Limbah Minyak
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil
eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas
penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut.
Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.
Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.
Minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan
baik pada rumah tangga, industri maupun transportasi. Hal ini menyebabkan
meningkatnya kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan transportasi
produksi minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga semakin besar
pula kecenderungannya untuk mencemari lingkungan, terutama di wilayah
pesisir. Pencemaran tersebut berasal
dari buangan limbah kilang minyak, hasil sampingan dari proses produksi,
distribusi maupun transportasi.
Limbah yang dihasilkan dari kilang minyak berupa limbah cair
dan limbah padat. Produksi kilang minyak
bumi sebanyak 1000 barrel per hari akan menghasilkan limbah padat (lumpur
minyak) lebih dari 2.6 barrel sedangkan di Indonesia, produksi kilang
menghasilkan minyak bumi sekitar 1,2 juta barrel per hari yang berarti
menghasilkan limbah padat sebanyak 3120 barrel per hari dan dalam waktu satu
tahun menghasilkan limbah sebanyak 1.3 juta barrel, yang 285.000 barrel
diantaranya adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Limbah lumpur minyak bumi berpengaruh pada ekosistem pesisir
baik terumbu karang, mangrove maupun biota air, baik yang bersifat lethal
(mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan, reproduksi dan proses
fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya senyawa hidrokarbon yang terkandung
di dalam minyak bumi, yang memiliki komponen senyawa kompleks, termasuk
didalamnya Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer Xylena (BTEX), merupakan
senyawa aromatik dalam jumlah kecil dalam hidrokarbon, namun pengaruhnya sangat
besar terhadap pencemaran, perairan. Kasus yang terjadi, minyak di Guilt of
Eilat (Red Sea) telah merusak gonad Stylophora pistillata, menurunkan survival
rate koloni-koloni karang dan menurunkan jumlah produksi planula serta tumpahan
minyak diesel dan minyak "Bunker C" Witwater di daerah Panama 1968
menyebabkan benih-benih Avicennia dan Rhizophora sp. serta berbagai
invertebrata, penyu, burung dan alga yang hidup di daerah intertidal mangrove
mati, serta banyak kasus lain seperti tumpahan minyak bahan bakar pembangkit
listrik tenaga gas uap (PLTGU) yang bersumber dari kapal tongkang pengangkut
minyak (Kompas, 21 Februari 2004). Semua itu berpengaruh buruk bagi lingkungan
perairan khususnya biota yang ada didalamnya, sehingga menyebabkan turunnya
produktivitas sumberdaya perikanan. Oleh karena itu, upaya penanggulangannya
mutlak harus dilakukan.
Pengolahan limbah minyak bumi dilakukan secara fisika, kimia
dan biologi. Pengolahan secara fisika
dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan cara melokalisasi tumpahan minyak
menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer
dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima
"reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon dan dilanjutkan
dengan pengolahan secara kimia, namun biayanya mahal dan dapat menimbulkan
pencemar baru. Pengolahan limbah secara biologi merupakan alternatif yang
efektif dari segi biaya dan aman bagi lingkungan. Pengolahan dengan metode
biologis disebut juga bioremediasi, yaitu biotek-nologi yang memanfaatkan
makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya
racun bahan pencemar (Kepmen LH No. 128, 2003).
Mikroorganisme, terutama bakteri yang mampu mendegradasi
senyawa yang terdapat di dalam hidrokarbon minyak bumi disebut bakteri
hidrokarbonoklastik. Bakteri ini mampu
men-degradasi senyawa hidrokarbon dengan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai
sumber karbon dan energi yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Mikroorga-nisme
ini mampu menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi
hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya.
Mikroorganisme ini berpartisipasi dalam pembersih-an tumpahan minyak dengan
mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2), bakteri
pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam lemak, gas,
surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas dan permeabilitas
batuan reservoi.
Metode Penanggulangan Tumpahan Minyak Di Laut
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penanganan
tumpahan minyak (oil spill) di laut adalah dengan cara melokalisasi tumpahan
minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan
ditransfer dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima
“reservoar” baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Langkah
penanggulangan ini akan sangat efektif apabila dilakukan di perairan yang
memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan
cuaca yang tidak ekstrem.
Penanggulangan limbah
Minyak
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya
in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent
dan penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju
penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.
In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air
sehingga mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai
dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms
(pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api.
Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan besar yang
memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada
ketebalan yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang
mudah terbakar. Sisi lain, residu pembakaran yang tenggelam di dasar laut akan
memberikan efek buruk bagi ekologi. Juga, kemungkinan penyebaran api yang tidak
terkontrol.
Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis melalui
dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan
pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang
disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai
pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti
pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan.
Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara ini menemui
banyak kendala.
Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses
yang terjadi secara alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga
terjadi konversi sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti
CO2 , air dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa
mengurangi dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa
diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil,
dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan.
Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa
menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan
sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini
berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah
dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik
hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil kembali
dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami,
rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir)
dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon)
Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu
dengan memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga
mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan
kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal
dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat aktif permukaan).
Dampak Limbah Minyak
Berdasarkan beberapa kasus telah banyak kerugian yang
dialami dan akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di
laut seperti:
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak.
Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir,
tumbuhan dan hewan. Kontaminasi terhadap udara yang perlu diperhatikan akan
bahaya penguapan benzene karena mempunyai efek karsinogenik kepada manusia.
Keadaan ini semakin penting untuk diantisipasi apabila kejadian tumpahan minyak
berada dekat dengan lokasi penduduk yang padat. Dan benda purbakala, cagar alam
dan harta karun di dasar laut yang terkena minyak dapat rusak atau berkurang
nilai estetikanya. Oleh sebab itu nilai jualnya akan berkurang.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek
subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia
mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan
terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan
perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang
akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama
dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya. Minyak dapat mempengaruhi kehidupan
mangrove dan organisme lain yang berasosiasi pada mangrove. Minyak dapat
menutupi daun, menyumbat akar nafas, mencegah difusi garam dan menghambat
proses respirasi pada mangrove. Dan vegetasi bawah air sangat sensitif terhadap
kontaminasi minyak, karena vegetasi bawah air mimiliki produktivitas yang
tinggi, berperan dalam siklus nutrien, berfungsi sebagai kawasan asuhan,
mencari makan, dan berlindung berbagai spesies penting dan komersial tinggi
dari jenis-jenis ikan.
3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat
keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun
yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah fitoplankton menurun, maka
populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan
tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein
yang tinggi.
4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan
racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian
burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih
tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari
makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan
merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang
pada akhirnya mati.
Permasalahan pencemaran minyak dan kerusakan lingkungan
pesisir dan laut merupakan masalah yang penting untuk ditangani mengingat
besarnya ketergantungan terhadap sumber daya pesisir dan laut serta luasnya dampak
yang diakibatkan pencemaran tersebut. Untuk itu perlu dilakukan langah-langkah
pencegahan dan penanggulangan terhadap berbagai kegiatan yang dapat memacu
terjadinya pencemaran minyak dan kerusakan lingkungan laut. Semua ini menjadi
kewajiban kita untuk melakukan usaha-usaha yang lebih konservatif demi
kelangsungan hidup yang lebih baik.
Sumber Limbah Minyak
Bumi
Berdasarkan buku Pertamina (1986), sumber limbah cair minyak
bumi berasal dari kegiatan-kegiatan antara lain:
Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi
kebocoran pada pipa pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.
Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.
Air sisa dari lumpur pembocoran.
Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/
ceceran minyak di tempat kerja.
Air hujan.
Perusahaan minyak menghasilkan limbah minyak dalam bentuk
lumpur dari berbagai lapangan produksi. Menurut Damanhuri (1996), lumpur adalah
bahan berfase solid yang bercampur dengan media air (liquid), namun tidak dapat
disebut atau disamakan dengan air. Sedangkan limbah lumpur minyak (oil sludge)
adalah kotoran minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan
kontaminan minyak yang tidak dapat digunakan atau diproses kembali dalam proses
produksi. Kandungan terbesar dalam oil sludge adalah petroleum hydrocarbon
(Pertamina, 2001), yang dapat diolah dengan proses bioremediasi.
Source:
http://www2.esdm.go.id/berita/56-artikel/3507-bakteri-pengolah-limbah-minyak-bumi-yang-ramah-lingkungan.html?tmpl=component&print=1&page=
https://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-minyak-bumi/
http://www2.esdm.go.id/berita/56-artikel/3507-bakteri-pengolah-limbah-minyak-bumi-yang-ramah-lingkungan.html?tmpl=component&print=1&page=
https://serdaducemara.wordpress.com/2013/12/27/metode-penanggulangan-minyak-di-laut/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.