Laman

Rabu, 13 Desember 2017

Industri Hijau yang Hemat Bahan, Air dan Energi


Industri hijau merupakan industri yang efektif dan efisien menggunakan sumber daya secara berkelanjutan (sustain) yang dapat menyinergikan pembangunan industri dengan fungsi lingkungan hidup. Sumber daya berkelanjutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, merupakan komponen utama yang dapat difungsikan sebagai bahan baku. Simpelnya, industri hijau merupakan industri yang dapat dikenali salah satunya dengan melihat bahan baku utama yang bersifat dapat diperbaharui dan berasal dari alam.


Bukan berarti industri hijau harus menggunakan sumber daya berkelanjutan seutuhnya. Industri hijau bertanggung jawab atas pelestarian sumber daya terbatas dan tak terbaharui, memantau serta mengurangi tingkat emisi yang dihasilkan semua unit dan kegiatan usaha, menerapkan kebijakan untuk memanfaatkannya kembali, serta mendaur ulang dan mengganti kembali bahan yang dipakai oleh perusahaan. Dalam hal energi, pemanfaatan biomassa telah menjadi salah satu contoh industri hijau karena memanfaatkan sumber daya dari alam yang terbaharui serta membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumber energi lain. Namun demikian, tidak berhenti di situ saja dengan menggantungkan kebutuhan energi hanya dari satu sisi. Industri pengolahan kelapa sawit misalnya.

Dalam prosesnya, buah sawit dihancurkan untuk mendapatkan minyak di dalamnya. Minyak ini berhasil diperoleh melalui proses-proses yang membutuhkan energi termal (panas) dan listrik. Proses yang paling awal dilalui buah sawit yaitu sterilisasi atau perebusan agar buah yang diperoleh dapat dicacah dan diperas sehingga minyaknya dapat dengan mudah keluar. Dengan memanfaatkan dua energi sekaligus dalam satu sistem, perusahaan akan mendapatkan berbagai manfaat di dalamnya, antara lain :

1. Penghematan biaya operasi hingga 95%, membakar energi yang lebih sedikit dari biasanya, bahkan dapat menjanjikan payback dari sebuah investasi pabrik hingga dua tahun.
2. Hemat energi. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) mampu meningkatkan efisiensi hingga 40% karena panas yang dilepas mesin gas akan digunakan untuk membangkitkan listrik juga
3. Mengurasi emisi gas buang hingga 30%

Penggunaan Industri Hijau melalui penggunaan teknologi rendah karbon akan memberikan dampak penghematan energi, air dan bahan baku, sehingga mampu meningkatkan produktivitas industri, demikian disampaikan Menteri Perindustrian Saleh Husin.

Menperin mengatakan, penggunaan material, energi, dan air dengan intensitas yang rendah; penggunaan energi alternatif; melakukan minimisasi limbah dan pemenuhan baku mutu lingkungan; menggunakan teknologi rendah karbon dan SDM yang kompeten merupakan konsep Industri Hijau.
Prof Dr Djoko Wintoro dalam pidato ilmiah, ”Revolusi Industri Hijau dan Krisis Sumber Daya Energi”, berkenaan pengukuhan Guru Besar Sekolah Tinggi manajemen Prasetya Mulya di Jakarta, Kamis (28/4).

Menurut Djoko, revolusi industri hijau ini, selain berkenaan dengan kian menipisnya sumber daya energi dunia, juga ternyata semakin banyak negara sadar lebih menguntungkan mengembangkan industri hijau sejak sekarang daripada membiarkannya dengan risiko kerugian yang lebih besar di belakang hari.

Sementara itu, CEO Global Growth&Operation GE ASEAN Stuart L Dean mengatakan, semakin banyak perusahaan yang sadar manfaat dari teknologi ramah lingkungan bagi operasi mereka. Potensi inilah yang dimanfaatkan GE dalam pengembangan bisnisnya di Asia Tenggara.
”Perusahaan penerbangan di Indonesia, seperti Garuda dan Lion Air, memakai mesin baru yang sanggup menghemat pemakaian bahan bakar sampai 8 persen dibanding mesin biasa. Dalam jangka panjang, ini akan sangat menghemat biaya pemakaian bahan bakar yang menjadi porsi paling besar,” ujar Stuart kepada Kompas di sela-sela acara Business for the Environment Global Summit 2011 di Jakarta.

Di Indonesia, GE telah menginvestasikan 1,8 miliar dollar AS. GE bekerja sama dengan PT KAI dan PT INKA dalam peremajaan lokomotif yang dibuat di Indonesia dengan memaksimalkan komponen lokal. ”Menggunakan kereta api untuk angkutan barang lebih efisien dan lebih minimal dari segi dampak emisi karbon dibandingkan menggunakan truk,” kata Stuart. (ppg/dot). Kompas, 29 April 2011



Daftar pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.