Laman

Senin, 09 Oktober 2017

Berbagai Pencemaran yang ada di Jawa Tengah

PENCEMARAN DIDAERAH JAWA TENGAH

@D18-Rifqi,@ProyekB06
Oleh Rifqi Baihaqi

·         PENCEMARAN TANAH DI KUDUS
Kudus merupakan salah satu kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki banyak potensi di bidang Perekonomian. Perkembangan perekonomian di kudus tidaklah lepas dari pengaruh perindustrian. Beberapa perusahaan industri besar yang ada di Kudus adalah PT. Djarum (Industri Rokok), Petra, PR. Sukun (Industri Rokok), PT. Nojorono, PT. Hartono Istana Teknologi (d/h Polytron - Industri Elektronik), dan PT. Pura Barutama (Industri Kertas & Percetakan). Selain itu di Kudus juga terdapat ribuan perusahaan industri kecil dan menengah seperti industri rumahan pembuatan jenang kudus, tahu dan lain sebagainya.
Banyaknya industri yang berkembang di kota kudus ini tentunya juga berpengaruh pada kondisi lingkungan di kota kudus. Dengan berkembangnya banyak industri ini menyebabkan berbagai macam permasalahan lingkungan. Selain pesatnya perkembangan industri di kudus, padatnya jumlah penduduk serta kemajuan alat transportasi juga memiliki pengaruh terhadap permasalahan lingkungan di kota kudus. Permasalahan lingkungan ini meliputi pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah. Hal ini tentunya tidak lepas dari polutan yang dihasilkan oleh limbah industri maupun limbah rumaah tangga. Untuk itu, pada makalah pencemaran lingkungan di kota kudus ini, akan di bahan tentang pencemaran-pencemaran yang ada di kota kudus.
SUMBER PENCEMARAN
Pencemaran tanah di kota Kudus banyak diakibatkan oleh sampah-sampah rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan.
Sampah dapat dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas, dan air, sehingga terbentuklah humus. Sampah organik itu misalnya dedaunan, jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah tersebut tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik seperti besi, alumunium, kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit atau tidak dapat diuraikan. Bahan pencemar itu akan tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang. Bungkus plastik yang kita buang ke lingkungan akan tetap ada dan mungkin akan ditemukan oleh anak cucu kita setelah ratusan tahun kemudian.
Sampah-sampah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan masyarakat mulai dari kegiatan rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan ini menumpuk di beberapa tempat pembuangan sampah di Kota Kudus. Tumpukan sampah ini tentunya memiliki dampak yang tidak baik untuk kelestarian lingkungan khususnya tanah. Adanya berbagai macam jenis sampah ini menjadikan kualitas tanah menjadi menurun.
SOLUSI
·         Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai lingkungan hidupnya.
·         Meminimalkan penggunaan bahan kimia.
·         Memakai plastik berulang kali. Sampah plastik sulit diurai dan kalau dibakar menimbulkan zat beracun.
·         Memilah antara sampah basah dan sampah kering dan menyediakan tempat untuk keduanya.

DAMPAK DARI PENCEMARAN
1.      Mengurangi kesuburan tanah
Dampak pertama yang akan kita rasakan dari adanya tanah yang tercemar pastinya akan menurunkan kesuburan pada tanah itu sendiri.  seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwasannya tanah ini pada dasarnya mempunyai keunggulan. Salah satu keunggulan tanah adalah mempunyai nilai kesuburan sehingga banyak tanaman bisa hidup dengan subur.
Namun ketika tanah ini sudah tercemar dengan berbagai macam zat yang merugikan (baik zat kimia maupun non kimia), hal ini akan menurunkan tingkat kesuburan tanah tersebut. Tanah akan menjadi tidak subur karena zat- zat polutan sudah merusak jaringan kesuburan tanah tersebut. Akibatnya, banyak tanaman yang tidak akan bisa tumbuh dengan baik.
2.      Membuat tumbuh- tumbuhan dan makhluk hidup lainnya mati
Masih serangkaian dengan dampak pencemaran tanah yang akan menurunkan tingkat kesuburan. Hal ini juga akan berakibat pada masa hidup tanaman. Tamanan yang awalnya tumbuh dengan subur, lama- kelamaan akan menjadi layu, bahkan akan mati.
Selain tanaman, pencemaran pada tanah ini juga akan berdampak pada makhluk hidup lainnya (seperti binatang dan manusia). Zat- zat polutan yang ada di dalam tanah akan masuk ke dalam janrungan tumbuhan. Dan ketika tumbuhan tersebut dimakan oleh manusia maupun binatang, maka efek negatifnya dapat tersalurkan pada binatang atau manusia yang memakan tumbuhan tersebut.
3.      Menyebabkan pencemaran pada udara
Pencemaran tanah juga akan berdampak pada pencemaran udara. Hal ini karena zat- zat yang mencemari tanah tersebut (misalnya sampah) dalam jangka waktu yang lama akan membuat udara yang ada di sekitarnya menjadi tidak sehat. Akibatnya udara tersebut menjadi tidak nyaman untuk dihirup. Selain itu, apabila yang membuat pencemaran pada tanah adalah sampah, maka ketika akan terjadi proses dekomposisi maka akan menimbulkan bau yang begitu mneyengat. Dan inilah yang disebut dengan pencemaran udara

·         PENCEMARAN UDARA DI TEGAL
Pencemaran Udara
Pencemaran udara di beberapa Kecamatan di Kabupaten Tegal karena semakin banyak ditemukan. Pencemaran udara yang terjadi disebabkan oleh aktivitas sehari-hari masyarakat dan karena lingkungan itu sendiri. Aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran udara yaitu kegiatan produksi baju yang menghasilkan debu konveksi di Kecamatan Adiwerna, pengolahan batu gamping atau kapur di Desa Karangdawa, Kecamatan Margasari, dan penebangan pohon untuk lahan industri atau pemukiman serta hujan abu akibat aktivitas gunung Slamet yang meliputi beberapa daerah di Kabupaten Tegal bagian selatan.

Pekerjaan masyarakat Kecamatan Adiwerna yang mayoritas adalah konveksi menyebabkan udara menjadi tercemar. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat baju menghasilkan debu-debu atau partikel kecil yang berterbangan di udara yang lebih lanjut dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA. Berdasarkan data dari Kecamatan Adiwerna dalam angka tahun 2011, ISPA merupakan salah satu penyakit yang paling sering dilaporkan di Puskesmas Adiwerna dengan jumlah 27.407. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sebagian besar rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kecamatan Adiwerna dengan rumah untuk memproduksi baju masih jadi satu. Selain itu, semakin jarangnya pepohonan yang ditemukan di Kecamatan ini juga memperparah pencemaran udara yang terjadi. Hal ini tak lain disebabkan oleh pemukiman penduduk yang semakin padat dan membutuhkan lahan yang lebih luas untuk membangun rumah sehingga penebangan pohon atau penggusuran lahan pertanian.

Pengolahan batu kapur merupakan salah satu sumber pencemaran udara, dengan hasil yang ditimbulkan berupa gas seperti: CO2, CO, dan partikel debu. Partikel debu batu kapur ini dapat mengganggu kesehatan bila tertiup manusia, antara lain dapat mengganggu pernapasan, seperti sesak napas. Dampak negatif yang paling sering dirasakan secara lain adalah pencemaran udara dari cerobong asap tobong pembakar kapur. Bahan bakar yang digunakan untuk membakar kapur kebanyakan menggunakan blotong atau ersit, yaitu residu dari sisa-sisa proses pabrik kimia yang dapat menimbulkan rasa perih di mata dan sesak napas ketika menghirup asapnya dan jika tersentuh kulit secara langsung akan terasa terbakar (Setiardi, 2005). Hasil pemeriksaan kapasitas fungsi paru pekerja pembakaran kapur di Desa Karangdawa oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2005, sebanyak 102 orang (49,76%) kapasitas fungsi parunya tidak normal (Puskesmas Margasari, 2005)

Solusi yang sudah diterapkan oleh sebagian masyarakat yaitu memisahkan tempat tinggal dan tempat usaha produksi baju, menciptakan lingkungan tempat kerja yang aman dan sehat yaitu pengaturan suhu ruang dan cahaya serta udara agar debu konveksi tidak terpusat di satu tempat. Selain itu rencana yang sudah dilakukan untuk mengatasi pencemaran batu kapur yaitu pemeriksaan gratis pada masyarakat sekitar tempat pengolahan batu kapur setiap tahun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal dan pelayanan pengobatan di Puskesmas Pembantu Desa Karangdawa secara gratis, relokasi industri batu kapur ke sentra industri kapur di dekat penambangan batu kapur Dukuh  Apu, pembuatan bak penampung permanen oleh pemilik tungku pembakar dari batu bata di ruang beratap untuk penanganan limbah oli bekas,

Solusi yang dapat diterapkan dengan pembuatan kebijakan khusus tentang pengolahan batu kapur di Desa Karangdawa yang selama ini hanya diatur secara umum dalam peraturan Daerah Kabupaten Tegal No.4 tahun 2002 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Tegal; pengadaan penanganan limbah pengolahan batu kapur berupa asap atau debu, pelengkapan semua tungku pembakaran batu kapur dengan filter penangkap debu yang pernah diujicoba oleh Dinas Perindustrian pada tahun 2005; menggunakan bahan bakar yang sedikit menimbulkan dampak terhadap lingkungan; mendesign perletakan pembakaran batu kapur beserta pengolahan limbahnya secara sederhana; mencari alternatif pengolahan batu kapur lain seperti jenis tungku pembakaran dengan menggunakan bahan bakar batu bara; pemerintah melakukan penanganan atau pengelolaan terhadap dampak lingkungan yang terjadi berupa pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Unit Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau penanganan dampak secara sederhana; kerjasama antara Pemerintah dan perbankan untuk turut membantu memberikan pinjaman lunak kepada pemilik tungku untuk merelokasi tungku miliknya ke tempat yang telah ada dan guna mengganti atau memodifikasi ulang tungku pembakaran batu kapur yang ramah lingkungan; dan kerjasama pemerintah dengan dinas atau instansi terkait dan masyarakat serta pemilik tungku untuk melakukan reboisasi dengan menanam pohon di sekitar tungku pembakaran.

Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah yang sepadan untuk pengelolaan sampah kota. Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya (Hadi, 2000). Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk hidup sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat. Degradasi tersebut lebih terpicu oleh pola perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan seperti membuang sampah di badan air sehingga sampah akan menumpuk di saluran air yang ada dan menimbulkan berbagai masalah turunan lainnya.

Sampah padat, salah satu jenis sampah merupakan material yang terus menerus meningkat dan dibuang oleh masyarakat. Sampah adalah segala bentuk limbah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia maupun binatang yang biasanya berbentuk padat dan secara umum sudah dibuang, tidak bermanfaat atau tidak dibutuhkan lagi (Theisen, 1997).

Berdasarkan data dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Tegal tahun 2005-2025, Produksi sampah pada tahun 2004 rata-rata sebanyak 345 m3/hari, dengan sampah yang terangkat atau tertangani sebanyak  248,81 m3/hari (72,12 %). Sebagian besar produksi sampah berasal dari sampah pasar (142,47 m3/hari) dan permukiman 108,90 m3/hari). Dari volume sampah tersebut. 46,20 % merupakan sampah berupa daun dan 34,15 % merupakan sampah berupa karet atau plastik. Produksi sampah ini akan terus meningkat jumlahnya seiring dengan semakin bertambah banyaknya penduduk.

Masyarakat Kabupaten Tegal masih banyak yang tidak mengetahui bagaimana cara mengelola sampah rumah tangga yang ada. Banyak dari mereka yang menumpuk sampah-sampah yang ada sampai menggunung dan setelah itu membakarnya, dan banyak pula yang membiarkannya sampai dipenuhi oleh lalat, bahkan tak jarang pula sampah yang ikut terbawa saat musim hujan dan menyebabkan air selokan meluap.

Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu :

Dampak Terhadap Kesehatan.
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut (Gelbert dkk 1996 : 46-48) :

–       Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.

–       Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

–       Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert dkk., 1996).

Masalah-masalah pengelolaan sampah yang dapat saya tangkap dari keadaan lingkungan sekitar saya antara lain:

–       Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Kabupaten Tegal.

–       Biaya operasional pengelolaan sampah yang semakin meningkat. Sementara pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil dan tidak sebanding dengan besaran anggaran yang digunakan untuk pengelolaan sampah.

–       Sarana dan prasarana yang kurang memadai

–       Partisipasi masyarakat yang masih rendah. Parisipasi masyarakat masih rendah, terutama dalam sub sistem teknis operasional. Masih sedikit masyarakat yang mau mengelola sampahnya ditingkat sumber (rumah tangga).

–       Belum memiliki teknik pengolahan sampah. Selama ini masih menggunakan teknik open dumping yang merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang atau menimbun sampah disuatu tempat  tanpa ada perlakukan khusus atau pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.


SOLUSI
Solusi yang sudah diterapkan untuk mengatasi permasalahan sampah di Kabupaten Tegal yaitu penarikan biaya retribusi sampah tiap bulannya pada seluruh rumah warga yang menghasilkan sampah rumah tangga dan pengambilan sampah oleh petugas yang dilakukan secara periodik yaitu tiga hari sekali. Namun solusi yang sudah ada ternyata tidak dapat memecahkan permasalahan sampah yang terjadi di Kabupaten Tegal, apalagi ketika musim hujan dimana sampah-sampah yang ada di rumah warga tidak diambil oleh petugas secara rutin, bahkan bisa sampai satu minggu kemudian ketika sampah sudah membusuk dan menimbulkan bau tidak enak serta menjadi sarang lalat baru diambil oleh petugas. Selain dari ketidakdisiplinan petugas sampah, rendahnya kesadaran warga dan peran serta dalam menjaga kesehatan lingkungan salah satunya adalah dengan secara aktif membuang atau mengolah sampah rumah tangga yang dihasilkannya juga turut memperparah permasalahan sampah yang terjadi di Kabupaten Tegal. Oleh karena itu, diperlukan solusi lainnya yang lebih efektif dan efisien untuk mengatasi permasalahan sampah, antara lain:

–       Memperbaiki sistem Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

–       Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah regional di Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal.

–       Pembangunan Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) sampah di setiap Kelurahan atau kecamatan.

–       Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

–       Pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingya menjaga kesehatan lingkungan yang dilakukan dengan cara penyuluhan atau bentuk promosi kesehatan yang lainnya.

–       Disiplin kerja yang tinggi dalam diri petugas pengambil sampah. Hal ini dapat diperoleh dengan memberikan upah yang layak dan sepadan dengan jasa yang diberikannya.

–       Meningkatkan peran serta masyarakat yang sangat mendukung program pengelolaan sampah suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,  kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-CleanUp Bali, 2003). Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah antara lain pengetahuan tentang sampah atau kebersihan, rutinitas pembayaran retribusi sampah, dan adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan.


·         PENCEMARAN AIR DI BENGAWAN SOLO
Pencemaran Air
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda-tanda  yang dapat diamati:
-          Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
-          Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
-          Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
Sumber Pencemaran (non point sources)
Beban Pencemaran dihitung secara cepat dengan menggunakan rujukan dari World Healt Organization (WHO). Beban pencemaran  adalah  jumlah  suatu  unsur  pencemar  yang  terkandung  dalam  air  atau  limbah. Perhitungan beban pencemaran dilakukan di beberapa Sub DAS yang mengalir ke DAS Bengawan Solo Segment Jawa Tengah terhadap kegiatan atau usaha skala kecil (rumah tangga) yaitu peternakan, permukiman, pertanian, dan Industri kecil dengan hasil sebagai berikut :

a.          Peternakan
Jenis peternakan terdiri dari ternak sapi, babi, itik dan ayam
b.     Pertanian
Kegiatan pertanian cukup berpotensi sebagai pencemar, penggunaan pestisida dan pupuk kimia menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Luas lahan pertanian di wilayah DAS Bengawan Solo adalah 605.174 ha. Sebagian besar berlokasi di Karanganyar, Sukoharjo dan Sragen. SubDAS yang berpotensi terjadi pencemaran limbah pertanian adalah SubDAS Grompol, Mungkung, Kenatan, Keduang dan Jlantah. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan akan mencemari lingkungan, pencamar utamanya adalah As, Hg, Sulfida dan Amonia. Pestisida kimia sumber pencemar utamanya adalah As, Pb, Hg, Cu, Zn dan pH logam berat tersebut masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3).

c.      Permukiman
Sumber limbah domestic adalah seluruh buangan yang berasal dari kegiatan permukiman meliputi buangan kamar mandi, dapur air bekas cucian dan toilet. Rata-rata konsentrasi BOD sebesar 353,43 mg/lt dan COD sebesar 615,01 mg/lt. Sebagian besar daerah belum memilki sarana pengolahan limbah domestic, meskipun sudah ada paling hanya mampu melayani 3-4% dari total penduduk, sisanya terbuang ke lingkungan, hal yang menyebabkan lingkungan semakin menurun kualitasnya

d.     Industri Kecil
Jenis industri skala kecil (rumah tangga) terdiri dari industri tahu, industri batik,  industri tenun, industri alkohol.
Dampak

a)      Dari Limbah Peternakan

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat.
Senyawa nitrogen yang terkandung dalam kotoran ternak adalah sumber polutan yang mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air. Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora.

b)      Dari Limbah Pertanian

Pupuk dan pestisida biasa digunakan para petani untuk merawat tanamannya. Namun pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali ini menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen.
Limbah pestisida mempunyai aktifitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air keluar dari daerah pertanian, dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang dan hewan air lainnya. Pestisida mempunyai sifat relatif tidak larut dalam air,tetapi mudah larut dan cenderung konsentrasinya meningkat dalam lemak dan sel-sel tubuh mahluk hidup disebut Biological Amplification, sehingga apabila masuk dalam rantai makanan konsentrasinya makin tinggi dan yang tertinggi adalah pada konsumen puncak. Contohnya ketika di dalam tubuh ikan kadarnya 6
ppm, di dalam tubuh burung pemakan ikan kadarnya naik menjadi 100 ppm dan akan meningkat terus sampai konsumen puncak.
c)      Dari Limbah Pemukiman
Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri. Contohnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah-sampah ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable). Sampah organik yang dibuang ke sungai menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar digunakan bakteri untuk proses pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang dibuang kesungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.
Deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Pada saat ini hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen, padahal limbah deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri.Sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama. Penggunaan deterjen secara besar- besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.
d)      Dari Industri Kecil
*      Industri Tahu
Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai.
Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya.
*      Industri Batik
Salah satu sumber  limbah adalah industri batik rumahan. Limbah batik mengandung B3, termasuk warna, BOD, COD itu memang tinggi sekali dibanding limbah rumah sakit. Pencemaran limbah batik berasal dari penggunaan zat kimia sebagai pewarna.
SOLUSI
Bagi pengusaha ternak limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances).
Pemanfaatan limbah industri ternak diantaranya : Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah, Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik, Pemanfaatan Untuk Gasbio, ataupun sebagai bahan bakar dengan mengubahnya  menjadi briket.
Bagi para petani yang menggunakan pestisida untuk tanamannya diharapkan menggunakan dengan seefisien mungkin atau dengan katalain tidak berlebihan, karena sisa pestisida tersebut akan mencemari air tanah lingkungan pertanian tersebut.
Menangani Limbah Pemukiman perlu kesadaran dari semua lapisan masyarakat untuk berlaku bijak dengan limbah rumah tangga yang dihasilkannya.
Pengelolaan sampah, perubahan gaya hidup dan pola pikir tentang sampah, melakukan 4R Reduce (pengurangan sampah), Reuse (menggunakan kembali). metode daur ulang dan Replace (mengganti),  serta tidak membuang sampah terutama di sungai. Sampah padat dari rumah tangga berupa plastik atau serat sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme dipisahkan, kemudian diolah menjadi bahan lain yang berguna, misalnya dapat diolah menjadi keset.

DAFTAR PUSTAKA
a.       http://www.google.com/Pencemaran-Sugai-Bengawan-Solo.html
b.      http://AnneAhira.blogger.html
c.       Mantini, Sri. 2009. Pengantar Kimia Lingkungan. Semarang: UNNES
d.      Alkadri, et al. 1999. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah-BPPT. Jakarta.
e.       Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
f.        Gelbert, M., et. al., 1996, Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan ”WallChart”, Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.
g.      Hadi, S.P. 2000. Pengantar Audit Lingkungan. Makalah disajikan dalam Kursus Audit Lingkungan Angkatan VII, Pusat Penelitian Lingkunga Hidup (PPLH). Lembaga Penelitian UNDIP. Semarang, 07-16 November.
h.      Sudrajad, Agung., 2006
 Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan
 diakses pada tanggal 22 oktober 2012 dari: http//kamase_ugm@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.