Laman

Selasa, 21 November 2017

Teknologi Low Carbon Sebagai Penghambat Emisi

@D23-Abi
Oleh: M. Abi Haykal







Dampak utama dari pemanasan global terjadi antara lain peningkatan suhu muka laut dan peningkatan tinggi muka air laut, kekeringan dan banjir, gagal panen, timbulnya wabah penyakit, dan lain-lain. Di Indonesia besarnya tutupan lahan dari sektor kehutanan yang merupakan isu utama dalam pemanasan global yaitu dalam hal deforestasi dan perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan, lahan pertanian atau pemukiman. Emisi gas rumah kaca di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 2,1 GtCO2e dan akan meningkat menjadi 3,3 GtCO2e pada tahun 2030 (DNPI, 2010) (Gambar 1). Namun demikian dalam analisis potensi manfaat, Indonesia memiliki peluang penurunan emisi karbon hingga 2,3 GtCO2e hingga tahun 2030, atau penurunan 72 % dibandingkan trend saat ini (DNPI, 2010). Dalam rangka mengatasi peningkatan karbon tersebut, Indonesia memiliki kebijakan makro yaitu “pembangunan rendah karbon” (low carbon development) yang intinya adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat terus berlangsung, namun disisi lain emisi karbon dapat ditekan. Lebih jauh menurut Yuan (2011), pembangunan rendah karbon adalah bentuk baru pembangunan ekonomi dan politik dengan menekan emisi karbon dalam mencapai pembangunan berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan kemasyarakatan.
Teknologi rendah karbon selalu berkaitan dengan upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi di wilayah Asia telah membantu berjuta-juta orang miskin, namun laju urbanisasi dan industrialisasi, peningkatan konsumsi, dan pertumbuhan penduduk telah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap sumber daya alam. Kemajuan ekonomi terancam oleh resiko kerusakan lingkungan, dan kelangkaan sumberdaya, ketidak merataan, dan dampak negatif perubahan iklim.
Strategi pertumbuhan teknologi rendah karbon dapat mengatasi masalah-masalah tersebut, dan sesungguhnya membuka peluang untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan membuka kesempatan kerja, dan dapat berlangsung secara berkelanjutan. Beberapa negara yang saat ini sedang menunjukkan perkembangan ekonomi yang baik, termasuk Indonesia, Cina, India dan Thailand telah memulai transisi tersebut menuju model pembangunan ekonomi hijau dimasa depan. Pemerintah sendiri mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama terlibat dalam upaya penerapan pembangunan rendah karbon dalam rangka mendukung keberlanjutan daya dukung lingkungan hidup.
Penerapan teknologi rendah karbon ini jelas memiliki manfaat yang cukup signifikan yakni menurunkan emisi gas rumah kaca terutama karbon dioksida, selain itu efek penghematan ekonomi akibat efisiensi sumber daya dan energi juga dapat dicapai. Sebutlah teknologi produksi bersih yang memaksimalkan performa kerja proses yang meminimalisir adanya keluaran limbah dan keluaran bukan output (NPO-Non Product Output). Dengan adanya efisiensi di bagian proses yang menyebabkan semakin efisiensinya penggunaan  bahan baku dan energi. 
Selain memiliki efek pengurangan GRK yang cukup signifikan, teknologi rendah karbon memiliki efek pada penjagaan kualitas dan daya dukung lingkungan secara komperhensif. Karena pada dasarnya, teknologi rendah karbon memiliki dasar pertimbangan lingkungan atau kita kenal dengan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi berwawasan lingkungan, green technology dan nama-nama sejenis yang lainnya. Hanya saja penekanan teknologi rendah karbon adalah pada pengurangan emisi GRK, itu saja yang mengkhususkannya dari teknologi yang lainnya. Efek penjagaan keberlangsungan lingkungan tentu menjadi peran yang sangat penting. Bagaimana pun lingkungan adalah system kompleks tempat manusia beraktifitas, jika rusak, maka yang menjadi objek yang terancam tentu adalah manusia. Tentu manusia mana pun tidak ingin hal ini terjadi. Oleh karena itu, penerapan teknologi rendah karbon menjadi suatu usaha sekaligus harapan tersendiri bagi masyarakat dunia akan pencegahan bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim-pemanasan global yang diramalkan sampai akan membuat Indonesia kehilangan beberapa pulau sekaligus pengurangan luas akibat dari kenaikan permukaan air laut.


DAFTAR REFERENSI
Seno Adi, dkk. Juni 2011. Analisis Pembangunan Rendah Karbon Studi Kasus Propinsi Lampung. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Yuan, Hu, Peng Zhou, Dequn Zhou. 201., What is Low-Carbon Development? A Conceptual Analysis, Energy Procedia 5 (2011) 1706 – 1712, IACEED2010, ScienceDirect, Elsevier.

Media Indonesia. 2017. Pembangunan Rendah Karbon Harus Jadi Arus Utama. Dalam http://www.mediaindonesia.com/news/read/129072/pembangunan-rendah-karbon-harus-jadi-arus-utama/2017-10-26 Diakses pada tanggal 21 November 2017.

Parlina, Iin. 2015. Environmentally sustainable low carbon technologies: Opportunities for SMEs. Dalam https://iinparlina.wordpress.com/ragam-teknologi/pusat-teknologi-lingkungan-bppt/environmentally-sustainable-low-carbon-technologies-opportunities-for-smes/ Diakses pada tanggal 21 November 2017

Ferial. 2015. Strategi Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon. Dalam http://ebtke.esdm.go.id/post/2015/01/08/752/strategi.pembangunan.ekonomi.rendah.karbon Diakses pada tanggal 21 November 2017.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.