polusi dalam ruangan yang sangat berbahaya karena lebih dari 90% orang menghabiskan waktu dalam ruangan (Haris, 2012). Asap rokok terdiri dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya. Perokok pasif mengisap 75% bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok. Berdasarkan wawancara, ratarata waktu paparan asap rokok orang lain di restoran lebih lama (5,1 jam/hari) dibandingkan dengan di cafe (4,4 jam/hari). Namun demikian level paparan yang lebih tinggi, bahkan hampir dua kali lipat menyebabkan kemungkinan resiko karyawan cafe untuk mengalami masalah kesehatan juga semakin besar

Kawasan yang bebas dari asap rokok 100% merupakan satu-satunya cara efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain. Menurut WHO cost effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap rokok dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau lainnya (Takala, 2005). Larangan merokok di tempat kerja memberikan dampak kesehatan bagi perokok maupun bukan perokok. Larangan ini akan (1) mengurangi paparan bukan perokok pada asap rokok orang lain, dan (2) mengurangi konsumsi rokok di antara para perokok. Penelitian dengan jelas menyimpulkan bahwa larangan atau pembatasan yang ketat terhadap merokok di tempat kerja memberikan keuntungan ekonomis. Hal ini mencegah tuntutan hukum bukan perokok/perokok pasif serta mengurangi biaya-biaya lainnya, termasuk diantaranya biaya untuk kebersihan, pemeliharaan peralatan dan fasilitas, disamping risiko kebakaran, absensi pekerja, dan kerusakan harta benda (Takala, 2005).

Daftar Pustaka :
  • Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona Media
  • Wagiu, Amia F. dan F.H. Wulur. 2006. Hubungan Antara kadar timbal udara dengan kadar timbal darah serta dampaknya pada anak
  • Pradono, Julianty. 2003. Perokok Pasif Bencana yang Terlupakan
  • Nurjanah, Lily Kresnowati dan Abdun Mufid. 2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat : Gangguan Fungsi Paru dan Kadar Continine pada Urin Karyawan yang Teroaoar Asao Rokok Orang Lain.
  • Takala J. 2005. Introductory report : decent work, safe work. International Labor Organization, Geneva.Available online https://www.110.org/publicenglish/protection/safework/wdcongrs17/inytrp.pdf. diakses pada 16 Februari 2018.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.