Laman

Selasa, 26 November 2019

Kimia Hijau






Kimia hijau
Kimia hijau, juga disebut kimia berkelanjutan, adalah filsafat penelitian dan rekayasa/teknik kimia yang menganjurkan desain produk dan proses yang meminimasi penggunaan dan penciptaan senyawa-senyawa berbahaya.[1] Sementara kimia lingkungan adalah cabang kimia yang membahas lingkungan hidup dan zat-zat kimia di alam, kimia hijau justru berupaya mencari cara untuk mengurangi dan mencegah pencemaran pada sumbernya. Pada tahun 1990 Pollution Prevention Act (Undang-Undang Pencegahan Pencemaran) telah disahkan di Amerika Serikat. Undang-undang ini membantu menciptakan modus operandi untuk berurusan dengan pencemaran secara inovatif dan asli. Undang-undang ini bertujuan untuk mencegah masalah sebelum mereka terjadi.
Sebagai sebuah filsafat kimia, kimia hijau berlaku pada kimia organikkimia anorganikbiokimiakimia analitik, dan bahkan kimia fisis. Sementara kimia hijau tampak berfokus pada terapan-terapan industri, sebenarnya ia berlaku juga pada sembarang cabang kimia. Kimia klik seringkali disebut sebagai sebuah gaya sintesis kimia yang konsisten dengan tujuan-tujuan kimia hijau. Fokusnya adalah meminimasi bahaya dan memaksimasi efisiensi sembarang bahan kimia. Ia berbeda dengan kimia lingkungan yang berfokus pada gejala-gejala kimia di lingkungan.
Sejarah kimia Hijau 
Pesatnya peningkatan populasi mengakibatkan peningkatan produksi pangan dengan industrialisasi berlebihan, yang menyebabkan peningkatan polusi dan penipisan sumber daya. Dalam hal ini, sumber daya alam mulai digunakan seakan tidak ada konsekuensi terhadap masalah lingkungan (Tobiszewski et al., 2009).
Masalah lingkungan mulai menjadi fokus pada tahun 1968 dari Konferensi Para Ahli tentang Pangkalan Ilmiah untuk Penggunaan Rasional dan Konservasi Sumber Daya Biosfer, yang dikenal sebagai Konferensi Biosfer (Farias dan Fvaro, 2011). Pada 1960-an, penerbitan buku ''Silent Spring" merangsang gerakan lingkungan kontemporer.
 Hal itu didasari oleh   kekhawatiran tentang risiko eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Robert Downs, mendaftarkan buku itu sebagai ''Buku yang Mengubah Amerika". Konferensi Stockholm di Swedia pada tahun 1972, dihadiri oleh perwakilan dari sejumlah negara, termasuk anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi non pemerintah, di mana hukum lingkungan juga dipertimbangkan di bidang hukum (Pereira, 2009). Dari konferensi ini, dunia mulai waspada atas kerusakan lingkungan. 
Tahun 1980 - an ditandai oleh berbagai konferensi dunia tentang Lingkungan Hidup. PBB menciptakan Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1983 untuk melaporkan perkembangan dunia dan lingkungan.  Laporan yang dikenal sebagai ''Brundtland Report" direkonsiliasi lingkungan dan masalah sosial. Laporan ini diterbitkan pada tahun 1987, yang untuk pertama kalinya mendefinisikan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai pengembangan pemenuhan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi masa depan. Laporan itu juga menekankan bahaya penipisan ozon dan dampaknya terhadap pemanasan global (Marcondes, 2005).
Lebih jauh, pada tahun 1985, dalam pertemuan Menteri Lingkungan Hidup dari negara yang tergabung dalam  Organisasi kerjasama ekonomi  dan Pengembangan (OECD),menghasilkan  beberapa keputusan penting antara lain : : Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan, Pencegahan Polusi, dan Pengendalian dan Informasi Lingkungan dan Nasional review. Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) meluncurkan ''Program Rute Sintetis Alternatif untuk Pencegahan Polusi" pada tahun 1991 yang melaporkan filosofi dan kebijakan baru tentang pengendalian risiko produk kimia beracun untuk mencegah masalah dengan zat ini (Woodhouse dan Breyman, 2005).
Tak dapat disangkal bahwa, sejak 1992, dimasukkan topik lain , yakni  pelarut ramah lingkungan dan senyawa kimia yang lebih aman dan resmi mengadopsi nama Green Chemistry (Farias dan Fvaro, 2011). Tahun 1990 ditandai oleh konsensus dunia tentang kelestarian lingkungan. Di Brasil ada Perserikatan Bangsa-Bangsa Konferensi Lingkungan dan Pembangunan Internasional pada tahun 1992 disebut (ECO-92). Partisipasi para kepala negara menghasilkan elaborasi dari dokumen berjudul ''Agenda 21", yang memiliki komitmen negara untuk menghargai pembangunan berkelanjutan dengan bergerak pada masalah lingkungan, kebijakan ekonomi, dan pengambilan keputusan (Strong, 1991).
Meskipun kemajuan di lingkungan telah terbangun di seluruh dunia, kesadaran lingkungan dari perusahaan itu sangat tidak aman. Untuk mengubah sektor bisnis, sebuah program disebut ''Responsible Care", dikembangkan pada tahun 1984 di Kanada dan sampai hari ini dipraktekkan di 68 negara di seluruh dunia, perbaikan perilaku industri dalam kaitannya dengan lingkungan, kesehatan dan keselamatan pekerja (Responsible Care, 2017).
Pada tahun 1997 Green Chemistry Institute (GCI) didirikan sebagai korporasi nirlaba untuk mempromosikan melalui pengetahuan, pengalaman dan kapasitas, pergerakan perusahaan kimia menuju keberlanjutan, yang maju dalam aplikasi Green Chemistry (ACS Kimia, 2017). GCI bergabung dengan American Chemical Society (ACS) pada tahun 2001 untuk mengatasi masalah global dalam pertemuan kimia dan lingkungan. 
Buku inovatif Green Chemistry: Theory and Practice, menghadirkan Paul Anastas dan John C. Warner sebagai penulis bersama di tahun 1998, adalah perkembangan penting lainnya untuk Green Chemistry. Dalam buku itu, 12 Prinsip Green Chemistry secara jelas diuraikan dengan filosofi yang selalu mendorong ilmuwan akademis dan industri untuk mengejar tindakan yang ramah lingkungan (ACS Chemistry, 2017).
Pada tahun 2002, setelah 30 tahun Konferensi Stockholm, sebuah acara KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan berlangsung di kota Johannesburg, Afrika Selatan, dihadiri oleh ribuan orang (Sequinel, 2002). Organisasi pemerintah dan non-pemerintah, perusahaan besar, asosiasi sektoral, delegasi dan jurnalis hadir dalam pertemuan ini untuk menetapkan satu tujuan yaitu membahas solusi ''Agenda 21", sehingga tidak hanya pemerintah yang bisa menerapkannya, tetapi populasi umum, selain menerapkan apa yang telah dibahas dalam ECO-92 (Marcondes, 2005; Sequinel, 2002).
Institut Green Chemistry ACS (GCI) dan farmasi global perusahaan mengadakan diskusi panel pada tahun 2005 untuk memungkinkan dan mendorong Green Chemistry dan teknik hijau di industri farmasi (Poechlauer et al., 2012; Constable et al., 2007). Persatuan Internasional Kimia Murni dan Terapan (IUPAC), bersama dengan ACS dan GCI, mengadakan empat konferensi tentang Green Chemistry antara tahun 1997 dan 2011. Konferensi membahas topik seperti produk hijau dan proses ke lingkungan, produksi energi, sumber terbarukan dari limbah kimia, juga untuk mengadopsi kebijakan dan pendidikan hijau dalam Green Chemistry (Lenardo et al., 2003).
Meskipun dalam teknik kimia dan penelitian ekologi telah mengadopsi proses berkelanjutan selama bertahun-tahun, investasi terus berlanjut dalam teknik dan kebijakan industri untuk proses perbaikan lingkungan (Jenck et al., 2004).
Tujuan
Pengertian kimia hijau adalah suatu perencanaan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya mulai dari persiapan produksi, proses produksi sampai ke produk yang dihasilkan agar dapat bermanfaat tanpa merusak lingkungan. Untuk dapat tercapainya konsep kimia hijau ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan
2. Menggantikan perekasi kimia dengan katalis
3. Menggunakan bahan-bahan non toksis
4. Menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Mengurangi atau me-efisienkan bahan-bahan kimia yang digunakan
6. Mengurangi atau tidak menggunakan pelarut (bebas pelarut) atau menggunakan pelarut yang dapat di daur ulang
Tidak semua yang di atas itu dapat dilakukan secara bersamaan, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat sehingga tujuan dari kimia hijau ini tercapai yaitu :
mengurangi : –à limbah

à material bahan-bahan toksis

à bahaya

à risiko

à energy

à biaya
Prinsip
Anastas dan Warner (1998) mengusulkan konsep“The Twelve Principles of Green Chemistry” yang digunakan sebagai acuan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian yang ramah lingkungan. Berikut adalah ke-12 prinsip kimia hijau yang diusulkan oleh Anastas dan Warner :
1.     Mencegah timbulnya limbah dalam proses
Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang timbul setelah proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar.
2.     Mendesain produk bahan kimia yang aman
Pengetahuan mengenai struktur kimia memungkinkan seorang kimiawan untuk mengkarakterisasi toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang aman. Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah). Caranya adalah dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai bioavailability. 
3.     Mendesain proses sintesis yang aman
Metode sintesis yang digunakan harus didesain dengan menggunakan dan menghasilkan bahan kimia yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau meminimalkan bahaya terhadap orang yang menggunakan bahan kimia tersebut.
4.     Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan
Penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui lebih disarankan daripada menggunakan bahan baku yang tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi. Bahan baku terbarukan biasanya berasal dari produk pertanian atau hasil alam, sedangkan bahan baku tak terbarukan berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan bahan tambang lainnya.
5.     Menggunakan katalis
Penggunaan katalis memberikan selektifitas yang lebih baik, rendemen hasil yang meningkat, serta mampu mengurangi produk samping.Peran katalis sangat penting karena diperlukan untuk mengkonversi menjadi produk yang diinginkan.Dari sisi green chemistry penggunaan katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.
6.     Menghindari derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia
Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung, proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia harus diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah.
7.     Memaksimalkan atom ekonomi
Metode sintesis yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan proporsi produk yang diinginkan dibandingkan dengan bahan dasar.Konsep atom ekonomi ini mengevaluasi sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil sebagai parameter untuk menentukan suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa melihat seberapa besar limbah yang dihasilkan dari reaksi tersebut.Atom ekonomi disini digunakan untuk menilai proporsi produk yang dihasilkan dibandingkan dengan reaktan yang digunakan.Jika semua reaktan dapat dikonversi sepenuhnya menjadi produk, dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut memiliki nilai atom ekonomi 100%. Berikut adalah persamaan untuk menghitung nilai atom ekonomi :
Atom ekonomi (%) = x100%
8.     Menggunakan pelarut yang aman
Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia tambahan yang lain harus dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan, maka harus seminimal mungkin. Penggunaan pelarut memang sangat penting dalam proses sintesis, misalkan pada proses reaksi, rekristalisasi, sebagai fasa gerak pada kromatografi, dan lain-lain. Penggunaan yang berlebih akan mengakibatkan polusi yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain adalah dengan menggunakan beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti ionic liquids, flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan“biosolvents”.Selain itu ada beberapa metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa menggunakan pelarut ataupun reaksi dalam media air.
9.     Meningkatkan efisiensi energi dalam reaksi
Energi yang digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan efek terhadap lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia dilakukan dalam suhu ruang dan menggunakan tekanan.Penggunaan energi alternatif dan efisien dalam sintesis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru diantaranya adalah dengan menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave), ultrasonik dan fotokimia.
10.                        Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi
Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena itu suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di lingkungan.Seperti sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta bahan kimia lainya.
11.                        Penggunaan metode analisis secara langsung untuk mengurangi polusi
Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk samping yang tidak diinginkan.Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam prosesnya.
12.                        Meminimalisasi potensi kecelakaan
Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan dan api dapat dihindari.
Contoh
Seorang konsumen tentunya memiliki peran penting dalam menekan perusahaan untuk melakukan reformulasi produk menjadi lebih ramah lingkungan. Adanya tekanan dari konsumen merupakan cara yang efektif dalam menghasilkan perubahan. Jika harga, kualitas dan fungsi yang selama ini menjadi fokus utama masyarakat, maka perusahaan akan kurang tertarik dalam mereformulasikan produk yang dihasilkan.
Salah satu contoh green chemistry yang saat ini sudah diterapkan yaitu busa pemadam kebakaran yang dahulu menggunakan surfaktan terflorinasi yang memiliki efek toksik yang tinggi sehingga mengakibatkan akumulasi pada pencemaran lingkungan, hal ini tentunya tanpa disadari akan mengancam kesehatan seseorang. Saat ini bentuk pengembangan green chemistry yang digunakan adalah busa pemadam kebakaran yang dibuat dari beberapa komponen campuran (surfaktan hidrokarbon, gula, air, dan pelarut) yang dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan menghambat korosi. 
Dari paparan diatas, bahwasanya sang pemegang kebijakan terhadap beberapa senyawa kimia keluaran produk harus melakukan re-evaluasi secara konsisten, saat beberapa senyawa kimia tidak sesuai dengan standar keamanan, saat itu pemegang kebijakan harus memperhatikan populasi, keselamatan anak, biaya ekonomi, dan pertimbangan lainnya, mampu menetapkan prioritas untuk pengujian keamanan terhadap senyawa kimia yang sudah ada dan baru ditemukan. Tentunya hal ini dibarengi dengan peran masyarakat sebagai konsumen dalam mendorong konsep green chemistry terhadap pabrik dan perusahaan besar dengan tidak hanya mengejar akan profit-oriented  purpose.
Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.