Laman

Rabu, 30 November 2016

Pencemaran Lingkungan Akibat Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur

Batubara adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang terperangkap dalam sedimen dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, Jenis sedimen ini terperangkap dan mengalami perubahan material organik akibat timbunan (burial) dan diagenesa.
Batubara awalnya merupakan bahan organik yang terakumulasi dalam rawa-rawa yang dinamakan peat. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu (Jtl) adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif. Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Potensi sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di pulau kalimantan dan pulau sumatera. Batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang digunakan dalam industri. Dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dari pada solar dengan perbandingan sebagai berikut: solar Rp. 0,74/kilokalori sedangkan batubara Rp. 0.09/kilokalori. Dari segi kuantitas, batubara merupakan cadangan energi fosil terpenting di Indonesia, Jumlahnya sangat melimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun kedepan.
Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar. Aktivitas pertambangan mencemari lingkungan di sekitar lokasi penambangan. Pencemaran tersebut antara lain :
1.     Pencemaran Air
Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2.      Pencemaran Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
3.        Pencemaran Udara
Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara.
Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya bagi kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat.
.
Kerusakan Hutan Akibat Pertambangan Batubara
Bahan tambang merupakan bahan yang berada didalam bumi sehingga untuk mengambilnya perlu dilakukan penggalian. Batubara merupakan salah satu bahan tambang yang banyak ditemukan dikawasan hutan yang tua karena proses terbentuknya batubara merupakan sedimentasi dari tanaman pada zaman purba yang mengalami proses penimbunan hingga ribuan tahun. Dalam upaya eksploitasi bahan tambang batubara ini, perlu dilakukan perluasan area tambang untuk memudahkan mobilitas pengangkutan dan pengambilan batubara tersebut. Kawasan hutan yang memiliki potensi batubara harus disingkirkan atau ditebang untuk dilakukan penggalian. Karena besarnya sumber daya batubara pada suatu lokasi maka luas area hutan yang disingkirkan untuk kegiatan tersebut semakin luas.
Wilayah Kabupaten Berau, terletak pada koordinat 1 °  12’ 00” - 2 °  36’ 00” LU dan 116 ° 00’ 00” - 118°  57’ 00” BT. Letak Geografis Kabupaten Berau yang dekat dengan garis katulistiwa menjadikan daerah ini memiliki iklim tropis dengan curah hujan tinggi dan hari hujan merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari yang tinggi menjadikan suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun dengan kelembaban udara yang tinggi pula. Sebagai daerah dengan iklim tropis. Kabupaten Berau memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut diselingi dengan masa peralihan dengan curah hujan masih relatif banyak. Namun demikian kondisi alam Kabupaten Berau yang masih dikelilingi oleh hutan tropis yang masih lebat menjadikan daerah ini berkarakter hutan hujan tropis dengan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun. Hal ini didorong oleh kelembaban udara yang tinggi dan daerah perairan yang masih luas. Curah hujan cenderung tinggi  sepanjang tahun, berkisar antara 91 - 246 mm perbulan (Subardja, 2007).
Formasi pembawa lapisan batubara pada daerah potensi batubara konsesi PT. Berau Coal adalah Formasi Berau dan Formasi Lati. Formasi ini terdiri dari satuan batupasir,  mudstone ,batulanau, batulempung, batubara dan batugamping. Ketebalan Formasi Berau atau Formasi Lati berkisar 600 meter hingga 1.600 meter, umur Miosen Tengah hingga Miosen Atas dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini jari jemari dengan Formasi Sterile di bagian bawahnya dan tidak selaras dengan Formasi Labanan di bagian atasnya (Subardja, 2007).
Metode penambangan yang dilakukan pada PT. Berau Coal menggunakan pola penambangan  box-cut contour mining.  Pola penambangan  box cut contour mining  dilakukan pada areal-areal yang memiliki kemiringan lapisan relatif landai dan dengan luas areal timbunan di luar areal tambang yang relatif sangat terbatas. Pemakaian pola penambangan ini salah satunya adalah bertujuan agar luas areal yang terganggu oleh kegiatan penambangan tidak terlalu luas. Areal untuk penimbunan tanah penutup diusahakan tidak terlalu jauh dari areal bukaan dan sedapat mungkin dengan memanfaatkan kembali bekas areal bukaan (Subardja, 2007).

Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Batubara
Aktivitas pertambangan batubara yang dilakukan dikawasan Berau, Kalimantan Timur tidak hanya mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan sekitar berupa pencemaran. Pengrusakan hutan dari kegiatan pertambangan tersebut juga mempengaruhi siklus hidrologi dan kehidupan ekosistem didalam kawasan tersebut. Selain itu, kegiatan tersebut juga memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal dibagian hilir.
Hutan yang ditebang untuk kegiatan pertambangan batubara memiliki fungsi dan pengaruh terhadap ketersediaan air tanah yang memiliki peran penting dalam ketersediaan air bersih pada masyarakat. Hutan tersebut memiliki fungsi sebagai penangkap tanah agar lapisan permukaan tanah yang dapat menyerap air tidak lari atau berpindah.Tingginya kemampuan penyerapan air oleh permukaan tanah yang berada di kawasan hutan, maka air hujan yang turun di sana tidak seluruhnya menjadi air limpasan (run off). Sebagian besar meresap ke dalam tanah, hanya sedikit yang menjadi air larian. Run off atau air limpasam adalah air yang tidak mampu diserap oleh permukaan tanah. Air ini akan turun ke kawasan yang lebih rendah. Jika air limpasan ini melebihi daya dukung sungai maka dapat menimbulkan banjir.
Sebagian besar air hujan yang turun di kawasan hutan akan diserap oleh tanah (infiltrasi) dan tersimpan di aquifer. Selanjutnya, air yang tersimpan di aquifer akan mengalir melalui celah-celah atau pori tanah yang akhirnya terkumpul atau mengalir menjadi air tanah yang digunakan masyarakat sebagai air sumur. Selain melalui sumur, air tanah tersebut juga dapat keluar sebagai mata air. Mata air tersebut mengalir melalui sungai yang berada dikawasan hutan tersebut menuju hilir.

Erosi Akibat Kerusakan Hutan di Kawasan Pertambangan
Hutan sekitar kawasan pertambangan yang sudah rusak dapat menimbulkan dampak erosi yang dapat berakibat buruk terhadap lahan dan ekosistem dikawasan tersebut. Kawasan hutan yang sudah tidak memiliki tegakan pohon, hempasan air hujan akan langsung menumbuk permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya erosi. Tumbukan air hujan secara terus menerus dapat mengikis lapisan atas tanah (top soil) dan mengakibatkan tingginya nilai TSS pada aliran sungai sekitar area pertambangan. Hal ini didasari oleh penelitian Ety Parwaty dkk, 2011, di kawasan aliran sungai dekat lokasi pertambangan dengan kondisi hutan yang sudah gundul.
Tumbukan air hujan yang terus menerus akan mengikis top soil sehingga dapat menimbulkan longsor (land slide). Dengan longsornya lapisan tanah yang kaya unsur hara tersebut akan menghambat pertumbuhan vegetasi pada tanah yang ditinggalkannya, sehingga lahan tersebut tidak dapat di reklamasi. Selain itu, tanah yang tinggal tersebut juga dapat berdampak terhadap masyarakat yang tinggal dibagian hilir sungai, karakteristik tanah pada lapisan kedua yang relatif keras dan memiliki pori tanah yang relatif rapat dapat menghambat infiltrasi ketika terjadi hujan. Akibatnya air hujan yang turun sebagian besar akan menjadi air limpasan (run off) yang langsung mengalir menuju sungai. Apabila debit air limpasan yang masuk lebih besar daripada kapasitas sungai menampung dan mengalirkan air maka akan terjadi banjir.
Erosi yang terjadi juga mempengaruhi ekosistem yang berada didaratan dan perairan (sungai) yang berada dikawasan tersebut. Pengaruh tersebut antara lain:

1. Ekosistem Darat
            Erosi akibat kerusakan tanaman hutan yang memegang peran dalam mengikat lapisan tanah bagian atas (top soil) telah mengubah ekosistem hutan yang sebelumnya kaya akan keanekaragaman hayati (flora dan fauna) menjadi lahan kosong yang sudah rusak akibat kegiatan penambangan batubara. Tanaman memerlukan unsur hara yang banyak terdapat pada lapisan tanah atas (top soil) untuk dapat tumbuh. Pengrusakan pohon yang menjadi pengikat tanah lapisan atas tersebut membuat tanah tersebut mudah terlepas. Air hujan yang jatuh ke tanah memiliki energi kinetik yang membuat lapisan tanah tersebut perlahan-lahan terlepas. Puncak dari erosi tersebut yaitu terjadinya tanah longsor yang membawa lapisan tanah tersebut berpindah dalam jumlah yang besar. Dampak dari erosi tersebut tumbuhan dan hewan tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut sehingga ekosistem dihutan tersebut berubah.

2. Ekosistem Air
Erosi yang terjadi akibat air hujan yang jatuh membawa partikel tanah dan masuk kedalam sungai/perairan sebagai air limpasan. Partikel tanah tersebut akan membuat konsentrasi TSS semakin tinggi  sehingga membuat sungai tersebut menadi keruh dan dangkal akibat sedimentasi. Keruhnya sungai tersebut akan mempengaruhi kadar oksigen terlarut yang diperlukan oleh biota air untuk hidup. Berkurangnya kadar DO tersebut berpengaruh terhadap keberadaan ikan pada perairan tersebut, ikan akan berpindah atau mati. Tingginya konsentrasi TSS juga mempengaruhi masuknya cahaya matahari yang diperlukan tanaman air untuk proses fotosintesis.

Upaya Penanggulangan Akibat Kegiatan Pertambangan Batubara
Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi lahan/hutan yang telah rusak akibat penambangan batubara, diantaranya yaitu:
  • ·     Menanam kembali lahan yang ditebang dengan vegetasi yang dapat mengembalikan  kondisi ekosistem dengan cepat.
  • ·    Membuat terasering pada lahan yang rusak untuk mencegah erosi yang lebih besar.
  • ·    Menanam tanaman yang dapat menyimpan air tanah lebih banyak.
  • ·    Menggunakan lahan kosong tersebut sebagai lahan perkebunan sehingga dapat memiliki fungsi ganda.
Daftar Pustaka
- Vatri Adi, Muchlis. 2013. Makalah dampak pertambangan diberau, Kalimantan timur http://muchlis-vatriadi.blogspot.co.id/2013/12/makalah-dampak-pertambangan-di-berau.html
- Arsad, Sugita. 2013. Pencemaran Tambang. http://pencemaranbatubara.blogspot.co.id/2013/04/pencemaran-lingkungan-di-samarinda.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.