Laman

Sabtu, 17 Februari 2018

Pengembangan Industri Hijau Di Indonesia


Oleh : Nuriel Hanifan (@F25-Nuriel)
Kata Kunci : Industri hijau, kebijakan industri hijau,

Pendahuluan
Pembangunan sektor industri di Indonesia telah berjalan sekitar empat puluh lima tahun terhitung sejak lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968. Selama 10 tahun terakhir, industri memberikan kontribusi 25,45-28,96 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan kecenderungan meningkat.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat pendapatan dari sektor non-migas dan pertumbuhan sektor industri didorong hingga mencapai 8,5 persen pada tahun 2014 dan harus terus naik hingga rata-rata sebesar 9,75 persen pada periode 2020-2025.
Namun untuk mencapai target pembangunan ekonomi tersebut tidaklah mudah. Terdapat berbagai tantangan bagi industri nasional untuk lebih berdaya saing seperti masalah ketersediaan sumber daya yang semakin menipis juga ketergantungan terhadap bahan baku impor hingga masalah timbulan limbah. Di tingkat global, tuntutan agar diterapkannya standar industri yang menitikberatkan pada upaya efisiensi bahan baku, air dan energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah semakin tinggi. Issue lingkungan saat ini menjadi salah satu hambatan perdagangan (barriers to trade) untuk penetrasi pasar suatu negara. Barrier tersebut dilaksanakan dengan cara menerapkan berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, ekolabel) maupun persyaratan pembeli (buyer requirement). Oleh karena itu dunia usaha perlu mengantisipasi hambatan yang diterapkan oleh beberapa negara tujuan ekspor produk Indonesia.
Pembahasan
Industri Hijau dapat didefinisikan sebagai industri berwawasan lingkungan yang menyelaraskan pertumbuhan dengan kelestarian lingkungan hidup, mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya alam serta bermanfaat bagi masyarakat (Permenperin, 2011). Industri hijau dikaitkan dengan aktivitas perusahaan industri yang merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang berbentuk perorangan, badan usaha atau badan hukum dan berkedudukan di Indonesia. Sementara dalam UU Perindustrian (2014) Pasal 1, Ayat 3, dijelaskan bahwa Industri Hijau adalah Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hdup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat (Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil, 2017).
Penerapan industri hijau dilakukan melalui konsep produksi bersih (cleaner production) melalui aplikasi 4R, yaitu Reduce (pengurangan limbah pada sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur ulang limbah), dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari suatu limbah). Untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R. Disamping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara singkat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama efisiensi dalam proses produksi; dan kedua adalah meminimisasi terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup.
Berbagai program terus dikembangkan untuk mendukung terwujudnya industri hijau, diantaranya :
1.    Menyusun rencana induk pengembangan industri hijau.
Rencana induk merupakan arahan kebijakan dan panduan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengembangkan industri hijau di Indonesia. Dokumen ini memuat visi, misi, roadmap dan rencana aksi pengembangan industri hijau sampai tahun 2030.
2.    Konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri.
Sektor industri merupakan pengguna energi terbesar, dimana ± 47% energi nasional dikonsumsi oleh kegiatan industri. Kebutuhan energi terus meningkat, sementara cadangan sumber energi semakin menipis. Oleh sebab itu, harus ditingkatkan upaya konservasi dan diversifikasi energi sehingga dapat terjaga keberlanjutan sektor industri, disamping untuk memenuhi komitmen pemerintah Indonesia untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Sebagaimana diketahui pemerintah Indonesia di Konvensi G-20 tahun 2009 di Pittsburg telah berkomitmen akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 apabila dilaksanakan secara mandiri (tanpa bantuan donor internasional) dan menjadi 41% apabila dibantu oleh donor internasional.
3.    Penggunaan mesin ramah lingkungan.
Program ini telah dimulai dengan melakukan restrukturisasi permesinan untuk industri tekstil dan produk tekstil, alas kaki, dan gula. Kondisi permesinan di beberapa jenis industri seperti tekstil, alas kaki, dan gula sudah tua sehingga boros dalam penggunaan sumber daya dan menurunkan tingkat efisiensi produksi. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, Kementerian Perindustrian melakukan program restrukturisasi permesinan dengan memberi bantuan pembiayaan kepada industri untuk pembelian mesin-mesin baru. Program yang dimulai sejak tahun 2007 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi penggunaan sumber daya (bahan baku, energi dan air) serta mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
4.    Menyiapkan standar industri hijau.
Penyusunan standar industri hijau bertujuan untuk melindungi kepentingan perusahaan industri dan konsumen serta meningkatkan daya saing industri nasional dalam persaingan global. Kegiatan ini telah dimulai pada tahun 2012 dengan menyusun standar industri hijau untuk komoditi industri keramik dan industri tekstil. Penyusunan standar ini akan dilakukan secara bertahap untuk semua komoditi industri. Standar industri hijau pada awalnya akan bersifat sukarela (voluntary), tetapi seiring dengan berkembangnya tuntutan pasar di masa depan dapat juga diberlakukan secara wajib (mandatory).
5.    Menyiapkan lembaga sertifikasi industri hijau.
Bagi perusahaan industri yang telah memenuhi standar industri hijau akan diberikan sertifikat oleh suatu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi. Saat ini Kementerian Perindustrian sedang dalam proses penyiapan mekanisme dan lembaga sertifikasi yang nantinya dapat diakui baik secara nasional maupun internasional.
6.    Menyiapkan insentif bagi industri hijau.
Salah satu aspek penting dalam mendorong pengembangan industri hijau adalah perlunya pemberian stimulus berupa insentif (fiskal dan non fiskal) bagi pelaku industri untuk mendorong dan mempromosikan iklim investasi bagi pengembangan industri hijau. Investasi untuk industri hijau sangat besar, salah satunya adalah karena diperlukan penggantian mesin produksi dengan teknologi yang ramah lingkungan, oleh sebab itu diperlukan insentif dari pemerintah agar industri tetap bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia. Tanpa dukungan insentif, dikhawatirkan industri bakal kalah bersaing, khususnya di pasar dalam negeri.
7.    Penerapan produksi bersih.
Penerapan produksi bersih di sektor industri telah dimulai sejak tahun 1990an. Berbagai program telah dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian untuk mendorong pelaku industri menerapkan produksi bersih, terutama untuk mendorong pelaku IKM agar menerapkan produksi bersih. Program-program yang telah dilakukan diantaranya adalah menyusun pedoman teknis produksi bersih untuk beberapa komoditi industri dan memberikan bantuan teknis kepada beberapa industri.
8.    Penyusunan katalog material input ramah lingkungan
Penyusunan katalog ini bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pelaku industri dalam memilih bahan baku dan bahan penolong yang lebih ramah lingkungan. Pada tahun 2012 telah disusun katalog untuk komoditi industri tekstil, keramik dan makanan. Penyusunan katalog ini akan terus dilakukan dalam rangka mendorong pelaku industri menuju industri hijau.
Menurut FFS (2016), berbagai peluang bisnis bidang lingkungan (yang berkaitan dengan penerapan Industri Hijau) antara lain dalam bidang :
Efisiensi energi, yaitu dengan pengurangan konsumsi per unit energi melalui peningkatan efisiensi.
a.       Energi Terbarukan, yaitu pembangkit listrik atau panas dengan menggunakan sumber energi dari mataharim anginm biomassa, panas bumi atau sumber daya hidro.
b.      Produk Cleaner, yaitu meminimalkan limbah dan emisi dari proses industri dan memaksimalkan keluaran produk.
c.       Carbon Finance, yaitu menyangkut keuangan karbon yang menyediakan sumber daya keuangan untuk proyek-proyek atau program yang berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang diverifikasi dan dijual dipasar karbon global.
d.      Rantai pasok berkelanjutan, yaitu menyangkut pengelolaan isu lingkungan dan sosial di seluruh rantai pasok dan menggabungkan standar keberlanjutan antara off-taker dan pemasok, sekaligus memaksimalkan output produk, serta menyediakan akses untuk membiayai pemasok kecil.
Melalui industri hijau dapat dikembangkan perushaan-perusahaan yang bergerak dibidang daur ulang limbah (termasuk pemurnian material), manajemen limbah, konsultan limbah, penelitian limbah, pengangkutan limbah, peralatan penanganan limbah, penyewaan lahan untuk mengelola limbah, pengolahan air limbah, dan sebagainnya. Begitu pula untuk penanganan polusi udara, industri hijau memungkinkan untuk menjadi inspirasi bagi didirikannya berbagai perusahaan yang bergerak dalam lingkup tersebut.
Kesimpulan
Sektor industri di Indonesia semakin tumbuh berkembang dengan pesat setiap tahunnya. Selama 10 tahun terakhir, industri memberikan kontribusi 25,45-28,96 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan kecenderungan meningkat. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat pendapatan dari sektor non-migas dan pertumbuhan sektor industri didorong hingga mencapai 8,5 persen pada tahun 2014 dan harus terus naik hingga rata-rata sebesar 9,75 persen pada periode 2020-2025. Selain memberikan dampak positif nagi negara, juga memberikan dampak negatif terhadap permasalahan lingkungan terutama pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri serta pemanfaatan sumber daya alam yang tidak efisien.
Untuk itu Industri Hijau terus dikampanyekan untuk mengurangi degrasi lingkungan yang terus terjadi dengan melalui konsep produksi bersih (cleaner production) melalui aplikasi 4R, yaitu Reduce (pengurangan limbah pada sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur ulang limbah), dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari suatu limbah). Untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R.
Selain itu berbagai program terus dikembangkan pemerintah untuk mendukung Industri Hijau di Indonesia diantaranya :
1.       Menyusun rencana induk pengembangan industri hijau.
2.       Konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri
3.       Penggunaan mesin ramah lingkungan.
4.       Menyiapkan standar industri hijau.
5.       Menyiapkan lembaga sertifikasi industri hijau.
6.       Menyiapkan insentif bagi industri hijau.
7.       Penerapan produksi bersih.
8.       Penyusunan katalog material input ramah lingkungan
Daftar Pustaka
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil (2017), Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Patona Media : Jakarta
Artikel Kebijakan Pengembangan Industri Hijau (Green Industry) Kementerian Perindustrian (2013) http://greenlistingindonesia.com/berita-147-kebijakan-pengembangan-industri-hijau-green-industry-kementerian-perindustrian.html
http://recpindonesia.org/sites/default/files/Presentation%20Materials/Nd266%2004%20Standar%20Industri%20Hijau%202017-02-23%20bi.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.